Setelah sampai di apartemen Lauren langsung menenggang satu butir obat penenang. Dia sudah merasa tidak nyaman dengan perasaannya sejak tadi. Dia merasa gugup, takut dan dadanya terasa sesak. Bahkan dia meninggalkan Fabian yang masih berbicara dengan teman bisnisnya dan dia pergi ke apartemen dengan taksi. Lauren merebahkan tubuhnya di kasur dan meringkuk seperti bayi. Airmatanya jatuh tanpa alasan. Dia ingin menghilangkan seluruh perasaan tidak nyamannya, tapi di benci pada hatinya yang terlalu lemah dan otaknya masih menyimpan seluruh memory itu.
Tidak berapa lama Fabian masuk ke dalam apartemen dan menemukan Lauren yang sudah tertidur. Di meja nakas dia melihat botol penenang yang selalu Lauren bawa. Dia tidak pernah mengerti kenapa Lauren selalu meminum obat itu, tapi dia tahu ada satu hal yang Lauren sembunyikan darinya. Fabian mendekat dan membenarkan posisi Lauren. Dia takut perempuan itu akan terbangun dengan tubuh yang terasa sakit. Namun, baru saja dia membenarkan tubuh Lauren. Perempuan itu sudah terbangun dan menatapnya. Fabian menatap mata coklat yang biasanya terlihat riang itu, kini terlihat sangat terluka. Fabian masih duduk di sampingnya dan tanpa permisi perempuan itu bangun dari posisinya dan mencium Fabian. Seakan ia butuh akan sebuah pelepasan. Pelepasan dari perasaan yang sangat menyakitkan.
“Fabhh...” Lauren mengerang saat Fabian menggigit lekukan lehernya. Dress yang ia kenakan sudah jatuh ke bawah ranjang, bersama dengan underwear. Lauren mengerang saat merasakan jemari Fabian mendesak kewanitaannya. Dengan bibirnya yang menghisap payudaranya dengan sangat rakus dan tangan lainnya yang mencengkram payudaranya. Lauren mendongakkan kepalanya. Rasa frustasi dan juga gila yang seakan menjadi sebuah candu. Dia butuh menghilangkan mimpi buruk itu. Dia butuh pelampiasan. Dan Fabian adalah orang yang bisa membuatnya lupa.
“Fabhhh!!” Lauren semakin mengerang dengan keras saat bibir Fabian menyusup pada kehangatannya. Menggigitnya dan mendesaknya dengan dua jarinya. Jemarinya mencengkram rambut tebal Fabian dan memintanya lebih. Dia semakin gila, tubuhnya sudah mulai memanas dan semuanya pun terjatuh pada kehangatan dan kenikmatan. Masih dengan bibir Fabian yang menghisap sisa-sisa kenikmatananya. Lauren masih mengerang dan menikmati pelepasannya.
Fabian beranjak dari tempat tidur. Dia mengambil tali berwarna hitam yang sudah ia lepaskan dan mengambilnya. Lauren masih menatapnya, seakan menunggu apa yang ingin dilakutan pria itu. Fabian mencium bibir Lauren, ciuman yang panas dan membuat perempuan itu seakan kehilangan akal sehatnya. Hingga ia tidak sadar saat kedua tangannya sudah terikat di atas kepalanya.” Sebut saja, ini hukuman karena kamu membuatku cemas.” Fabian kembali memainkan p******a Lauren. Memilinnya dan membuat Lauren semakin menggila. Tubuh Lauren sudah melengkung dan mendamba akan tubuh Fabian. Namun dengan tega tuan bossy hanya mempermainkan payudaranya dan memberikannya ciuman-ciuman yang membuat Lauren sangat frustasi.
“Fabbbhh... ahh... please...” Lauren mengerang dan memohon. Fabian yang memainkan kejantanannya pada ujung kewanitaan Lauren. Tanpa berusaha untuk memasukkannya. Lauren sudah semakin kesal, dia mengerang, memohon bahkan setitik airmata jatuh karena rasa frustasinya. Hingga akhirnya Fabian pun mendesaknya dengan keras dan bergerak dengan sangat liar. Lauren harus mencengkram jemarinya sendiri, kakinya pun sudah terbeli dipinggang Fabian seakan merasa senang dan juga gila dengan hukuman Fabian. Fabian menghantamkan tubuhnya lagi di dalam Lauren, membuat perempuan itu semakin mengerang dan mendesah hingga akhirnya keduanya jatuh pada klimaks yang menggila. Fabian melepaskan dasi pada pergelangan Lauren dan mengecup bibir perempuan itu.
“Istirahat,” Hanya itu yang Fabian katakan. Keduanya pun tertidur dengan Fabian memeluknya dari belakang.
*****
Fabian menatap Lauren dengan gaun berwarna perak yang baru saja ia beli untuk menggantikan gaun yang malam kemarin baru dia rusak. Perempuan itu terlihat senang dengan gaun yang ia belikan dan segera memakainya. Karena malam ini memang mereka ada jadwal untuk pergi ke pesta rekan bisnis, tapi Fabian masih merasa khawatir dengan keadaan Lauren tadi siang. Walau perempuan itu tetap berkata baik-baik saja dan binar mata riangnya sudah kembali, Fabian tahu wanita itu tidak baik-baik saja. Dia menyembunyikan seluruh ketakutannya dengan senyum sialan dan binar mata yang terlihat baik-baik saja.
Dan satu hal lagi yang Fabian sangat suka dari Lauren, riasan wanita itu tidak pernah berlebihan. Namun, terasa sangat pas dan cantik. Bagi Fabian Lauren adalah wanita yang sangat sempurnah, dia pintar di segala bidang. Pekerjaan, kasur atau pun menjaga diri. Bahkan rambut panjangnya sudah ia gelung menjadi sangat cantik. Masih sedikit memperhatikan Lauren, Fabian pun mendesah dan berjalan pergi ke pesta. Kalau saja dia punya rantai, rasanya dia ingin mengikat wanita ini semalaman.
Sesampai di bar, Laruen masuk bersama Fabian dengan menggandeng bahu pria itu. Dia hanya menyapa orang yang berulang tahun dan mengambil satu tempat duduk. Beberapa wanita sudah terlihat menganggu, mereka mengambil tempat duduk bersama Fabian dan menanyakan hal-hal yang tidak penting.” Apa kamu sudah punya pacar?” atau “ kamu mencari tipe wanita seperti apa?” ada juga yang bertanya “ apa aku tipemu?” namun pertanyaan-pertanyaan itu berhenti saat Fabian berkata,” wanita yang duduk di samping saja ini adalah calon istriku.” Saat itu juga Lauren menoleh dan senyum sialan pria itu mengganggunya. Dan tanpa berkata apapun, Fabian menciumnya di depan wanita-wanita itu yang langsung bubar dengan sumpah serapah.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Lauren.
“Mengusir mereka,” jawab Fabian.
“Tapi kamu tidak perlu menciumku, tuan bossy!” Fabian tertawa terbahak dengan panggilan khusus dari Lauren itu.
“Aku sangat suka setiap kali kamu memanggilku seperti itu, seperti panggilan khusus untuk kekasih.” Lauren semakin gila dengan pria di sampingnya ini. Dia memilih mengambil satu gelas tequila dan menengguknya. Namun, belum sempat Lauren menelannya Fabian kembali memagutnya dengan tequila yang masih berada di bibirnya. Rasa pusing di kepala Lauren seakan bercampur antara kadar tinggi alkohol di tequila dan ciuman Fabian.
“Bibir kamu seperti candu, Lauren.”
*****
Perjalanan bisnis adalah hal yang paling menyenangkan untuk Lauren. Bagaimana tidak? Apalagi perjalanan bisnis ke singapura. Dia bisa mengambil kredit card tuan bossy setelah semalam suntuk berolahraga dan membeli apapun yang dia mau di sana. Dan Lauren yakin, pria itu tidak akan mendadak miskin jika dia membeli iphone baru, atau pun tas bermerek. Dan juga dia bisa bersenang-senang di sana. Dia bisa pergi kemanapun yang dia mau, tentunya dengan seorang supir yang akan siap mengantarnya. Padahal Lauren sudah bilang kalau dia bisa pergi dengan angkutan umum, tapi tuan bossy itu tetap pada peraturannya. Lauren harus pergi dengannya atau bersama sopir. Dan pilihan yang paling membuatnya tenang adalah dengan sopir.
Dua koper sudah siap dan Lauren masih mengecek untuk beberapa data, schedule, dan juga ia mengontak sekretaris rekan bisnis yang akan Fabian temui di sana. Untuk memastikan mereka akan bertemu dimana dan mencocokkan waktu. Setelah semua sudah benar-benar rapih. Lauren merapihkan seluruh pekerjaannya dalam satu tas dan memasukkannya ke tas kecil. Agar bisa ia masukkan ke kabin. Meletakkan semuanya pada satu tempat dan meyakinkan tidak ada yang tertinggal. Kini Lauren beranjak ke dapur. Dia membuat makanan yang paling simple, telur dadar. Dia ingin memesan makanan di luar, tapi dia sendiri tidak tahu ingin makan apa. Jadi pilihannya jatuh pada telur dadar. Baru saja Lauren meletakkan piring telur dadar di meja bar, Fabian baru memasuki pintu depan apartemen dan berjalan mendekati Lauren. Pria itu ada pertemuan pribadi dengan saudaranya yang sedang bermain ke Indonesia, katanya dia hanya akan ada seminggu di sini. Dan karena besok Fabian sudah harus terbang ke singapure, jadi dia mengajak adiknya itu bertemu malam ini. Dengan mengenakan sweater berwarna maroon dan celana jins hitam. Rambut coklat dan tebalnya masih terlihat sangat rapih. Lauren harus mengalihkan tatapannya dari pria itu yang seakan tidak pernah ada habisnya. Mengalihkan tatapannya pada telur dadar, Lauren mendengar langkah sepatu pantofel Fabian melangkah mendekat dan berhenti di meja bar. Pria itu mengambil satu gelas alkohol dan menuang minumannya ke dalam gelas. Lauren benar-benar tidak nyaman dengan tatapan pria dihadapannya ini. Lauren tahu apa yang akan di katakan olehnya.
“Berapa kali aku katakan, kamu harus makan dengan benar, Lauren.” Lauren hanya mendengus dengan perkataan tuan bossy. Perempuan itu mendongak dan menatap pria bermata biru itu, seakan menunjukkan kalau ia tidak ingin dibantah.
“Katakan dari sisi mananya, telur dadar itu bukan makanan yang baik?”
“Setidaknya kamu harus menambahkan sayuran di dalam telur dan untuk orang-orang indonesia, bukankah kalian terbiasa dengan nasi?”
“Aku bukan orang kebanyakan. Aku benci nasi dan aku tidak ada waktu memotong sayuran,” balas Lauren. Dia mendengar dengusan kasar Fabian dan saja Lauren kembali ingin menyuap telur dadarnya. Fabian sudah lebih dulu mengambil piring dan sendok yang dari tangan Lauren dan membuangnya ke tempat sampah.
“Fabian!” Teriak Lauren. Fabian hanya menatap perempuan yang terlihat kesal sekilas dan berbalik membuka kulkasnya. Dia mengambil beberapa butir telur dan sayuran. Dia memotong sayuran menjadi potongan korek api dan memasukkannya ke dalam mangkuk berisi telur. Menambahkan beberapa bumbu, mengocoknya dan langsung menggorengnya. Tidak berapa lama telur dadar sehat ala tuan bossy sudah jadi.
“Makan.” Lauren menatap pria yang masih menatapnya setelah mengucapkan nada perintah, setelah membuatnya kesal.
“Aku kenyang!” balas Lauren. Dia mengambil gelas alkohol Fabian dan meminumnya. Mengacuhkan perutnya yang sudah terasa perih. Tatapan dingin Fabian diacuhkan Lauren. Dan dengan sengaja dia menuang vodka ke gelas yang sama dan kembali meminumnya. Dan tanpa permisi Lauren pergi dari meja bar dan memasuki kamar. Rasanya perutnya sudah terasa sangat perih. Dan semuanya semakin terasa sakit setelah ia meminum alkohol. Memasuki kamar mandi, Lauren menguncinya dengan rapat dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Baru saja dia mengeluarkan isi perutnya, Lauren mencoba untuk berdiri, namun kepalanya terasa sangat sakit dan belum sempat ia menahan tubuhnya tubuhnya sudah meluruh jatuh. Lauren merasa tubuhnya benar-benar sudah tidak memiliki tenaga, sebelum ia kehilangan kesadarannya, Lauren melihat Fabian mendobrak pintu dan berlari ke arahnya.