Bab 1

1301 Words
Perkenalkan namaku Cattaleya Abigail Dharmawangsa, orang-orang terdekat memanggil Catta (Kata) pakai huruf K bukan C, aku anak kedua pasangan Aryadutta Dharmawangsa dan Widanara Kelanting. Aku punya satu kakak laki-laki, namanya Rabian dan istrinya Ayunda, mereka mempunyai anak laki-laki yang usinya hanya berbeda bulan dariku dan namanya Alex. Ini bukan kisah tentang aku dan Alex tapi kisahku dan adik ipar Alex yang bernama Pangeran. Kisah ini bermula dari enam bulan yang lalu, Alex memutuskan meminang Sandra dan kedua keluarga setuju dengan pernikahan itu. Sandra itu teman satu sekolahnya dulunya dan ternyata mereka sudah pacaran sejak mereka duduk di bangku sekolah. Flasback on. "Catta!" teriakan ibu memekakan telingaku. Aku menyumbat telinga dengan headset dan kembali melanjutkan membaca novel yang belum selesai aku baca sejak sebulan yang lalu, novel yang bercerita tentang percintaan gadis muda dan laki-laki berusia tua. "Catta! Bantu ibu dong! Calon besan kakak kamu mau datang!" ibu kembali berteriak dan mengungkit tentang kedatangan calon besan kak Rabian. Bukannya aku nggak mau bantu tapi novel ini sudah terlalu lama aku anggurin dan takutnya impianku bertemu pangeran seperti di dalam kisah-kisah novel yang aku baca memudar dan aku nggak mau itu terjadi. Ya, nama panggilanku Catta si gadis pemimpi. Banyak orang mengolok-olokku, mereka menganggapku terlalu terobsesi dengan sosok laki-laki menyerupai pangeran. Mereka memintaku untuk berpikir lebih rasional dan kalau pun ada pasti pangeran itu nggak mau denganku. Satu-satunya yang mengerti dengan impianku hanya novel-novel ini. Mereka tidak pernah marah saat aku menghayal dan memasukkan tokoh-tokoh di novel ke dalam khayalanku, mereka diam dan tidak pernah berkomentar buruk tentang kebiasaanku itu. "Hey, gadis pemalas! Sampai kapan kamu larut dalam dunia pernovelan?" teriakan ibu membuyarkan lamunanku tentang pangeran impian. Aku mendengus lalu melihat ibu yang kini berdiri di depanku dengan wajah kesal. "Hari ini aku libur dan jangan nodai hari liburku dengan ocehan ibu, ibu nggak capek ngoceh mulu? Kok bisa ya ayah betah sama ibu, untungnya di novel-novel ini nggak ada tokoh seperti ibu," jawabku asal. Ibu tertawa sinis lalu melihatku tajam, kata orang sih wajahku dan ibu sangat mirip bahkan bak pinang di belak dua. Ibu itu akunya versi tua dan karena kemiripan kami pun sering bertengkar bahkan untuk masalah sepele. "Kamu nggak tau aja kalau kisah ibu lebih cetar daripada novel-novel penjual mimpi seperti yang kamu baca itu. Ayah betah kok, kalo nggak betah kamu nggak bakal lahir ke dunia ini. Mau ibu masukkin lagi?" ancam ibu dengan mata mendelik bak tokoh antogonis di sinetron Indosiar kesukaan ibu. Kalau ibu sudah berkata seperti itu, sebagai anak yang baik aku pun mengalah dan menutup kembali novel yang belum selesaiku baca tadi, bisa dikutuk jadi batu kalau aku masih membantahnya. "Aku cuma bantu-bantu aja ya, nggak ada cerita basa basi nanti pas calon besan kak Rabian datang. Aku nggak suka nanti mereka bahas 'kenapa Catta belum nikah?' 'kok kalah dari ponakan' 'nggak iri?' ya!" tegasku. Ibu mengangguk dan mengedipkan matanya, beuh pantasan ayah betah punya istri seperti ibu, genitnya nggak tahan. Ibu membuka lemari dan memilihkan pakaian yang akan aku kenakan nanti, ibu memilih gaun baby pink yang belum pernah aku pakai. Dengan malas aku mengambil gaun itu dan mengganti piyama tidurku dengan gaun itu. "Nah kan cantik, siapa tau nanti kamu ketemu pangeran," sindir ibu. Ya kali ada pengeran di acara temu keluarga. Kalau pun ada pasti nggak sesuai dengan impianku. "Mimpi kelessss, mana ada pangeran mau datang ke rumah kita," rutukku kesal. "Siapa tahu ada, ntar kamu nyesel loh kalau ternyata pangeran itu benar-benar ada," ujar ibu penuh percaya diri. Ah masa bodo, pokoknya aku harus ketemu pangeran berkuda putih di hamparan padang ilalang dan kata-kata pertama yang harus dia ucapkan 'will you be my princess?' Arghhhh, aku nggak sabar menantikan saat-saat itu tiba. **** Setelah mempersiapkan acara makan malam, aku memutuskan menunggu di ruang kerja ayah saja. Aku mendengar gelak tawa dari luar, mungkin keluarga Sandra sudah datang. Suara gelak tawa ibu terdengar sampai