Sebuah Rasa ~~

1219 Words
Algateri High School, sekolah swasta tempat bersarangnya anak-anak pintar nan badung seperti GAS, Geng Anak Setan. Sekolah ini memiliki dua gedung yang berbeda dalam satu badan, SMA dan SMK. Algateri dipimpin oleh Deri Hutapea sebagai Kepala Sekolah, pria paruh baya bertubuh tambun yang sangat melindungi semua anggota GAS meski mereka memiliki kecacatan parah di bidang pergaulan dan sikap. Gedung SMA terbagi menjadi empat tingkat. Tingkat pertama di huni oleh anak kelas sepuluh dengan berbagai jurusan, tingkat kedua kelas sebelas, tingkat ketiga kelas dua belas, dan tingkat empat daerah kekuasaan para guru dan kepala sekolah. Kantin, laboratorium, aula, perpustakaan, lab komputer, dan ruangan penting lainnya berada pada tingkat pertama, ada pula yang memiliki gedung tersendiri dan terpisah agak jauh dari gedung utama. Sedangkan pada tingkat kedua, dan tiga menjadi wilayah khusus bagi kelas dari berbagai jurusan. Pada tingkat keempat terdapat ruang arsip, sekaligus kantin khusus para guru. Gedung SMK juga demikian, berada pada bagian timur dan hanya di batasi lapangan besar. Oris dan Rhea tidak terlalu tahu gambaran gedung SMK, ia hanya mencari tahu tentang gedung SMA yang akan ia tempati untuk belajar dan menghabiskan waktu pendidikan selama tiga tahun atau lebih. Siswa dan siswi di tempat ini selalu di batasi. Lima ratus orang untuk SMA, dan lima ratus orang untuk SMK per tahun. Oris memilih kelas yang sama dengan Rhea, dan ketika saat pembagian kelas, ternyata takdir mereka berubah. Rhea dan Oris hanya terpisah satu kelas. Ya... Kelas X-IPA 3 Oris, dan X-IPA 4 Rhea. Oris sangat dingin pada orang baru di sekitarnya. Ia menatap datar pada setiap murid yang ada didalam kelas Rhea, meski para gadis terpesona menatap Oris. Pesona Oris memang tak pernah padam. Dengan postur tubuhnya yang tinggi, berotot, dan rambut yang ia biarkan berantakan menambah keseksiannya. Hanya Rhea yang terlihat biasa saja pada Oris. Gadis itu berjalan ke bangku paling belakang dan menaruh tasnya di atas meja. Seorang pria tiba-tiba duduk di sampingnya. “Hai... Rhea,” sapa Virgo. Rhea hanya melirik lelaki di sampingnya lalu mendongak ke atas kepala lelaki itu sambil tersenyum dengan pipi yang membulat karena sebuah permen loli masih berada dalam mulutnya. Oris menatap tajam pada Virgo dan menyuruhnya pindah dengan mengibaskan tangannya beberapa kali. Virgo menghela napasnya lalu bangkit dari kursinya dengan perasaan kesal. Oris merasa menang, kemudian menaruh tasnya di atas meja sembari mendudukkan diri disana. Pria itu menoleh pada Rhea dan menarik permen loli dari mulut sang gadis yang kemudian malah dimasukkan ke dalam mulutnya sendiri. “Istirahat nanti, ganti permen gue jadi dua.” Ujar Rhea sambil membuka buku catatannya. Oris terkekeh geli lalu mengangguk setuju. Suasana kelas tiba-tiba hening saat seorang guru mata pelajaran Kimia masuk dengan menenteng beberapa buku di tangannya. Namun Oris, bukannya mengeluarkan buku catatannya, pria itu malah mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Oris kemudian membuka pesan w******p. Chat Grup [G.A.S] Ovidius. : Masih idup lo semua? Raga. : Gue udah mati. Ovidius. : Anjelina Jolie mane? Gue denger dari Lia si Tuti masuk sini. Anda. : Gue juga denger dari Rhea. Tadi ada SS dari grup cewek-cewek. Theo. : Summon @Ranjiel ... woiiii Penjahat Kelamin, masih idup apa udah innalillahi? Ranjiel. : Apa, sih? Baru juga gue tinggal bentar udah pada kangen. Masalah Nenek Dukun, gue udah utus salah satu selir buat nyari info. Oris terkekeh pelan membaca grup chat G.A.S lalu menoleh pada Rhea yang sedang menatapnya dengan tatapan dalam-dalam. “Lo sakit?” tanya Rhea. Oris menggeleng dengan senyum yang masih melekat diwajahnya. “Terus?” “Biasa, anak-anak GAS,” jawabnya. Rhea hanya menggeleng dan kembali memperhatikan Pak Gerald guru Kimia di depan kelas serta mencatat semua yang ada di whiteboard. “Lo gak belajar?” tanya Rhea tanpa mengalihkan pandangannya dari whiteboard. “Gak perlu, udah pinter.” Singkatnya, "Lo gak balik kelas?" tanya Rhea. "Free," jawab Oris sambil tersenyum. Rhea mendengus kesal dan kembali mencatat apa yang sedang dijelaskan oleh Pak Gerald. Waktu terus berjalan dan tak terasa terdengar suara bunyi bel berdering. Para siswa dan siswi mulai gaduh ketika Pak Gerald membereskan meja dan berpamitan keluar kelas. Rhea memasukkan seluruh buku mata pelajaran Kimia dan mengeluarkan buku novel terbarunya. “Rhe!” panggil Oris. “Mmm...” jawab Rhea tanpa menoleh, “Hari ini gue latihan,” sahut Oris. Rhea melirik sesaat lalu kembali membaca novelnya. “Jam berapa?” “Sekarang, Ayo!” ajak Oris, Rhea menutup novel yang sedang dibacanya dan berjalan ke luar dari kelas mengekor pada Oris yang sudah lebih dulu keluar kelas. Tak jarang mereka harus menghentikan langkahnya ketika seorang kakak kelas menghampiri Oris dan memberikan sebatang coklat ataupun beberapa kue kering pada Oris. Oris hanya menerimanya tanpa ekspresi lalu memberikannya pada Rhea, dan sangat jelas Rhea dengan senang hati menerimanya. “Gue seneng, sahabat gue ganteng.” “Kenapa?” “Karena gue gak perlu repot ngeluarin duit gue buat beli makanan. Cukup bawa lo keluar kelas, segalanya teratasi.” Jawab Rhea jujur. Oris tersenyum manis seraya mengacak pangkal kepala Rhea dengan gemas. “kita beli ice cream vanilla dan pizza sepulang sekolah, kita makan di rooftop asrama, setuju?” tanya Oris. Rhea mengangguk dengan semangat dengan senyum mengembang di wajahnya. “Bareng anak-anak GAS?” tanya Rhea. Oris menggelengkan kepalanya. “Kita berdua, mereka ada acara masing-masing hari ini.” Rhea mengangguk sambil memasukkan sepotong cokelat kedalam mulutnya. Setibanya di lintasan lari, Rhea mendudukkan dirinya di bangku penonton, sedangkan Oris duduk tepat di samping Rhea dan memandangi wajah Rhea dengan seksama. “Rhe!” “Mmm.” “Gue cinta ma lo.” Rhea seketika menoleh dan menatap sebal pada Oris. “Ris, jangan mulai deh.” “Kenapa emang?” tanya Oris penasaran. “Gue udah sering bilang sama lo kan, kita gak mungkin pacaran, perasaan cinta lo sama gue itu tabu Oris, dan itu gak bisa lo artiin cinta.” Oris hanya tersenyum menanggapi jawaban Rhea. Pria itu sangat tahu, untuk meyakinkan Rhea atas perasaannya itu harus secara perlahan. Rhea yang masih tetap pada pendiriannya akan terus menolak pernyataan cinta Oris yang dibuat seakan bercandaan olehnya. “Rhea, jika suatu saat nanti lo merasakan apa yang gue rasakan saat ini, jika suatu saat nanti perasaan lo mulai tumbuh sama gue, jangan pernah ragu buat mengatakannya. Dengan sangat senang hati gue bakal nerima perasaan lo. Gue bakal tunggu sampai kapanpun,” ujar Oris. “Mimpi!!” jawab Rhea ketus. “Jangan lupa Rhea... terkadang mimpi bisa jadi kenyataan. Lo hanya belum menyadarinya.” “Ris, masih banyak yang lebih baik dari gue, bahkan lo tinggal pilih. Lo punya segalanya, lo tampan, lo tajir, lo pinter, lo berprestasi, jangan pernah hancurin persahabatan kita Ris.” “Tapi yang gue butuhkan bukan mereka. Gue cuma butuh lo tetap disamping gue, tanpa pernah merasa lelah. Dan gue, bakal terus berjuang buat dapetin lo,” jelas Oris yang lalu pergi memasuki lintasan lari. “Gue bahkan masih bingung dengan perasaan gue Ris. Antara perasaan karena gue yang terlalu bergantung sama lo, atau emang gue benar-benar sayang sama lo,” lirih Rhea lebih pada diri sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD