kedatangan tamu

1021 Words
Derren datang tak lama setelah Mawar mengatakan jika lelaki itu akan berkunjung. Aira yang tak di ijinkan untuk bertemu pun di haruskan untuk peregi ke kamarnya.   Waktu pernikahan yang hanya tinggal dua hari lagii membuat kedua keluarga itu semakin sibuk dengan urusan pernikahan. Memang semua hanya di lakukan secarta tersembunyi, tapi menyiapkan untuk para saksi dan juga pak penghulu itu adalah kewajiban dari keluarga APagi menyapa Aira yang masih bermalas-malasan di atas tempat tidurnya. Hari ini adalah hari pertama libur kenaikan kelasnya. Ya, Aira sudah kelas dua belas saat ini.   Ponsel Aira berdering  menampilkan satu nomer baru yang tak di kenalnya. Sebenarnya sangat malas untuk menjawab panggilan itu, tapi Aira takut itu sangan penting untuknya. Jadi dengan terpaksa, Aira mengangkat telfon yang masuk melalui ponselnya.   “Hallo,” jawab Aira malas dengan suara khas bangun tidurnya.   “Gue di depan kamar elu,” jawab lelaki yang berasal dari sebrang telfonnya.   Tanpa menunggu di persilahkan lagi, Derren sudah masuk ke dalam kamar wanita yang kemarin malam telah di cumbuinya. Melihat Aira masih bermalas-malasan di atas tempat tidurnya, Derren langsung membuka selimut yang membungkusnya.   “Bangun gak lu?” dengan paksa Derren mengangkat Aira ke kamar mandi.   “Derren, gue masih ngantuk,” rengek Aira.   “Bangun Ai, mama sama papa gue ada di bawah,” ucapan yang membuat Aira membelalakkan matanya.   “Lu jangan bohong deh,” Aira masih tak mempercayai apa yang di sampaikan oleh lelaki itu.   “Serah elu, sekarang gue tunggu lu di bawah,”   Derren langsung keluar dari kamar gadis itu. Saat menuruni anak tangga, tanpa sadar Derren rupanya tersenyum geli melihat kelakuan Aira di pagi hari. Susah sekali di bangunin, berasa seperti masih bayi saja dia.   Wanita seperti dia kah yang akan menjadi istriku nanti? Bagaimana anakku nanti? Senyuman yang masih mengembang di bibir pemuda itu membuat sang mama pun keheranan.   Sebegitu spesialkah gadis ini? Batin Miranda, mama dari Derren.   Ya, saat ini keluarga Derren sudah berada di rumah Aira. Dan kebetulan sekali kalau Prayoga Fabian adalah sahabat lama Miranda dan boy Alinsky, orang tua dari Derren.   “Ayo di makan kuenya Mir,” tawar Mawar, mama dari Aira.   “Makasih War, sebenarnya kami malu ketemu kaliandalam keadaan seperti ini,” ucap Miranda yang terlihat sangat menyesali pertemuan yang baru terjadi setelah sekian lama tak berjumpa.   “Ya mungkin memang inilah jalan mereka berdua buat nyatuin kita Mir,  jangan merasa malu atau gak enak hati. Kalau boleh jujur, kami sebenarnya juga seneng kalau kita bias besanan,” kata Prayoga menyampaikan ke bahagiaannya sudah mendengar kejujuran dari seorang Derren.   Tak berapa lama Aira turun masih dengan muka bantalnya. Saat mendapati begitu banyak orang di ruang makannya, Aira langsung kembali berlari menuju kamarnya. Melihat hal itu, Mawar langsung menyusul putri semata wayangnya.   “Kenapa kamu malah lari? Pas enak-enak kamu gak lari juga,” ledek Mawar pada putrinya yang masih tak mengerti apa yang di bicarakan oleh mamanya itu.   “Mama ini ngomong apaan sih?” Tanya Aira yang menandakan dirinya memang masih belum mengerti apa yang di maksud oleh mamanya.   “Ya sudah kalau kamu gak ngerti, mengding kamu sekarang mandi dan langsung turun kebawah. Yang lain sudah nungguin kamu dari tadi,” tutur Mawar pada putrinya dengan mengacak rambut Aira sekilas.   “Iya tau ma, kalau yang namanya turun itu ke bawah. Bukan keatas,” cibir Aira sambil memanyunkan bibirnya.   “Is anak ini, sudah lah cepet mandinya.”   Mawar meninggalkan Aira sendiri di dalam ruangan yang menjadi tempat berkeluh kesah gadis lapan belas tahun. Sepeninggalan sang mama, Aira langsung membersihkan diri dan memakai baju yang pantas untuk menertima tamu. Ya… meski dia tak tau untuk apa tamu itu dating di pagi-pagi buta seperti ini.   Sebenarnya tak pagi-pagi sekali sih, hanya Aira saja yang bangunnya kesiangan.   Dengan mengenakan baju merah berlengan pendek di padu dengan rok selutut berwarna hijau muda. Aira menemui para tamu yang katanya ingin bertemu dengannya.   “lah ini dia yang di tunggu-tunggu sudah muncul,” ucap Prayoga saat melihat putri tersayangnya itu sudah turun.   “Pantes Derren bias lupa diri, anak kamu cantik banget,” ucap Boy Alinsky reflek melihat kecantikan seorang gadis kecil bernama Aira Fabian.   “Inget umur pa,” Derren mengingatkan.   “Hahaha, iya iya…” Gelak tawa keluar dari mulut para orang tua yang menertawai sikap Derren.   Aira duduk di samping mamanya, dan mendengarkan apa yang menjadi tujuan para tamu itu berkunjung. Setelah menyampaikan maksud dan tujuannya, keluarga Derren meminta persetujuan dari Aira.   “Bagaimana nak?” Mawar mendekap hangat putrinya dari samping yang di Tanya oleh calon mertuannya.   “Aira masih belum mengerti apa tugas-tugas seorang istri. Aira juga masih mau main sama temen-temen,” jawaban Aira yang terkesan menolak, yang sebenarnya dia tak tau harus menjawab apa.   “Aku juga gak tau, tapi kita bias belajar bareng-bareng. Kalau masalah main, aku bebasin kamu kok. Asal kamu tahu batasannya saja," kata Derren yang seakan mengerti kegelisahan yang di rasakan oleh Aira, calon istrinya.   “Ya sudah kalau gitu, aku mau. Tapi jangan sampai pihak sekolahan juga anak-anak yang lain tau,” pinta Aira yang tak mau ada yang mengetahui hubungannya dengan sang ketua kelas.   Setelah mendengar jawaban Aira, para orang tua memutuskan tanggal pernikahan mereka berdua. Dan saat ini Derren dan juga Aira bertukar cicin yang di siapkan secara dadakan oleh orang tua Derren.   Dua minggu lagi adalah waktu yang di pilih sebagai hari baik untuk penyatuan kedua anak muda itu. Mempersiapkan diri untuk menjadi seorang istri dalam dua minggu, bukanlah pilihan yang tepat. Karena Aira di tuntut untuk bangun pagi-pagi sekali, di mana itu adalah kendala dalam hidup Aira selama ini.   Bangun tidur, bikin sarapan, bersih-bersih rumah dan tak lupa untuk mengatur keuangan untuk belanja. Mawar juga mengajari Airin untuk tidak mengeluh biar hanya nsedikit uang yang di kasi oleh sang suami.   Waktu libur satu bulan benar-benar di manfaatkan untuk menjadikan Aira tomboy menjadi seorang calon istri yang paling sempurna.   “Derren mau nganterin baju katanya, karena kamu di pingit jadi kamu gak boleh ketemu sama calon suami,” Mawar mengingatkan.   “Dih mama, siapa juga yang mau ketemu batu,” cibir Aira.   Mawar hanya menertawakan sewotnya sang putri. Aira ataupun Derren memang tak saling akrab, jadi sungguh menggelikan sekali kalau dirinya merasa ingin ketemu dengan lelaki itu.   Di sekolah selama dua tahun duduk di kelas yang sama, Derren dan Aira malah terlihat seperti tak saling kenal. Hal itu di karenakan mereka memiliki sifat yang sedikit bertolak belakang. Derren yang terlihat lebih serius. Sedangkan Aira memiliki sifat jahil dan sedikit menjengkelkan.   Keduanya sebenarnya memiliki sifat yang cuek dengan apa yang namanya gossip. Derren juga tak menyukai teman dari Aira yang bernama Diki Prasaja yang menjadi rivalnya dalam pelajaran. Sehingga hal itu membuat Derren sangat-sangat menghindari Aira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD