9

1011 Words
Sasya masuk ke kamarnya, Haikal yang sudah rapi dengan tuxedo yang diberikan oleh kakeknya membuat ketampanan Haikal makin terpancar. “Kita makan malam sekarang,” ucap Sasya pada Haikal. Haikal hanya mengangguk lalu keluar bersama Sasya menuju meja makan. Semua keluarga besarnya kakek Sulaiman sudah berkumpul di meja makan. “Pengantin baru, duduk di dekat Kakek,” ucap adik ipar perempuannya kakek yang sudah seperti penasihat di keluarga mereka. “Baik Oma,” jawab Sasya yang menarik kursi untuk Haikal. “Terima kasih Sayang,” ucap Haikal lalu menarik kursi untuk Sasya juga. Sasya menyendokkan nasi untuk Haikal sekalian lauknya. “Kalian berdua baru memulai kehidupan yang baru, ini memang agak sulit untuk kalian beradaptasi, karna kalian belum saling mengenal satu sama lainnya, tapi itu bukan hal yang buruk, dulu Oma sama adik kakek kalian juga di jodohkan, dan kami bisa hidup dengan damai dan tenang, asal kita saling melengkapi satu sama lain, saling percaya, saling mengerti. Tahun-tahun awal memang tahun tersulit, tapi bukan berarti kita harus menyerah dan mengakhiri semua dengan cara di benci Allah, kalian harus sering berbicara dari hati ke hati,” ucap Oma yang di dengar oleh semua cucunya. “Terima kasih banyak Oma,” jawab Haikal yang merasa ucapan Oma benar, mereka harus saling melengkapi dan saling mengerti satu sama lain, dan komunikasi adalah hal yang paling penting. “Sama-sama Nak Haikal, tolong bimbing cucu Oma dengan baik ya, supaya cucu Oma jadi perempuan Shalihah,” pesan Oma. “InsyaAllah Oma, Haikal akan menjalankan pesan Oma,” jawab Haikal sambil menatap Sasya. Sasya hanya pura-pura tersenyum manis, aslinya dia sangat geli mendengarkan ucapan Haikal. Setelah acara makan malam, Sasya dan Haikal masuk ke kamar, Haikal menatap Sasya yang cantik dengan balutan baju tidurnya. “Apa liat-liat! Jangan harap kamu bisa menyentuh saya seujung jari pun!” bentak Sasya sambil menatap Haikal dengan tajam. Haikal menarik nafas dalam-dalam, entah mimpi apa dia semalam, hari ini dia jadi suami perempuan galak di hadapannya ini. “Astagfirullah,” ucap Haikal yang menyadari pikirannya yang merasakan penyesalan karna sudah menikahi Sasya yang sama sekali tidak mencintainya. “Hih, belum juga apa-apa sudah berpikiran m***m, dasar lelaki mata keranjang!” cebik Sasya yang langsung tidur di tempat tidurnya. Haikal mendekat ke arah tempat tidur. “Hei, kamu mau ngapain? Jangan sentuh tempat tidur ini, kalau kamu berani naik ke tempat tidur ini, aku lempar pakai vas bunga ini!” ucap Sasya lagi. “Saya ingin tidur, jadi saya harus tidur di mana?” tanya Haikal yang tidak marah diperlakukan kasar oleh Sasya. “Noh!” jawab Sasya sambil menunjuk ke arah sofa, “Tidur di sana dan jangan ganggu saya, kamu tahu kan, kita menikah hanya karna kakek, bukan karna aku cinta sama kamu!” lanjut Sasya lagi yang langsung menutup tubuhnya dengan selimut tebalnya. Haikal menatap sofa yang ditunjuk oleh Sasya, tapi sebelum merebahkan tubuhnya di sofa, Haikal pergi ke kamar mandi mengambil wudhu untuk menunaikan Shalat Isya. Setelah mengambil air wudhu Haikal mendekati Sasya yang sudah tidur. “Dek, bangun dulu, kita Shalat Isya,” panggil Haikal sambil menepuk-nepuk selimut Sasya bagian kepalanya. “Apaan sih?! Sholat sendiri, tidak usah ngajak-ngajak!” teriak Sasya dengan kasar membuat Haikal menghela nafas dengan kecewa. “Kalau Dek Sasya tidak Shalat, nanti masuk neraka,” ucap Haikal lagi membuat Sasya gerah mendengar ceramah Haikal. “Ah!” Sasya bangun dan menyibakkan selimutnya dengan geram. Haikal sedikit lega melihat Sasya yang bangun. Sasya menatap Haikal dengan tajam dan pergi keluar dari kamar membuat Haikal melongo, Haikal pikir Sasya akan ikut Shalat bersama dengannya, ternyata perkiraannya salah, Sasya malah bangun dan pergi meninggalkan Haikal sendiri di dalam kamar. Haikal Shalat sendiri dengan alas seadanya, karna dia tidak bawa sajadah untuk persiapannya, sedangkan Sasya pergi menemui mama dan papanya di kamar. “Ma, Pa, laki itu resek banget,” gerutu Sasya dengan wajah ngambek pada orang tuanya. “Ada apa lagi Sayang?” tanya mamanya Sasya. “Itu lakinya sok alim banget, Sasya yang sudah tidur masak di bangunin lagi untuk Shalat,” rengek Sasya pada mamanya. “Loh, bagus itu kalau dia mengajak kamu Shalat, Papa juga sering mengajak kamu Shalat, tapi mama kamu selalu banyak alasan,” jawab Papanya Sasya yang memang sering Shalat, tapi dia tidak mampu mengajak mamanya Sasya untuk rajin Shalat sepertinya. Mamanya Sasya mencebik suaminya karna ngomongin dirinya, lalu dia lanjut berbicara dengan Sasya tanpa peduli padanya lagi. “Kan mama sudah bilang, kamu baik-baikin dulu laki itu sampai kakek beliin kalian rumah atau apartemen, baru deh kamu beraksi,” ucap Mamanya Sasya memberi saran. “Iya deh, tapi Sasya malam ini tidur di sini ya, Sasya malas dekat-dekat sama lelaki itu apalagi satu ruangan sama dia, bisa-bisa Sasya ketularan virus kampungan dari dia,” jawab Sasya dengan ekspresi jijik. “Jangan bodoh kamu, kalau kakek kamu lihat bagaimana? Kamu mau kakek kamu mencabut semua warisan kakek kamu yang akan diberikan untuk kamu?” tanya mamanya melotot tajam. “Iya deh iya, Sasya masuk ke kamar, malas banget sih, kenapa hidup Sasya harus seperti ini,” gerutu Sasya dengan ngambek. “Sudah, besok pagi kamu minta rumah sama kakek secepatnya, bilang kalau kalian ingin hidup mandiri,” jawab mamanya mengajari Sasya. “Iya, Sasya malas banget harus tidur satu kamar sama lelaki kampungan seperti dia, ya sudah Sasya masuk kamar dulu ya,” pamit Sasya. Sasya kembali masuk ke dalam kamarnya, Haikal sedang berzikir, dia menggunakan jemarinya untuk menjumlahkan bilangan zikirnya. Sasya langsung merebahkan tubuhnya di kasur sambil menyelimuti tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Haikal menarik nafas kecewa melihat Sasya yang tidak Shalat. Setelah selesai berzikir, Haikal naik ke sofa dan merebahkan tubuhnya di sana. Keesokan pagi. Haikal bangun lebih dulu dan langsung mengambil wudhu. “Sasya, bangun Shalat subuh yuk,” ucap Haikal membangunkan Sasya. Sasya tidak bergerak dan masih tidur, Haikal kembali membangunkannya. “Apaan sih?!” bentak Sasya dengan geram. “Kita Shalat subuh yuk, udah masuk waktu subuh,” ajak Haikal. “Lu aja yang Sholat, kan lu alim, gua tidak alim!” teriak Sasya dan kembali menyelimuti tubuhnya hingga kepala. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD