Bom Besar

1316 Words
Setelah insiden pesan Abel yang tidak terbalas beberapa hari yang lalu, ia tidak berani untuk mengirim pesan lagi kepada sang dosen pembimbing. Abel sudah menyiapkan mental jika nanti dosen pembimbingnya berganti, atau malah Pak Edgar mengundurkan diri dalam membimbing dirinya ke jalan kebaikan. Abel pasrah karena memang ia sudah bersikap kurang ajar. Jika sang Mama tahu sudah habis dirinya di libas dengan linggis. Abel rasanya ingin menangis keras. Ia belum berani untuk melakukan bimbingan lagi, lebih tepatnya Abel belum berniat untuk bertemu dengan sang dosen. Biarlah ia mengintropeksi diri dan menenangkan diri sejenak. Siapa yang tidak bahagia jika weekend datang? Hayo siapa. Jawabannya Tidak akan ada kecuali bagi mereka yang gila kerja.  Abel menjadi salah satunya yang bahagia, ia sudah lama merindukan untuk berada di dalam kamar seharian suntuk. Seperti sekarang setelah shalat subuh, Abel memilih untuk tidur kembali. Balas dendam karena sudah sering begadang. Gaya tidur Abel sangat tidak etis, lihat saja mulutnya terbuka sedikit dan ada air terjun yang mengalir dari mulut tersebut sehingga terbuat lah peta di permukaan bantal. Kakinya sudah berpindah posisi kemana-mana. Ditambah bantal guling dan juga boneka yang sudah berada di lantai.  Abel jelas saja tidak sadar, ini hanya menjadi rahasia. Sedang fokus dalam alam mimpi, tubuh Abel diguncang dengan sangat hebat. Bahkan tubuhnya bisa mendeteksi ada gempa yang terjadi. "Bangun Abel!!!" Abel tahu sang Mama yang menggoyang-goyang tubuhnya, ia langsung membuka mata. Kepalanya masing linglung. Abel langsung terduduk, wajahnya masih kusam. Rambut acak-acakan, kotoran melekat di sisi tepi matanya serta iler yang masing bertengger cantik dagu,  ia langsung mengusapnya. "Ada gempa ya Ma?" tanya Abel melihat benda-benda di sekitarnya. Pandangannya masih bergoyang-goyang. "Iya gempa, Kamu ko-" "Akhh Gempaaa. Ayo Ma keluar. Jilbab aku mana lagi," potong Abel langsung. Ia sibuk mencari jilbabnya yang entah kemana-mana. Tanpa pikir panjang Abel langsung menarik selimut yang dijadikan sebagai penutup kepalanya dan langsung bergegas keluar kamar. Bahkan Abel tidak membiarkan Mamanya selesai berbicara terlebih dahulu. "Ayoooo Ma, gempaaaa ini!!!" teriak Abel seperti cacing kepanasan. "Abellll," panggil Mama mencoba menghentikan tingkah aktif sang anak. Belum sampai keluar rumah, masih berada di ruang tamu. Kaki Abel malah melemah, apa-apaan matanya ini. Abel mengusap-ngusap matanya, "Bucin banget dah gue ini. Masa ngeliat Bapak dingin di rumah." Abel tertawa nyaring, ia langsung keluar rumah tanpa menghiraukan apa yang ia lihat. "Ma ada gempa, keluar dulu." Abel sudah kelinglungan, ini ada gempa kok nggak ada yang sibuk? "Abel, siapa yang bilang ada gempa?" "Tadi Mama bilang gempa," jawab Abel tanpa sadar. Eh tunggu? Abel seperti mendengar suara merdu yang selalu membuat ia tidak tidur karena selalu kena di semprot oleh suara itu. Ha? Abel benar-benar tidak sehat. Bulu kuduk Abel merinding, bahkan suara sang dosen sampai masuk ke dalam telinganya. Sebaiknya Abel segera memeriksa kondisi fisiknya ke dokter spesialis THT. Abel langsung menghentikan langkah kakinya dan berbalik. Bahkan ia lupa dengan kata gempa yang ia deklarasikan tadi dengan semangat. "Mama di rumah kita ada hantuuuu!!!" teriak Abel histeris. Lebih histeris daripada ia bilang ada gempa. Mama langsung memencet hidung sang anak agar segera sadar, "Hantu dari mana?" "Mama bisa liat nggak? Itu di sana ada hantu yang mirip sama Dosen pembimbing Abel. Serem banget lagi." Abel menunjuk ke arah yang katanya hantu tersebut. Sedangkan Mama memijit pelipisnya dan tersenyum canggung. "Cuci muka sana, malu-maluin aja Nak. Itu memang dosen kamu." Mama merasa tidak enak hati, apalagi tingkah Abel sangat-sangat memalukan. Bamm, Bom besar langsung menghujam hati, pikiran dan seluruh organ tubuh Abel. Ia tidak dapat berkata apa-apa. Bibirnya kelu, kakinya bergetar hebat, dadanya bergemuruh. Bahkan lantai yang diinjak seperti menelannya hidup-hidup. Abel segera menutup wajahnya dengan selimut yang ia bawa dan langsung berlari ke dalam kamar. "Aduh Maaf ya Pak, " ujar Mama Abel tersenyum masam. Abel masih bisa mendengarkan permintaan maaf sang Mama walaupun samar-samar. "Iya nggak apa-apa kok Bu." Abel sampai di dalam kamar, ia bahkan hampir terjatuh karena menginjak selimutnya. Ia langsung menutup pintunya dengan rapat, "Nggak mungkinlah kan. Ah mana mungkin." Abel sudah seperti orang kehilangan daya hidup, "Nggak mungkinnnnnn!!!!" "Masa iya tu dosen ke rumah gue, mata sama telinga gue pasti salah." Abel mengucek-ngucek matanya. Ia bahkan mencubit lengannya untuk memastikan bahwa ia berada di alam mimpi atau tidak. "Auuuu," ringis Abel kesakitan. Sakit itu menjadi jawaban bahwa ia tidak sedang bermimpi. Jadi semuanya adalah kenyataan yang menyakitkan sekaligus membingungkan. Abel melihat dari ujung kaki sampai ujung rambut pada kaca besar yang memang ada di dalam kamarnya. Iris hitam menajam. Otor wajahnya menegang. Apa yang ia lihat di kaca adalah gambaran nyata dirinya. Kucel, hancur dan memalukan. "Akhhhhhhh, " teriaknya keras. Tolong siapapun juga untuk menenggelamkan Abel di rawa-rawa. Abel sudah tidak punya muka lagi bertemu dosennya itu. Ia tergeletak di lantai seperti cacing kepanasan. Merutuki kelakuan gila yang ia lakukan. Lihat saja penampilan Abel sangat hancur sekali, apalagi wajahnya kusam bernoda. Siapapun orang pasti akan jijik melihat Abel. Hancur sudah, niat hati ingin menjadi istri si bapak dingin malah tidak akan bisa. Sebenarnya juga tidak bisa walaupun si Bapak tidak melihatnya hari ini. Mulai detik ini, Abel tidak akan tidur lagi setelah shalat subuh. Nanti jodohnya tidak datang-datang karena dipatok ayam. Abel masih berguling-guling di lantai dengan tangan yang menggaruk kepalanya. Tetapi tunggu dulu, ada yang tidak beres sepertinya. Abel langsung terduduk, ia menenangkan diri agar bisa berpikir rasional. Butuh beberapa detik, Abel bisa waras kembali. kenapa sang Mama tidak memanggil Abel untuk segera menemui sang dosen? Ada apa ini? Apa mungkin Pak Edgar memberitahu bagaimana buruknya sikap Abel selama ini? Habislah Abel, ternyata ini Bom besar yang ingin dikirim sang dosen. Sama sekali tidak terpikir oleh Abel, terlintas saja tidak. "Tenang Abel, lo harus tenang. Lo nggak bisa marah!" Abel terus mengeluarkan kata-kata semangat agar dirinya bisa sedikit rilex. Bagaimana pun ini konsekuen dari tindakan beberapa hari yang lalu. Tidak bisakah waktu diputar kembali? Abel ingin menghantukkan kepalanya ke dinding sekarang. Kalau perlu ia amnesia mendadak tetapi hanya sementara. Ingat hanya sementara sampai sang dosen tidak bertemu dengannya lagi atau sampai proses bimbingan selesai. Pikiran Abel mulai gila. Tolong lah waras sedikit!!! Abel menangis seperti anak kecil. Ia segera mencari ponselnya. Mengirim pesan kepada sang Bapak, bermaksud membujuk dan meminta maaf agar tidak memberitahu kejahatan berencana yang ia lakukan kepada sang Mama. Abel : Pak, Maaf banget Pak atas kesalahan saya beberapa hari yang lalu. Mohon Pak jangan kasih tahu Mama saya. Bapak saya bakalan lakuin apa aja yang Bapak mau. Ganti pembimbing pun nggak masalah. Abel : Pak saya tahu diri saya udah kelewat batas. Jangan kasih tahu Mama Pak. Nanti saya ditelan hidup-hidup (Emot nangis bercampur love) Aduhh!!! Bisa-bisanya Abel teledor begini. Ia malah mengirim emot love. Abel langsung mengetik pesan permintaan maaf. Abel : Aduh saya salah emot pak, maaf pak. Saya bener bener minta maaf. Bapak..... Tolong (Emot sedih 20 buah) Tidak ada balasan sama sekali. Padahal sudah ceklis dua dan berwarna biru yang berarti sudah dibaca. Diri Abel sudah tidak tertolong lagi. Abel sudah pasrah, dirinya akan menghadapi kenyataan hidup. Ia tidak bisa bersembunyi, berlari bahkan menghilang lagi. Ting Suara notif langsung membuat Abel mengambil ponselnya. Pak Edgar : Saya akan memaafkan kamu, sekarang mandi dan langsung temui saya. Abel sudah mengganti nama sang Bapak di kontak smartphonenya. Ia tidak mau berbuat masalah lagi. Sejak saat ia meminta maaf tetapi tidak di balas di sanalah Abel mengganti kontak si Bapak. Abel mengirimi langsung membalas pesan sang dosen dengan buru-buru. Abel : Bapak belum bilang yang macam-macam sama Mama saya kan? Pak Edgar : Saya tidak tahu, jika kamu tidak keluar menemui saya dalam waktu 10 menit. Menurut kamu apa yang saya akan lakukan? Double kill, Pak Edgar tidak pernah main-main dalam perkataannya. Abel : Iya pak, saya bakalan keluar. Jangan kasih tahu Mama. Saya mohon!!! Pak Edgar : Baik, iler kamu jangan lupa dibersihkan Haaaaaa? Abel tidak punya muka lagi. Ia sangat-sangat malu sekali.  Sebelum larut dalam pikiran sendiri, Abel memilih untuk segera mandi. Bisa-bisa sang dosen membongkar kedok buruknya selama di kampus dengan sang Mama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD