7. Rencana Bu Salamah

1106 Words
"Yang mana rumahnya, sudah jangan menangis," ujar Affan sambil melirik pada Raihanah yang menangis sejak masuk ke dalam mobil. "Lurus Mas, di ujung dekat sawah," jawab Raihanah dengan menahan isakannya. Affan pun mengerti, ia terus mengendarai mobilnya dengan sedikit lebih kencang. Sampai, alat transportasi itu pun berhenti di halaman sebuah rumah kayu yang dipadukan dengan dinding anyaman bambu bercat putih yang sudah terlihat mengelupas di beberapa bagian. Ada beberapa ibu-ibu yang berdiri di teras dan tampak heran melihat ke arah mobilnya. Affan kemudian menoleh ke arah Raihanah yang baru saja membuka pintu mobil dan gadis itu langsung berlari menuju rumahnya. Affan pun segera ikut turun setelah ia mengambil tas dokternya. "Siapa dia, wah dokternya tampan sekali." Itu yang Affan dengar dari bisikan para ibu-ibu di terar rumah Raihanah yang sudah rusak semennya. "Permisi," ucap Affan dengan ramah pada ibu-ibu di depannya. "Wah, dokternya ganteng banget, dinas di Puskesmas mana ya Dok? Mau dong kalau sakit berobat sama Pak Dokter," jawab salah satu Ibu tetangga Raihanah itu. "Maaf, di mana kamarnya ibunya Hanah?" tanya Affan. "Walah kenal sama Ustadzah Hanah rupanya, apa iya Ustadzah Hanah pacaran, gak mungkin," ujar ibu tetangga yang lainnya. Mendengar itu Affan pun segera masuk ke dalam rumah kayu itu, dia akan mencari sendiri. "Permisi," ucap Affan saat dia masuk ke dalam rumah. Mata pria itu melihat ke sekelilingnya, ada dua buah kursi dan meja kayu yang memanjang di ruang tamu itu. Sederhana tapi rapi dan bersih. "Bu ...." Affan menoleh dan segera menuju sumber suara Raihanah itu, ia masuk lebih ke dalam dan menemukan sebuah kamar di mana ia mendengar suara Raihanah tadi. "Bu, kenapa ibu bandel, kan sudah Hanah bilang, istirahat," ujar Raihanah. "Ibu sudah baik-baik saja Hanah," jawab Bu Salamah. "Tadi Ibu lihat ibumu ngangkat ember isi air ke rumah, katanya mau bantu kamu, kasihan malam-malam nimba air," ujar Bu Tiwi. "Astagfirullah, kenapa si Ibu susah banget dibilangin," ujar Raihanah. "Ah," rintih Bu Salamah tiba-tiba. "Bu," ucap Raihanah cemas saat melihat ibunya tiba-tiba memegang dadanya. "Permisi," ujar Affan yang langsung diberi ruang oleh Bu Tiwi. "Hanah, minggir dulu biar saya periksa ibumu," ujar Affan. Raihanah pun menurut, ia mundur dan memberi ruang pada Dokter Affan untuk memeriksa ruangan ibunya itu yang sempit. Raihanah terus menangis, melihat dengan khawatir pada Affan yang tengah memeriksa kondisi ibunya. "Bagaimana Mas?" tanya Raihanah. "Obatnya mana?" tanya Affan. Raihanah pun segera mengambil obat ibunya yang ia simpan dalam kantong keresek di laci lemari. "Ini Mas," ujarnya menyerahkan bungkusan obat itu. "Ambilkan minum, biar saya bantu dia minum obat," ujar Affan. Raihanah pun menurut, ia langsung keluar dan mengambilkan air untuk ibunya minum obat. Sementara Affan, dia menggelengkan kepalanya melihat obat yang hanya tersisa satu butir dari keseluruhan empat jenis obat yang harusnya diminum ibunya Raihanah. "Ini Mas," ucap Raihanah, ia letakan gelas minum untuk ibunya. "Bangun sedikit ya Bu, biar minum obat dulu," ujar Affan sambil membantu Bu Salamah minum obatnya. "Alhamdulillah," ucap Bu Salamah setelah ia minum obatnya. "Hanah," ujar Affan tiba-tiba. "Ya Mas," jawab Raihanah. "Saya sarankan ibu kamu opname, rawat inap di Rumah Sakit, bukan di Puskesmas, supaya diobati dengan obat-obatan yang lebih bagus lagi, bagaimana?" tanya Affan. Mendengar itu, Raihanah pun bingung, dia tidak mungkin sanggup membawa ibunya ke Rumah Sakit untuk saat ini. Dia tak punya uang sama sekali. Ibu Salamah yang menyadari diamnya putrinya sebagai tanda kebingungan Raihanah. Ia pun langsung berkata, "Saya sudah baik-baik saja Dok," ucapnya. "tidak perlu sampai dirawat." "Tapi-" "Beneran saya sudah baik-baik saja Pak Dokter," ujar Bu Salamah lagi. Affan pun menghela napasnya, ia sudah paham bagaimana kondisi ekonomi keluarga Raihanah. Mungkin karena itulah Raihanah terdiam. Affan yakin, gadis itu pun pasti ingin sekali membawa ibunya berobat dan dirawat. "Hanah, ibu baik-baik saja," ujar Bu Salamah pada putrinya. Affan pun tersenyum tipis, melihat bagaimana cara ibu dan anak itu saling menyayangi. "Bu, tapi obat Ibu pun sudah habis, tanpa stok. Bagaimana kalau sakit ibu kambuh lagi?" tanya Affan. "Tidak, Insya Allah saya baik-baik saja Dok, kalau besok sakit lagi ya mungkin baru ke Puskesmas," jawab Bu Salamah. Affan pun bingung, ia lalu menatap pada Raihanah. Andai dia yang membawa Ibunya Raihanah ke Rumah Sakit, apa asisten rumah tangganya itu tidak akan tersinggung? Dia juga tidak mau Raihanah sampai merasa hutang budi padanya. Tetapi, berdasarkan sifat Raihanah, pasti gadis itu akan merasa hutang budi atau bahkan nyawa nanti. "Ya sudah, untuk malam ini saya pantau. Nanti saya belikan obat untuk persediaan di rumah, tapi kalau Ibu besok masih belum baik-baik saja, saya tetap akan membawa ibu ke Rumah Sakit, soal biaya itu bisa dibicarakan nanti," ujar Affan pada akhirnya. Kemudian pria itu membereskan alat kedokterannya dan keluar dari kamar sempit ibunya Raihanah itu. "Saya akan kembali nanti malam, saya akan bawakan obat yang lebih bagus untuk ibumu itu," ujar Affan. "Maaf Mas, saya sangat berterima kasih atas kebaikan Mas Dokter, tapi saya belum punya uang untuk membeli obat yang biasanya, apalagi yang lebih bagus, a-apa bisa em biaya obatnya juga biaya periksa ibu tadi, dipotong dari gaji saya bulan depan?" tanya Raihanah sedikit menunduk. "Hm, oke!" ujar Affan, kemudian laki-laki itu melihat ke arah jam di tangannya. "aku pergi dulu, nanti malam saya antar obatnya sambil memeriksa lagi kondisi ibumu." "Alhamdulillah, sekali lagi terima kasih Mas," ucap Raihanah. "Hm, aku pergi!" Kemudian Affan pun pergi meninggalkan rumah itu. Raihanah tentu mengantar sampai ke teras rumah. "Siapa dia Hanah, pacar kamu?" tanya Bu Tiwi setelah mobil Affan pergi meninggalkan halaman rumah itu. "Astagfirullah, mana ada Bu, beliau majikan Hanah, beliau dokter, kebetulan tadi pas Bu Tiwi telepon beliau di rumah, belum berangkat dinas," jawan Raihanah. "Oh, yang tadinya tempat kerja Bu Laras ya?" tanya Bu Tiwi. "Iya, Bu Tiwi, terima kasih ya sudah ngabarin tadi," ucap Raihanah. "Sama-sama, ya sudah Ibu pulang ya, assalamualaikum," ucap Bu Tiwi pamit. "Waalaikumsalam," jawab Raihanah. Raihanah kemudian masuk ke dalam rumah dan seketika ia terkejut melihat keberadaan ibunya di belakang pintu. "Astagfirullah Ibu, kok ibu bangun?" tanya Raihanah. "Kan ibu bilang, ibu sudah baik-baik saja Hanah, tidak perlu khawatir," ujar Bu Salamah. "Alhamdulillah kalau begitu, tetapi tetap saja Ibu harus istirahat," ujar Raihanah. Kemudian Bu Salamah menuju kursi dan duduk di sana. "Jadi, dia majikan kamu Hanah?" tanya Bu Salamah. "Iya Bu," jawab Raihanah sambil menutup pintu rumahnya. "Dia baik ya, dan apa beneran Duda?" tanya Bu Salamah lagi. "Iya Bu, kata Bu Laras seperti itu," jawab Raihanah sambil menutup tirai jendela. "Sudah ya Bu, ibu istirahat sekarang, Hanah mau mandi," ujar Raihanah sambil meninggalkan ibunya di ruang tamu. Bu Salamah pun tersenyum, tiba-tiba sebuah ide bagus muncul di benaknya. "Dia laki-laki yang baik, tampan dan mapan, hanya dia yang bisa menolong Hanah dari jerat Juragan Karsa," gumamnya penuh rencana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD