“Ayo kita menikah !” aku hampir saja menyemburnya dengan air yang baru saja kuteguk. Dia sedang dalam kondisi yang cukup prima untuk dikatakan sedang mabuk. Itu adalah malam dimana kami memutuskan untuk bertemu satu sama lain. Dia mengajakku bertemu setelah kuceritakan jika aku berpisah dengan suamiku dia bilang ingin menghiburku. Tapi penghiburan macam apa ini ? memintaku menikah dengannya ? sinting! Diluar dari ajakannya aku adalah satu-satunya orang yang mengetahui dirinya lebih dari siapapun. Sebab aku sudah bersahabat dengannya. Hanya sahabat, karena aku tidak tertarik sedikitpun padanya sebagai lawan jenis. Karena fakta yang kutahu dia sedikit unik dan berbeda. Karena itulah ajakannya padaku saat ini sama sekali tidak masuk akal bagiku. Dia tahu aku, aku tahu dia. Akan sangat lucu jika kami bersama.
“Kurasa kau gila !” aku menyemburnya dengan kata-kataku. Terlalu pedas sebenarnya, ini pertemuan pertama kami setelah lima tahun tak bertemu. Lalu dia dengan tidak masuk akalnya mengajakku menikah. Omong kosong apa ini ?
“Aku akan gila jika kita tidak melakukannya !” dia mengerang frustasi. Kurasa benar jika berada dalam situasi tak terduga dan kesusahan. Aku bersedekap, melipat kedua tanganku didepan d**a lantas menyilangkan kedua kakiku. Menatapnya tajam. Kini aku mengeluarkan rokok dari balik jaket kulitku. Kemudian menyalakannya. Sengaja meniupkan asap berbau nikotin itu kemukanya.
“Aku yang gila kalau aku menyetujui ajakanku. Jangan bilang kau jatuh cinta padaku sejak SMA.” Kataku dengan nada mencemooh. Yang kucela justru malah berjengit dan mengerucutkan bibirnya seolah apa yang kukatakan omong kosong. Tapi memang omong kosong sih.
“Jangan kegeeran. Kamu tahu siapa saja yang aku suka, dan kita sering berdebat soal itu” Aku memutar bola mataku. Lagi-lagi cerita itu. Konyol sekali mengingatnya. Kami pernah bertengkar hebat gara-gara soal itu dulu. Tapi meski bertengkar anehnya kami akan akrab kembali.
“Kalau begitu beri aku alasan logis kenapa kau mau menempatkanku dalam situasi ini ?” aku memintanya sebuah penjelasan. Setidaknya dengan itu aku bisa memberinya sebuah saran bagus, daripada aku terlibat langsung dengan hidupnya.
“Karena cuma kamu yang bisa kupercaya.” Katanya yang membuatku makin tak puas.
“Ayahmu mulai curiga ?” aku tahu itu, sebab beberapa kali dia sering sekali menempatkanku dalam situasi dimana aku akan menjadi ‘kekasih’ dihadapan ayahnya. Dan aku yang bodohnya natural ini akan masuk secara alami dalam skenario buatanya.
“Dia memintaku untuk menikah. Padahal dia tahu jika aku tak suka dengan komitmen. Terlebih pasangannya...” Dia terlihat putus asa sekarang. Aku sedikit bersimpati padanya. Sama sepertiku dia juga memiliki pengalaman buruk yang membuatnya agak takut dengan komitmen. Mungkin itu sebabnya kami bisa bersahabat baik hingga detik ini. karena kesamaan yang kami miliki.
“Kan ada banyak perempuan yang menyukaimu. Kau nikahi saja salah satu dari mereka. Misalnya si Riruka. Bukannya dia naksir padamu dari SMA.” Kukeluarkan satu nama yang menurutku masih menyukainya hingga sekarang. Dia perempuan yang manis dan imut. Akan lebih mudah menikahi orang yang mencintaimu kan daripada mengajak menikah orang yang tidak memiliki perasaan apa-apa seperti aku padanya. Jangankan memiliki rasa, menganggapnya sebagai pria saja sudah jauh dari hidupku.
“Aku tidak suka dia.” dia menggeleng. Memang benar sih, biar Riruka cantik tapi bukan tipenya. Aku kembali memutar ingatanku pada beberapa perempuan yang kuketahui sebagai orang yang menyimpan perasaan lebih padanya.
“Kalau begitu dengan Hime saja ?” dia makin memasang wajah tak suka, lebih dari itu dia cemberut padaku sekarang.
“Hey yang aku ajak menikah itu kamu. Berhenti merekomendasikan mereka padaku.”
“Kau tahu situasiku kan ? aku ini perempuan yang sudah menikah walau sebentar. Aku juga tidak berniat menjalani hubungan serius denganmu. Aku tidak tertarik padamu” itu adalah penolakan dariku yang lebih beretika, tapi aku tahu jika dia tipikal manusia yang keras kepala. Sekali dia ingin sesuatu harus didapat, tak peduli perasaan orang lain. Tidak tahu diri memang.
“Begini saja, aku berjanji akan memenuhi semua yang kamu mau. Sebagai gantinya kau menjadi istriku.” Aku mengernyitkan dahi. Sebetulnya sedikit menggoda iman sih.
“Penawaran macam apa itu ? tidak adil sekali.” Aku sedikit menaikan gengsiku padanya, lebih baik jika negosiasi ini berat sebelah. Intinya harus aku yang lebih untung. Karena menyimpan rahasia itu bukan perkara mudah.
“Baiklah aku juga akan memberimu uang saku perbulannya. Dengan bonus lainnya. Sudahlah terima saja, lagipula aku tahu kau sedang nganggur.” Katanya lagi, dia memang benar. Aku baru saja dipecat dari pekerjaan paruh waktuku gara-gara tingkahku yang dinilai tidak sopan pada pelanggan. Meski begitu aku puas sudah dipecat, setidaknya aku sudah memukul pelanggan perempuan itu dengan tanganku.
“Berapa yang bisa kau beri ?” aku tertarik sekarang. Kupikir bagus juga berpura-pura jadi istrinya jadi aku bisa bermalas-malasan dan tidak perlu bekerja untuk dapat uang yang nilainya tak seberapa.
“Tiga kali lipat gaiimu.” Katanya. Fix. Jika saja aku berada dalam adegan kartun pasti mataku sudah berganti menjadi bentuk hati sekarang. Tapi ini dunia nyata, tidak ada yang seperti itu. Tapi kurasa pria dihadapanku mengerti jika aku tergiur akan penawaran darinya.
“Wow.. kau punya uang sebanyak apa sih ?”
“Aku ini stylish dan desaigner handal. Soal uang kau tak perlu khawatir. Aku Cuma perlu kamu sebagai tameng.”
“Oke, aku mengerti. Baiklah mari kita mulai perjanjiannya disini...”
“Dasar matre...” dia mencibirku setelahnya. Tentu saja, siapa perempuan didunia ini yang tidak tertarik pada uang ? aku percaya jika uang adalah sumber kebahagian. Dia bisa membeli apapun yang aku mau. Bahkan orangpun bisa dibeli dengan uang. Seperti yang pria ini lakukan padaku.
“Kau pikir kenapa aku cerai dengan suamiku ? itu karena dia miskin.” Aku memberinya sebuah senyuman ejekan. Dan dia Cuma mendengus.
“Baiklah malam ini kau akan jadi patnerku Noir..” dia menjabat tanganku. Aku balik menggenggam tangannya. Segalanya akan berubah mulai dari sini. Aku Noir akan menjadi seorang istri dari seorang designer tampan dan mapan Vhyung. Terdengar seperti impian seluruh wanita bukan ? tapi satu hal yang tak semua wanita itu tahu tentang Vhyung. Dia bukanlah pria straight yang mencintai wanita. Dia berbelok. Alias seorang guy.
“Apa sekarang kita harus berciuman ?”
“Untuk apa aku mencium perempuan ?” aku terbahak. Aku dan dia memang seperti ini. Selalu santai dan blak-blakan dihadapannya.
“Oh.. apa kau punya kekasih sekarang ?” aku bertanya padanya. Dia mengangguk malu-malu. Seperti seorang gadis.
“Iya, dia model priaku.” Aku tertawa pelan. Sejak dulu dia memang pria yang mudah jatuh cinta. Dan kami sering berdebat karena orang yang kami suka selalu sama. Kecuali ketika saat aku bersama dengan mantan suamiku. Kami sudah tak kontek lagi. Karena mantan suamiku yang posesif, dia sering cemburu jika aku bersama Vhyung. Dia hanya tak tahu saja, jika Vhyung justru malah akan cenderung suka padanya kalau mereka bertemu secara langsung. Aku tertawa mengingat masa laluku. Lantas aku kembali memusatkan diriku pada Vhyung sekarang.
“Dia pasti gagah dan tampan.”
“Selera kita soal pria kan sama.” Dia bersungut seolah tak terima dengan apa yang aku katakan.
“Kau benar. Kalau aku ikut suka pada kekasihmu bagaimana ?” aku sebenarnya hanya berniat menggodanya saja. Tapi diluar dugaan dia menanggapinya lebih serius daripada apa yang aku perkirakan.
“Tidak akan pernah terjadi.”
Segalanya dimulai dari itu. Aku menikah dengan seorang pria gay yang tidak akan pernah tertarik dengan tubuhku. Sebaliknya aku disisinya berguna sebagai tameng baginya agar tak dicap buruk dimata masyarakat dan supaya dirinya tetap dilihat ‘normal’. Keuntungan yang aku dapat adalah menjadi orang kaya dengan cara instan. Apalagi yang lebih enak dari itu ?
Bermalas-malasan dalam hidup adalah yang terbaik!