ke ruang kerja ayah, seakan ibu yang sedang menunggu calon besannya. "Catta, ayo kakak kenalin sama keluarga Sandra," aku melihat kak Rabian berdiri di depan pintu. Ini nih yang paling aku malasin, basa basi busuk dan diakhiri pertanyaan itu lagi itu lagi. "Aku sudah kenal keluarga Sandra kok," balasku malas. "Ayo, kakak marah nih," ancam kak Rabian. Aku bisa apa? Selain ayah, aku juga paling sayang sama kak Rabian dan ucapannya seakan perintag bagiku. Aku kembali meletakkan novel yang belum selesai aku baca tadi, tunggu ya novel. Aku pasti kembali dan janji akan membacamu malam ini sampai selesai. "Baiklah," balasku lemah. Kak Rabian tersenyum dan mengajakku ke ruang makan. Aku melihat orangtua Sandra duduk di depan orangtuaku, di samping mereka ada Sandra yang tertunduk malu. "Ciye yang bentar lagi jadi istri," ledekku. Sandra semakin menekukkan kepalanya sedangkan ibu melihatku dengan tatapan khas miliknya. "Ciye, tante nggak iri?" Semua mata melihat ke arah pintu, begitu pun aku. Aku melihat laki-laki norak berdiri sambil melihatku dari atas sampai ke bawah. Tidak pernah aku melihat laki-laki seurakan dia, dia hanya memakai kaos dan celana jeans kumal. Rambutnya sebahu dan sepertinya sudah lama tidak dicuci, euuuu nggak kebayang baunya seperti apa atau jangan-jangan kecoa sudah bersarang di dalam rambutnya itu. Perutku langsung mual dan selera makan langsung hilang. Siapa sih bocah ini, kurang ajar amat! Seenaknya manggil tante ke gue! Rutukku dalam hati. "Pange, jaga ucapan kamu!" ibu Sandra membentak bocah itu dan dibalas senyum nakal. Cih, ternyata namanya Pange. Jangan bilang kepanjangan namanya 'Pange ikan' 'Pange pedes' hihihi, itu mah nama makanan khas kota Padang. "Maaf ya calon besan," ibu Sandra merasa tidak enak. Bocah bernama Pange itu duduk di sampingku. Aku berusaha menahan napas, bau rokok dan bau rambutnya menyatu dan membuat perutku semakin mual. "Pange, mami sudah bilang kalau ini pertemuan keluarga! Kenapa kamu berpakaian seperti itu?" bisik ibunya Sandra. "Lah yang mau nikah kan mbak Sandra bukannya Pangeran mih," jawabnya. Pangeran? Serius namanya Pangeran? Astaga! Ada ya Pangeran senorak ini. Amit-amit jabang bayi, ya Tuhan jauhkan aku dari pangeran seperti dia. "Tapi ..." "Ah nggak apa-apa kok mbak, namanya juga anak muda. Jiwa mudanya masih membara, yang terpenting Pangeran hadir," ujar mbak Ayunda yang sibuk menenangkan calon besannya. Aku mendengus dan mengambil tissu untuk menutup hidungku, baunya membuat perutku mual dan aku ragu bisa menyelesaikan makan malam ini dengan tenang. "Aku bau ya tante? Emangnya tante wangi? Kok aku cium bau kuburan ya," aku melihatnya mengendus-endus bajuku. "KURANG AJAR!" Aku mengambil kobokan dan menyiramkan airnya ke kepalanya. Semua orang melihat ke arah kami, aku lupa kalau hari ini ada acara pertemuan keluarga dan barusan aku menyiram adiknya Sandra dengan air. Huwaaaa, maafin aku Alex! Alex melihatku tajam begitupun ayah dan ibu. "Maaf semua, kayaknya ada salah paham di sini." Pangeran mengambil serbet dan mengelap sisa air yang masih ada di kepalanya, "ayo tante, kita selesaikan kesalahpahaman ini dan biarkan keluarga kita berembuk," Pangeran menarikku dan kali ini aku tidak berontak. "Catta, pulangnya nanti saja setelah acara selesai!" teriak ibu. Seakan bahagia dengan kepergianku, "Pange, jangan lupa diantar lagi anaknya oma!" teriak ibu. Ampun dah ibu ini, anaknya diculik preman bukannya melarang! Rutukku dalam hati. "Siap oma!" balas Pangeran, "serius itu ibunya tante? Kok mudaan oma daripada tante, ah pantas sih tua ... hobinya marah-marah mulu sih," sambungnya. Aku kadung kesal menghantamkan heel ke kakinya dan anehnya dia malah tertawa angkuh. "Tan, sepatunya nggak mahal kan?" tanyanya. "Ya mahal lah," aku melihat ke bawah dan ternyata bocah ini memakai sepatu aneh berbahan kulit tebal yang biasa dipakai satpam rumah. Aku melihat heel sepatuku patah dan gilanya sepatu ini baru aku beli kemarin dan harganya sangat mahal. Kesialan demi kesialan terjadi dalam satu hari ini dan semua ini gara-gara Pangeran. "PANGERAN!" teriakku kesal. "Ya tan, will you be my princess?"ujarnya dengan senyum slengean. Oh NO! Kenapa dia! ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD