Lily terbangun dari tidur panjangnya. Mengucek matanya pelan agar penglihatamnya semakin jelas. Keningnya mengernyit dan bibirnya mengerucut ketika melihat Arthur menghampirinya dengan nampan makanan.
"Arthur jahat!!"
Teriakannya malah menghadirkan tawa di mulut Arthur. Sungguh mate yang tidak punya hati nurani.
"Kau saja yang terlalu lemah, honey. Terjatuh dari ketinggian saja pingsan.
"Dasar jahat! Lily benci Arthur!!"
Arthur memutar bola mata malas. "Tidak ada gunanya membenciku karena sekarang aku sudah menjadi suamimu. Kau tahu bukan? Seorang istri tidak boleh membenci suaminya."
Lily mengerjap polos. "Lily lupa kalau kita sudah menikah."
Tak terima mendengar perkataan mate polosnya, demon tampan itu menjitak kepala matenya kesal hingga Lily di buat mengaduh kesakitan.
"Hah, makan lah sekarang. Setelah itu aku akan membawamu ke luar."
"Woahh, benarkah? Arthur mau membawa Lily ke mana?" Riang gadis itu sehingga menimbulkan senyuman di bibir merah Arthur.
"Lihat saja nanti."
Lily merenggut kecewa mendengar jawaban sok misterius Arthur. Akan tetapi ia tetap mengambil alih nampan makanan yang disodorkan padanya dan menghabiskannya dengan cepat.
Arthur hanya menjadi pengamat dalam diam dengan bertopang dagu. Setiap gerakan Lily tak pernah lepas dari mata tajamnya.
"Lily sudah se---"
Belum sempat melanjutkan ucapannya, Arthur sudah lebih dulu membungkam bibir Lily dengan bibirnya.
Gadis yang kaget dicium secara tiba-tiba mengerjapkan matanya berulang kali. Ringisan tertahannya terdengar kala Arthur dengan nakalnya mengigit bibir bawahnya.
"Aku menginginkanmu, honey."
Tanpa sempat menolak, Arthur sudah melakukan hal yang lebih jauh pada tubuhnya dan anehnya dia tidak bisa menolak. Bahkan niat menolak pun tidak ada.
Pagi itu, terjadi lah penyatuan antara sepasang mate yang baru menikah kemarin.
****
Lily terbangun. Wajahnya merah padam kala teringat dengan apa yang dilakukan Arthur padanya.
Pelan-pelan diintipnya kasur di sampingnya. Menghela nafas lega ketika pria yang dicarinya tidak ada.
Dengan cepat ia mencari pakaian yang dipakainya tadi agar tubuh polosnya tidak terekspos lagi.
Bibirnya melengkung ke bawah melihat bajunya sudah tidak berbentuk. Ia ingat, Arthur merobek bajunya.
Semakin mengeratkan pegangannya pada selimut ketika Arthur muncul di ambang pintu kamar mandi.
"Kenapa menatapku seperti itu? Mau ku makan lagi?" Goda Arthur.
Padahal ia tahu kalau sang mate kesal dengan dirinya yang sudah merobek pakaiannya.
Arthur berjalan mendekati Lily yang semakin mengeratkan pegangannya pada selimut agar tubuh polosnya tetap tertutupi. Meskipun Arthur sudah melihat tubuhnya, tetap saja dia merasa malu.
Pria itu mencondongkan wajahnya ke depan wajah merah Lily. Memegang dagu perempuan itu dengan lembut hingga manik mereka saling bertatapan.
"Kenapa diam? Atau mau ku buat meneriakkan namaku dengan keras lagi?"
Sontak Lily memukul d**a bidang Arthur yang tidak tertutupi apa pun. "Arthur jangan mulai lagi. Lily masih merasa kesakitan." Renggutnya pelan.
"Tidak akan sakit lagi, honey. Ku jamin, kali ini akan nikmat haha."
"Tidak mau. Lily ingin mandi sekarang."
"Baiklah."
Arthur menjauhkan wajahnya setelah mengecup bibir Lily sekilas. Tanpa aba-aba, ia langsung menyibak selimut dan mengangkat matenya ke dalam gendongannya dengan mudah.
Tingkahnya sungguh membuat Lily malu setengah mati. Tak berani menatap pria itu dan lebih memilih menyembunyikan wajah cantiknya di d**a bidang Arthur.
Tingkah menggemaskan matenya itu tidak pernah luput dari pandangannya. Menghadirkan senyuman geli di bibirnya. Jauh lebih menyenangkan rasanya melihat matenya malu-malu kucing daripada menangis.
****
"INDAH SEKALI!!" Teriak Lily girang melihat pemandangan indah bak lukisan yang tersaji di hadapannya.
"Mau berenang bersama?"
Seolah lupa diri, Lily langsung menyetujui ajakan Arthur. Pemandangan yang cantik ini membuatnya tidak sabar untuk menikmatinya secara langsung.
Perempuan cantik itu berlari ke arah air nan jernih, meninggalkan Arthur yang menggelengkan kepala heran melihat tingkah kekanakan matenya.
Tawanya menyembur keluar ketika Lily nyungsep ke tanah akibat tersandung kaki sendiri. Tanpa berniat membantu sedikit pun, Arthur mendekat seraya meledek sehingga membuat Lily mengerucutkan bibir kesal. "Makanya jangan berlarian seperti anak kecil. Enak 'kan mencium tanah?"
Lily tidak menyahut. Dia segera berdiri dan menepuk kedua tangannya yang terkena tanah. Mengabaikan Arthur dan menyebur ke dalam air.
Senyumnya merekah merasakan segarnya air. Senyuman yang tampak menggemaskan di mata Arthur.
Lily mencipratkan air ke arah Arthur. "Ayo berenang, Arthur. Segar!!"
Arthur mengiyakan saja. Segera masuk ke dalam air dan memeluk tubuh Lily erat.
"Ih, Arthur jangan peluk-peluk. Lily ingin berenang." Protesnya sebal.
Arthur melepaskan pelukannya dan mengecup bibir mungil Lily secepat kilat.
"Berenang lah, aku akan menunggumu di sana." Menunjuk sebuah batu yang berada di tengah-tengah air.
"Iya."
Insting Lily sebagai putri duyung kali ini benar-benar mendominasi. Melihat air nan jernih ini memanggil sisi lainnya untuk berenang sepuasnya tanpa peduli akan waktu.
Meliukkan tubuhnya ke sana ke mari di dalam air sehingga rambut pirangnya ikut bermain.
Menyembul ke permukaan dan kembali menyelam. Matanya melotot kaget ketika melihat ikan besar berenang menuju ke arahnya. Cepat-cepat Lily kembali berenang ke atas.
"Arthurr!! Tolongin Lily!!" Jeritnya sembari terus berenang ke arah Arthur.
Arthur menaikkan alisnya sebelah melihat wajah pucat Lily.
"Di sana ada ikan besar. Dia mau makan Lily." Adunya bak anak kecil. Sementara telunjuknya menunjuk tempat di mana ia melihat ikan besar itu.
"Ikan itu tidak akan memakanmu, honey."
"Benarkah?"
"Ya."
"Tapi ikan itu besar dan terlihat menyeramkan."
"Lihat kebelakang mu."
Lily menurut dan membalikkan tubuhnya. Matanya kembali melotot kaget ketika melihat ikan itu berada di hadapannya.
"Aaaaa!!! Jangan makan Lily!!!" Jeritnya histeris dan memeluk tubuh Arthur erat.
"Dasar penakut. Sudah kubilang 'kan? Dia tidak akan memakanmu. Dia peliharaan ku."
"Peliharaan Arthur menyeramkan." Cicitnya pelan.
Arthur menghela nafas. Menyuruh peliharaannya yang bertugas menjaga air ini untuk kembali ke tempat semula.
Ikan itu pergi dengan wajah sedih. Niatnya hanya ingin dielus oleh mate pemiliknya, tapi apalah daya, Lily terlampau takut.
"Dia sudah pergi. Sekarang kau bisa melepaskan pelukanmu."
Lily tidak mau melepaskan pelukannya di tubuh Arthur. Malah semakin membenamkan wajahnya di perut sixpack pria itu.
"Lily ingin pulang. Lily tidak mau berenang lagi di sini."
"Lepaskan aku dulu."
"Lily takut melihat ikan besar itu lagi."
"Dia sudah tidak ada."
"Tidak mau. Lily mau peluk Arthur sampai di kamar."
Arthur menyeringai. "Katakan saja kalau kau ingin memeluk tubuh indahku. Aku sama sekali tidak keberatan dengan hal itu, honey."
Mendengar bisikan lembut nan menggoda itu, Lily refleks menjauh dengan wajah merah padam.
Arthur menarik kedua lengan Lily untuk mendekat ke arahnya, mendekatkan wajahnya ke telinga Lily, dan membisikkan sesuatu sehingga wanita cantik itu menundukkan kepala malu.
Tubuh mungil Lily diangkatnya ke daratan lalu diubahnya ekor wanita itu kembali menjadi kaki. Memakaikan jubah kebesarannya di tubuh Lily, menggendong Lily, dan membawa Lily terbang.
Seseorang yang sedari tadi mengamati mereka dari jauh menyeringai kejam. "Aku akan kembali merebut milikku~",
-Tbc-