Hello SMA!

1944 Words
Tak terasa kami semua sudah menginjak SMA. Kata orang, kami sedang masuk pada fase menentukan jati diri. Apakah kami menjadi lebih baik atau tidak, kami sendirilah yang akan menentukan alur tersebut. (Tes madrasah dimulai) Pagi hari itu, jadwal madrasah untuk melaksanakan tes tulis penerimaan siswa baru. Banyak sekali siswa yang menghadiri tes tersebut bisa dibilang lebih banyak dibandingkan tes non madrasah. Dinda yakin bisa menyelesaikan dengan baik. Dengan bantuan doa dan support orang tua, ia gigih serta percaya diri bahwa hari ini adalah harinya. Tak tampak Ivan berada di madrasah untuk menemani Dinda sebab ada acara diluar kota bersama keluarga besarnya. Namun, Dinda ditemani ibundanya mulai dari awal hingga tes berakhir. Ibundanya menunggu di mushola seraya mendoakan anaknya yang sedang berjuang masuk ke madrasah yang cukup terkenal dikotanya. (Suara jam istirahat terdengar) "Alhamdulillah, soalnya tidak terlalu sulit. Semoga hasilnya juga bagus ya Bun" Dinda menghela nafas lega. "Alhamdulillah nak, kapan pengumumannya keluar?" "Sekitar lusa Bun, itupun juga nanti diumumkan lewat website resmi sekolah. Jadi gak susah-susah datang kesini" jawab Dinda sembari mengajak ibunya berjalan ke parkiran karena tes hari ini sudah berakhir. "Pantau terus ya nak, semoga hari ini adalah harimu" "Aamiin.." Dinda dan ibundanya bergegas pulang kemudian menyiapkan makanan untuk makan siang keluarganya. Siangnya, Ivan datang ke rumah Dinda membawakan oleh-oleh kesukaannya yaitu bandeng presto. Rasanya gurih,pedas dan asin cocok sekali dimakan dengan nasi hangat. "Eh Ivan, pulang jam berapa tadi?" Tanya Dinda mengambil kresek berisi makanan oleh-oleh dari Ivan. "Barusan pulang terus aku ijin langsung ke rumahmu" jawab Ivan melepas helmnya "Gimana tesnya? Maaf ya gak bisa nemenin kamu, keluarga baru cabut setelah dhuhur" ucap Ivan sambil memainkan kaca helmnya "Gapapa kali Van, toh tadi ujiannya sebentar doang kok" Dinda meringis "Yuk masuk Van, aku buatin kamu es seger biar gak kepanasan" ucap Dinda membuka lebar gerbang rumahnya. "Boleh tuh, lagi pengen es buatan calon istri" Ivan keceplosan "Eh? Apa kamu bilang?" Dinda mulai salah tingkah "Hehe bercanda Din" Ivan tersipu malu "Ada-ada aja kamu Van" Ivan memang sedang lelah setelah perjalanan pulang dari rumah saudaranya, saat masuk rumah Dinda ia langsung berbaring di sofa melepaskan semua rasa lelahnya. Dinda sibuk membuatkan es kuwut segar ala pulau Bali. Rasanya manis,asam,dan wangi sangat nikmat dihidangkan saat cuaca panas seperti hari itu. Ketika kembali ke ruang tamu, Dinda melihat Ivan yang sedang ketiduran di sofa. Dinda tersenyum kecil, sembari meletakkan baki es pelan-pelan agar Ivan tidak terbangun. "Apakah ada rencana tersembunyi dari Ivan untukku ya? Kenapa dia sangat berbeda sekali? Tidak seperti biasanya, aah ah tidak. Ivan bukan orang jahat, dia seperti ini karena aku teman lamanya. Tapi kenapa dia seperti orang yang sangat berbeda, selama ini aku tidak pernah sedekat ini. Komunikasipun juga paling nanyain tugas aja, itupun jarang. Aduh, aku takut banget tapi kalau gak ada dia aku pasti kesepian banget" gumam Dinda dalam hati yang sedang bertarung sendiri. Tak lama kemudian Ivan terbangun dari tidurnya. "Hoam.., eh maaf ya Sofanya malah kujadiin tempat tidur. Mana es nya? Haus banget gilakk" ucap Ivan sambil lag mencari es di meja. "Eh ini Van udah aku siapin" Dinda memberikan segelas es kuwut "Tuhan, seger banget es kuwutnya. Ini dijual pasti jadi best seller" puji Ivan menyeruput langsung segelas es kuwut "Pelan-pelan aja kali Van" Dinda mulai salting "Ada lagi gak? Enak banget asli. Kamu keren juga ya bisa bikin beginian" Ivan memberikan gelas kosong berharap untuk Refill minumannya. "Makasih pujiannya tapi emang aku ini bisa apapun itu Van, yok mau request apa?" Dinda menantang Ivan sambil Refill ulang es kuwut kedalam gelas. "Pasta boleh" "Boleh dong, kapan-kapan ku bikinin deh" Dinda merasa tertantang "Oke siap" Tengah asik berbicara, ibundanya terbangun dari tidurnya dan mengecek suara di ruang tamu. Ibunya mulai bertanya-tanya kabar Ivan hingga tak terasa jam menunjukkan pukul 15.50. saatnya Ivan pamit pulang sebab janji kepada mamanya akan pulang sore jam 4 an. Ivan tak akan mengingkari janji kepada ibunya dan langsung bergegas pamit untuk pulang. Setiap bertemu,wajah Dinda selalu memerah. Ia menceritakan apapun yang membuatnya bahagia ke kakaknya, Cika. Namun kak Cika tidak terlalu menanggapi serius karena usianya yang belum cukup umur untuk mengarah ke hubungan percintaan. "Semoga aja Ivan ini serius kalo sayang sama kamu, kalo kamu di apa-apain ngomong ke kakak biar ku gibeng si Ivan" ujar Cika sambil sibuk chat dengan calon suaminya. "Hehe iya kak, tapi menurut kakak aku cocok gak sama Ivan?" Tanya Dinda "Cocok aja sih, asal sama-sama terbuka aja" jawab cika melanjutkan mengetik pesan. "Hehe siap kak" (Hari pengumuman tiba) Pagi hari, semua keluarga Dinda berkumpul di ruang tengah dan menunggu hasil pengumuman keluar. Pengumuman dipublish sekitar jam 8 (jam kerja kantor) sehingga mereka antusias untuk mendengar kabar baik dari pihak sekolah lebih awal pukul 7 pagi Sholawat nabi diucapkan berkali-kali agar mengiringi hasil pengumuman yang sudah di nantikan sejak selesai mengerjakan tes. Ibunya mulai melakukan sholat Dhuha agar semua doa yang sudah dipanjatkan terkabul di hari ini. Kakaknya pun ikut menenangkan adiknya yang sedang gerogi. Tak terasa sudah pukul 08.05, Dinda langsung membuka website madrasah dan melihat pengumumannya. Ia melihat pengumuman tersebut dari file yang paling bawah. File per file ia cek kembali. Saat menuju pada file terakhir, kepercayaan dirinya menurun drastis, ia trauma dengan kejadian Minggu kemarin yang terjadi di sekolah favoritnya. Ternyata terlihat namanya pada urutan ke dua dari 450 siswa yang diterima. Tangis bangga dan haru mewarnai rumahnya, tak disangka perjuangannya mendapatkan sekolah terbaik akhirnya membuahkan hasil. Usaha tidak mengkhianati hasil. Doa mereka diijabah hari itu juga, mereka sangat bangga Dinda bisa mengalahkan ratusan orang sehingga berhasil mendapat peringkat ke 2. Hal yang membanggakan keluarganya. tangisan pagi itu membuat Dinda semakin yakin bisa membuat orang tuanya bangga dengan prestasinya nanti saat di SMA. Sorenya, sang ayah mengajak Dinda untuk membeli semua peralatan tulis yang dibutuhkan selama nanti menjadi siswa baru madrasah. Sebagai bentuk hadiah Dinda bisa berjuang mengalahkan banyak teman-teman seangkatannya. Sesampainya dirumah, Dinda menyiapkan buku-buku kosong untuk diberi sampul sehingga terlihat rapi dan belajar menjadi menyenangkan. "Semoga dengan hasil yang kamu raih, kamu menjadi anak yang lebih rajin ya nak" harapan ibunya sembari menata makanan di ruang tengah "Aamiin, semoga ya Bun. Doain aja yang terbaik" jawab Dinda tersenyum ceria "Dipersiapkan semua ya, Minggu depan kamu udah mulai sekolah. Jangan lupa ibadahnya di kencengin ya" "Okey Bun. Kurang apa lagi Bun? Aku bantuin ya, aku udah selesai juga kok nyiapin peralatan sekolah" ucap Dinda menuju ke dapur melihat makanan apa yang belum disiapkan di ruang tengah "Siapkan es jeruknya ya" "Siap" Tak henti disitu, kakaknya juga memberikan hadiah untuk Dinda sebagai ucapan selamat telah berhasil lolos tes masuk sekolah. Tak tanggung-tanggung, hadia yang diberikan adalah handphone. "Ini ku kasih handphone buat kamu, dipake sebijak mungkin ya dek. Awas kalo dibuat aneh-aneh" ucap Cika menyodorkan disbook hp segel kepada Dinda "Uawwww handphoneeee, beneran ini kak?" Dinda tersenyum lebar "Kan kamu udah gede, pasti kamu bakal butuh itu dek. Intinya buat hal yang baik aja" imbuhnya sembari mengambil lauk pauk "Iyaa pasti kupake sebijak mungkin. Makasih ya kak, uu jadi sayang" Dinda melemparkan ciuman pipi kepada Cika "Ih ilernya kamu nempel" "Gapapa, muah muah" Dinda melanjutkan mencium pipi cika. "Udah udah makan dulu" sahut ibunya melepas pelukan Dinda "Ih bunda.. mau cium kakak dulu" Dinda memeluk Cika kembali "Geli dek hahah" Cika menahan lemparan ciuman dari Dinda "Kapan lagi aku nyium kamu kan?" "Hahaha tetap akur seperti ini ya , kakakmu sebentar lagi akan menikah pasti kamu bakal kangen karna setelah menikah kakakmu langsung pergi ke Jakarta ikut suaminya" pinta ayahnya sembari menyanta makanannya "Oh kakak mau menikah?? Yes gak rebutan lauk lagi" Dinda bercanda "Awas kamu ya kangen aku" "Yang penting jatah laukku bertambah" dinda mengejek kakaknya "Ish, cepat habiskan makannya" potong ibundanya menyuruh anaknya makan cepat tidak bercanda saat makan "Arraseo eomma" (baik bu) Cika menyembunyikan senyumannya bersama adiknya (Hari pertama sekolah) Pukul 06.00 nampak Dinda sudah sampai di sekolah. Suasananya masih sepi sebab Dinda terlalu bersemangat untuk memulai harinya sebagai siswa SMA. Tahun ini tidak ada ospek di sekolahnya, tahun lalu sekolahnya mendapatkan teguran dari pihak pusat yang sempat terjebak kegiatan kekerasan saat orientasi berjalan. Tidak menyenangkan memang sekolah tanpa masa orientasi, namun itu tak menjadi penghalang untuknya memulai menjadi siswa SMA. Di lain sisi, Ivan sedang melaksanakan masa orientasi di sekolahnya bersama Bella. "Pasti enak banget ya mereka ospek bareng, huft kenapa aku jadi cemburu ya? Haduh" gumam Dinda di dalam hati "Nanti pulang sekolah mau mampir sebentar ah ke sekolah Ivan, handphone baru jangan disia-siakan hihi" gumamnya lagi di dalam hati Seorang wanita berjalan masuk ke dalam kelasnya. Wajahnya masih bisa digolongkan guru muda dengan postur tubuh yang tinggi. Kulitnya putih bak artis Korea dan gigi kelincinya putih bersih. Sang guru bernama Bu Andrania bisa dipanggil Andra atau Nia. Saat perkenalan, umurnya masih 27 tahun, sangat muda sekali jika dipanggil ibu. Siswa kelas tercengang melihat kecantikan Bu Andra. Beberapa siswa laki-laki ada yang menggoda Bu Andra, sedangkan sebagian ada yang masih tercengang dengan beliau. "Mungkin dari kalian ada pertanyaan untuk saya?" Siswa terdiam sejenak "Ada Bu!? Status Bu?" Ucap seorang siswa laki-laki yang lumayan penggoda di kelas itu "Status ibu ya sebagai guru" jawab Bu Andra santai "Bukan itu Bu!? Tapi single atau sudah menikah?!" Celetuknya "Saya sudah menikah ya" "Yah, sudah berlubang" "Siapa nama kamu?!! Bisa-bisanya ngomong yang tidak sopan dengan gurumu?!! Tolong dijaga attitude nya ya anak-anak!!" Bu Andra murka,wajahnya memerah bak tidak terima dengan ucapan muridnya dan menahan malu. Semua siswa terdiam, tak ada yang merespon Bu Andra. "Keluar kamu? Siapa tadi yang bilang saya seperti itu?" Lanjut Bu Andra menunjuk siswa itu dan menyuruhnya keluar dari kelas. Sang siswa tersebut langsung berdiri dan keluar dari kelasnya dengan wajah yang santai sekali, tak meminta maaf atau menyesal telah berbicara seperti itu. "Hadeh ketemu lagi sama yang spesies kayak gini. Jangan-jangan tar ini orang jadi pembully handal di kelas? Sama guru aja gak sopan apalagi sama temennya" gumam Dinda dalam hati Bu Andra melanjutkan penjelasan terkait dengan tata tertib kelas dan sekolah sehingga muridnya bisa menjadi insan yang lebih tertib lagi. **** Hari pertama sekolah tidak terlalu berat, para siswa diperbolehkan pulang pada siang hari namun untuk jam sekolah biasa jadwal pulang pukul 15.00. Dinda bergegas untuk pulang, ia berniat mampir terlebih dahulu di sekolah Ivan. Rencananya mau minta nomor handphone. Sesampainya di sekolah, nampak suasananya sepi sekali. Antara jam sudah berakhir atau siswanya masih berada di ruang kelas. Dinda menanyakan kepada satpam sekolah yang sedang asik meminum secangkir kopi hitam bersama roti tawar. "Pak, permisi ini siswanya sudah pulang ya pak?" "Masih di dalam kelas dik, kurang 10 menit mereka pulang ospek" jawab satpam melihat jam tangannya "Oh baik pak terimakasih" "Mau nunggu siapa dik?" "Teman saya pak" "Silahkan tunggu di sini saja, disana panas" pak satpam mengarahkan Dinda untuk duduk di kursi dekat pos "Baik pak" Tak terasa, jam pulang sudah tiba. Dinda memperhatikan siswa yang keluar berharap ivan tidak lewat dari pandangannya. Satu persatu orang lewat dari hadapannya, tak terlihat sama sekali gerak gerik Ivan. "Ah,sepertinya Ivan sudah pulang deh. Mungkin dia keluar dari pintu yang lain. Huft capek kesini malah zonk" gumam Dinda di dalam hati. Saat dinda mengambil motornya, ia melihat Ivan bergandengan tangan dengan cewek cantik berbody langsing tinggi. Dinda mengusap matanya memastikan itu benar-benar Ivan. Ivan tengah sibuk memasangkan helm si cewek itu dan asik bersenda gurau menggoda cewek tersebut. Ivan melewati parkiran depan, tempat parkir motor Dinda tanpa melihat sama sekali Dinda disana. "Anjir, sakit hati banget aku liat dia gandengan,boncengan, rangkulan dengan cewek itu. Sesakit ini Tuhan" ucapnya sembari memegang kepalanya yang tiba-tiba pusing Tak terasa air matanya jatuh berlinang. Hatinya sakit seperti disayat pedang yang tajam. Kepalanya seketika berkunang-kunang, dengkulnya melemas. Rasa sakit yang membuatnya tak bisa berkata-kata lagi. "Satu hal tersulit yang pernah aku lakukan adalah berjalan pergi dan aku tetap saja mencintaimu" ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD