3. Mengikutimu

1015 Words
"Jadi ini apartment Uncle?" Pertanyaan yang terlontar dari bibir Scarla begitu gadis itu melangkah masuk ke dalam hunian yang selama dua tahun ini Fabio tempati. Ya, gadis itu memang benar-benar mengikuti Fabio sampai pria itu tiba di apartemennya. Sejak pertemuan mereka di swalayan tadi, Scarla tak mau lepas barang sedetik pun dari Fabio. Terus mengekori Fabio ke mana pun pria itu pergi. Tak ada lagi alasan atau larangan yang bisa Fabio berikan ketika Scarla dengan santai memasuki mobilnya dan ikut bersamanya pulang. "Ya. Aku memang tinggal di sini selama dua tahun ini." "Kenapa apartemen ini kecil sekali. Bukankah Uncle anak orang kaya. Tak bisakah membeli rumah yang lebih layak lagi untuk ditinggali daripada harus mendiami apartemen sempit ini. Bahkan aku yakin sekali jika bernapas saja Uncle kesusahan." Ucapan Scarla yang dia utarakan berdasarkan apa yang ada dalam pemikiran. Heran saja. Pria tampan dan mapan seperti Fabio, anak dari pemilik perusahaan, justru mau-maunya tinggal di tempat yang menurut Scarla tidak pantas dihuni oleh seorang Fabio Limantara. Tadi, Scarla pikir, ia akan dibawa oleh Fabio ke sebuah rumah yang terletak di kawasan perumahan elit. Di mana terdapat banyak kamar juga kolam renang. Ternyata pemikiran Scarla sungguh tak terealisasi dengan baik. Fabio sudah mendelik mendengar semua ungkapan kata yang lebih menyerupai olokan dari mulut gadis kecil yang kini justru dengan santai meneliti seluruh penjuru ruang yang ada di apartemen tipe 2 bedroom ini di mana terdapat satu kamar utama dan satu kamar lagi yang berukuran lebih sempit. Tanpa diminta dan tanpa sungkan, Scarla memasuki satu demi satu ruangan yang memang hanya terdapat dua buah kamar. Di mana satu kamar digunakan oleh Fabio sebagai tempat tidur dan satunya lagi disulap menjadi ruang kerja. Dapur mungil yang letaknya setelah pintu masuk serta ruang televisi yang biasanya Fabio gunakan ketika ingin bersantai. Sudah hanya itu saja ruangan yang terdapat di dalam hunian milik Fabio. Ah, iya. Jangan lupakan keberadaan toilet yang ada di dalam kamar tidur Fabio juga toilet umum yang letaknya berhadapan dengan dapur. "Uncle!" Teriakan gadis itu lagi ketika dengan lancang memasuki kamar tidur. Fabio yang sedang duduk di atas sofa sembari menyalakan televisi hanya menoleh sekilas membiarkan Scarla dengan semua sikap tidak sopannya gadis itu. Fabio sudah lelah dan tidak mau meladeni Scarla. Seharian ini Fabio disibukkan dengan banyaknya pekerjaan juga acara meeting di luaran. Dan ditambah pertemuannya Scarla menambah kadar rasa capek di dalam tubuh Fabio meningkat. Scarla yang berisik kembali bertanya, "Kenapa hanya ada satu kamar?" Kening Fabio mengernyit. Ada masalah apa dengan gadis itu jika dia hanya memiliki satu buah kamar tidur. Toh, di apartemen ini Fabio hanya tinggal seorang diri. Bukan berati seorang Fabio Limantara yang terkenal sebagai orang kaya harus terlihat mewah di mana pun berada. Semua juga harus dikondisikan sesuai situasi yang ada. Fabio sendiri yang menginginkan untuk tinggal di apartemen sempit seperti ini. Alasannya klise. Malas membersihkan jika tempat tinggalnya besar dan juga selagi Fabio belum menikah, ia enggan saja untuk memperkerjakan seorang pembantu rumah. Cukup memakai jasa cleaning service yang akan ia panggil setiap satu minggu sekali untuk datang dan membersihkan apartemennya yang kecil ini. Selain itu, untuk apa juga Fabio menempati sebuah rumah besar jika dia hanya sendirian. Ujung-ujungnya akan merasa kesepian acapkali pulang ke rumah. Lantas, dengan tingkat kekesalan mengahadapi bocah nakal yang kini justru tengah menanti jawabannya, Fabio berucap dengan entengnya. "Memangnya kenapa jika hanya ada satu buah kamar di apartemen ini?" "Nanti aku tidur di mana jika Uncle hanya punya satu kamar?" Dengan polos Scarla mengatakan hal yang menurut Fabio sangat aneh saja. Siam sebentar menyiapkan jawaban untuk perkataan Scarla barusan. "Tidur? Kenapa kamu harus repot-repot memikirkan ingin tidur di mana? Balik saja ke rumah temanmu yang tadi kau ceritakan. Atau ... Tidur saja di hotel. Bukankah kamu sendiri yang tadi memaksa ikut denganku?" "Ish, Uncle. Tapi aku sungguh tidak menyangka jika ternyata Uncle tinggal di apartemen sempit seperti ini." "Sudah. Jangan terus mengolokku bocah nakal." Fabio beranjak berdiri. Ia semakin capek meladeni bocah ini. Lebih baik ia tinggal mandi saja agar tubuhnya lebih segar lagi. Scarla masih berdiri mematung di depan pintu kamar Fabio. Sehingga menghalangi jalan ketika Fabio ingin masuk ke dalam kamarnya. "Minggir! Aku mau mandi." Mengabaikan Scarla yang sudah mengerucutkan bibirnya. Tak ayal gadis itu menyingkir juga. Fabio melangkah memasuki kamarnya. Sebelum menutup pintunya, pria itu membalikkan badan menatap pada Scarla yang kini tengah duduk di atas sofa. "Balik saja ke hotel di mana kamu menginap. Nanti aku akan pesankan taksi untukmu." Kurang baik apa coba Fabio pada gadis itu. Namun, rupanya jawaban Scarla lagi-lagi membuat Fabio membulatkan matanya. "Aku tidak mau." "Apa?" "Aku ingin tinggal di sini saja bersama Uncle." "Di sini hanya ada satu kamar, Scarla." "Aku akan tidur di kamar Uncle." "Enak saja. Ini kamarku dan kau mau seenak saja menguasainya. Siapa yang punya apartemen di sini." "Kita akan tidur di satu kamar. Lagian aku hanya menumpang sebentar untuk beberapa waktu. Uncle jangan pelit begitu padaku." Fabio hanya menggelengkan kepalanya dengan keras kepalanya Scarla. Bagaimana bisa gadis itu dengan berani menawarkan diri untuk tidur di satu kamar yang sama dengannya. Apakah gadis itu tidak tahu, jika pria lajang sepertinya ini tidak mungkin bisa dijadikan satu ranjang dengan gadis belia yang ranum-ranumnya. Astaga! Fabio bisa gilaa lama-lama meladeni Scarla. "Dasar bocah nakal. Memangnya kau tidak takut tidur di satu ranjang ya g sama denganku?" "Aku tidak peduli dan kenapa juga harus takut pada Uncle? Sebuas-buasnya Uncle, aku pasti bisa menjinakkannya." Setelah mengatakan itu Scarla justru terkikik sendiri merasa apa yang dia omongkan itu hal yang lucu. Sementara Fabio yang sudah geram dibuatnya hanya bisa melotot menatap pada gadis itu. "Terserah kau saja, Scarla. Jika sampai terjadi sesuatu padamu ... jangan salahkan aku!" Karena kesal Fabio menutup pintu dengan sedikit bantingan hingga menimbulkan suara bedebam yang cukup kencang. Menghadapi Scarla hanya akan membuat tensi darahnya naik seketika. Fabio melepas satu per satu kancing kemejanya sembari berjalan menuju kamar mandi. Lebih baik ia mendinginkan otaknya ini dengan air daripada menghadapi gadis nakal yang membuat Fabio terheran-heran. Apakah kedua orang tua Scarla tidak mencari anak gadisnya? Kenapa justru seolah membiarkan gadis itu berkeliaran sesuka hatinya. Sungguh hal yang sangat aneh menurut Fabio. .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD