Penetapan Tanggal dan Mahar yang Unik

2146 Words
Selepas puas menarikan penanya dengan indah di sebuah lembaran kertas putih, ia bergegas mandi dan keluar kamar sebab pagi ini ada janji bersama Ali ke makam ayah. Kali ini harus terjadi, sebab Ali sudah terlalu banyak janji sebelumnya bahwa akan menemui ayah namun semuanya tidak ada yang kesampaian. Mandi selesai, beberes selesai, Mita keluar kamar dengan pakaian yang sederhana. Gadis mungil itu kadang masih sering memakai celana jeans jika kemana-kemana, dan belum sepenuhnya memakai pakaian yang serba kebesaran. Ia keluar kamar dan langsung menuju dapur untuk sarapan bersama. Ali langsung melihat dan memandangnya dari atas hingga bawah lalu menggelengkan kepalanya. Mita menaikkan satu alisnya, mengapa lelaki itu melihat ke arahnya seperti itu, apakah ada yang salah dengan pakaian yang dikenakan? Aneh sekali tanggapannya diluar dugaan Mita, lelaki lain yang melihatnya seperti ini pasti akan memujinya habis-habisan, berbeda sekali dengan lelaki yang berada di hadapannya. Ia segera duduk dan tak memperdulikan tatapan Ali yang seperti itu, ia makan dengan asiknya dan kaki nangkring ke atas. Mita sedang berusaha memperlihatkan kebiasaan buruknya agar nanti kelak jika mereka berjodoh, Ali tidak terkejut dengan kebiasaan buruk Mita yang seperti ini. Dia ini gadis yang cantik, mungil tapi ada kalanya ia seperti gadis yang bar-bar. Selama ini Ayah dan Bundanya yang mengerem perilakunya agar tidak kebablasan baik dari ucapan dan juga perbuatan. "Mita, kakinya!" tegur Kak Anjani. Bunda hanya diam saja dengan kelakuan anaknya itu, ia paham sekali anak gadisnya sedang menguji sikap lelaki yang kelak akan menjadi suaminya itu. "Kenapa sih, Kak! Mita 'kan sudah biasa makan seperti ini! Jangan ganggu kenikmatan Mita, ah!" pekiknya kesal. Kak Anjani hanya menggelengkan kepalanya saja melihat adik satu-satunya bersikap seperti itu. Mereka melanjutkan makan lagi dan tak ada yang bersuara lagi kali ini. Mereka harus selalu mengingat aturan yang sudah Ayah terapkan selama ini. Selesai makan, Mita dan Ali prepare untuk ke makam Ayah. Kebetulan makamnya tidak jauh dari rumah jadi mereka lebih memilih untuk jalan kaki sekalian cari udara pagi hari yang segar ini. Mereka jalan beriringan tanpa bersuara, mereka terlalu sibuk dengan pikirannya masing-masing. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, namun benar-benar tak ada obrolan dan canda tawa di perjalanan mereka ke makam. Sesampainya di depan makam ayah, lutut Mita terasa lemas sekali, pertahannya roboh kembali. Ia memeluk nisan ayahnya, sekarang tak bisa lagi membelai rambut ayah dan hanya bisa membelai juga memeluk nisannya. Ali mulai berdoa dan Mita ikut mengaamiinkan. "Ayah, Ali minta maaf karena baru sempat kesini. Seharusnya Ali datang dalam beberapa waktu belakangan, tetapi kesibukan membuat Ali lupa akan janji berkunjung menemui keluarga Ayah." "Bismillah, Ayah, Ali meminta izin dan memohon doa restu untuk melamar anak Ayah yang bernama Aurora Sasmita untuk dijadikan Istri dan Ibu dari anak-anak Ali kelak. Semoga Ayah melihat kedatangan kami dan mendengar permintaan Ali. Walaupun sekarang Ayah tak lagi bersama kami semua di sini, Ali benar-benar memohon izin ayah dan berharap ayah sudah ikhlas dan ridho anaknya dinikahi." "Sekali lagi, maafkan Ali yang terlambat kesini ayah. Ali janji akan membahagiakan Mita seperti Ayah membahagiakannya." Membahagiakan dalam kesakitan, kesulitan, mati rasa dan segala sesuatu yang menyakitkan nantinya akan ia terima, itu adalah janji Imam Hamdali, lanjutnya dalam hati. Ali mengecup kedua nisan sang Ayah dan memeluknya. Mita masih menangis tergugur dengan bahu yang bergetar hebat, Ali hanya menggelengkan kepalanya saja. Ia tak menyangka Mita akan sekacau ini ketika kehilangan Ayahnya, sosok Ayah benar-benar sangat membuat Mita rapuh. Gadis kecil yang ceria kali ini seperti tubuh yang tak bernyawa, raganya terlihat kuat namun jiwanya terguncang luar biasa hebatnya. Lelaki itu mencoba membuat Mita bangkit agar tidak terlalu lama bersedih di depan makam sang ayah dan mengajaknya untuk pulang ke rumah. Namun tubuh Mita sangatlah lemah, ia hampir pingsan dan membuat Ali bingung. Jadi, Ali memapahnya mencari becak, mereka berdua naik becak motor sampai rumah. *** Sudah tiga hari Ali menginap dirumah, tidak banyak obrolan mereka karena Mita terlalu banyak diam dan melamun. Kondisinya belum stabil dan semua keluarga masih merasakan duka yang mendalam. Ali meminta izin untuk kembali ke Bogor mengingat masa cutinya sudah habis. Ia tak sempat berpamitan dengan Mita dan hanya berpamitan pada Bunda. Sebab, sejak pagi Mita belum juga keluar kamarnya dan mungkin memang sedang tidak ingin diganggu. Ali melangkahkan kakinya keluar dari rumah Mita, tanpa ia sadari gadis kecilnya itu memandang nanar kepergiannya melalui jendela kamar. Ia berdiri menyandarkan tubuhnya di tembok putih yang langsung berhubungan dengan balkon, ia menatap keluar menyaksikan Ali pergi dengan langkah kaki yang mantap. Mita menyeka bulir kristal yang sejak tadi jatuh membasahi pipinya, ia kembali ke atas ranjang dan membanting tubuh mungilnya, lalu memejamkan matanya. Mengistirahatkan jiwa, raga, hati dan pikirannya. Seminggu berlalu, kepergian ayah yang memberikan luka basah masih tetap basah namun kesedihannya sudah mulai berkurang tidak seperti beberapa hari yang lalu. Saat ini kesedihan mereka tertutup dengan sebuah kebahagiaan yang hadir dari Kak Anjani dan Mas Rizky. Pagi itu, selepas sholat subuh, terdengar sebuah teriakan luar biasa dari kamar Kak Anjani. Mita langsung berlari ke kamarnya sebab takut terjadi sesuatu pada sang kakak. "Kak, ada apa?" "Dik, tolong panggilan Ibu Bidan Erika di ujung perumahan komplek belakang kita. Sepertinya Anjani akan melahirkan," ucap Mas Rizky panik namun berusaha tetap tenang. Disitu sudah ada Bunda yang berusaha menenangkan Kak Anjani. Mita mengangguk patuh dan langsung keluar menuju rumah Bidan Erika sekaligus membawanya ikut ke rumah untuk membantu Kak Anjani persalinan. Cukup lama juga prosesnya, karena pembukaan belum lengkap jadi BuBidan bolak-balik rumah karena menunggu pembukaan yang cukup lama. Seharian penuh sekali drama, namun bayi belum juga ingin keluar. Saat selepas adzan maghrib, Kak Anjani kembali merasakan kontraksi yang luar biasa, BuBidan kembali dihubungi untuk ke rumah dan benar saja pembukaan sudah lengkap, Kak Anjani di bantu untuk melahirkan. Mita selalu berada di samping Kakaknya, ia menyemangati dan membelai lembut rambut sang Kakak. Mas Rizky berada diluar karena tak sanggup mendengar teriakan dan juga darah. Ia akan mendadak pingsan juga sudah melihat darah berceceran. Alhamdulillah akhirnya Kak Anjani melahirkan bayi laki-laki. Bayi dibersihkan dan diserahkan Mas Rizky untuk di adzankan. Setelah itu diberi nama yang sangat indah Saka Adi Wibawa harapan luar biasa agar tercetak dalam diri Saka. Mereka semua menangis, namun saat ini tangisnya berbeda, tangis bahagia dan haru karena Saka hadir di waktu yang tepat mengobati sebuah rasa sakit dan luka karena sebuah kehilangan. Hidup mereka semua perlahan mulai bangkit karena adanya anggota baru yang mungil dan tampan. Saka seperti obat penyembuh bagi luka yang mereka derita dalam hampir dua bulan belakangan. Mita sekarang juga disibukkan dengan kegiatan positif, ia diterima mengajar di salah satu sekolah dasar. Mita merasa membutuhkan banyak uang untuk kelangsungan kuliahnya ke depan, ia tak ingin merepotkan keluarganya sebab sekarang sudah tak ada lagi yang menanggung biaya kuliah kecuali dirinya sendiri. Beberapa bulan kemudian setelah kepergian Ayah dan kedatangan Saka ke dunia. Ali datang ke rumah dengan sebuah niatan baik, ia datang untuk melamar Mita. Namun, anehnya ia hanya datang sendiri entah apa sebabnya namun mereka berusaha mengerti karena Emak Juleha yang sibuk dengan usahanya. Ali meminta kepada Keluarga agar prosesnya dipercepat, karena menurutnya niat baik lebih cepat lebih baik dilaksanakan agar tidak menciptakan sebuah fitnah dari mulut tetangga karena terlalu lama menunggu. Alasan yang ia berikan pada keluarga cukup masuk akal sekali. Dan juga mereka semua tidak mau terlalu berlarut-larut dalam kesedihan, lagipula saat ini mereka sudah sangat disibukkan dengan kehadiran Saka dan harus lebih sibuk lagi untuk sebuah pernikahan Mita. Kedatangan Ali disambut baik dan lamarannya juga diterima dengan baik. Setelah proses lamaran tersebut, Ali kembali lagi ke Bogor karena ia tak menggunakan hak cutinya. Semua keluarga bahagia karena sebentar lagi Mita akan menikah. Semua persiapan mereka berikan yang terbaik untuk Mita. Dua minggu setelah lamaran, Ali menghubungi Mita dan memberitahu bahwa acaranya Walimahan saja karena sesungguhnya biaya terberat adalah setelah menikah. Mita mencoba mengerti dan menyambungkan niat kami pada keluarga bahwa hanya akan ada acara walimahan saja. Namun tanggapan Mas Rizky diluar dugaan, ia tak terima dan tak setuju apabila pernikahan adiknya tidak seperti pernikahan dirinya dengan Anjani yang begitu mewah. "Mas, sudahlah Mita tak masalah jika hanya walimahan saja yang terpenting adalah sahnya. Toh kehidupan bukan hanya saat sehari ini saja, namun setelah hari menikahnya yang menjadi patokan kehidupan bisa lebih baik atau tidak." "Tapi Dik, Mas sudah terlanjur janji pada Ayah untuk membuat pernikahanmu yang baik dan indah." "Mas, dulu Ayah pernah bilang jangan menyulitkan calon suamimu karena apa yang diberi itulah kemampuannya jadi lebih baik diterima dengan ikhlas hati daripada meminta lebih yang nantinya berujung pada kesalahpahaman terus-menerus kedepannya." "Jadi, Mita tidak apa-apa Mas kalau memang tak diadakan resepsi. Kemarin Mita sudah ditransfer uang lima juta sama Ali untuk semua persiapan walimahan, insha Allah Mita ikhlas dan ridho, Mas. Lagipula, jika mau di adakan acara besar uang darimana Mas? Mita tak punya uang banyak dan kalian tau sendiri Mita baru saja masuk sebagai guru honorer beberapa bulan lalu untuk menyambung kepentingan kuliah dan mencari hiburan agar tidak terlalu terpuruk karena kehilangan Ayah. Jadi sudahlah Mas, tidak usah dipermasalahkan acara resepsinya." "Dik, begini saja pakailah uang sertifikasi Kakak. Alhamdulillah uang sertifikasi kakak untuk pertama kalinya cair dan bisa dipakai olehmu semua. Nanti Kakak transfer ke rekeningmu ya," ucap Kak Anjani memberikan jalan keluar. Sungguh, Mita tak tau harus berkata apalagi, wajahnya sendu dan tanpa terasa ia menangis kembali karena kasih sayang keluarganya sangatlah luar biasa. Ia memeluk Kak Anjani dengan sangat erat, pemandangan Kakak beradik yang saling menyayangi dan mencintai membuat hati Bunda terenyuh. Ayah, lihatlah kedua putri kita yang sudah dewasa ini. Mereka terlihat saling menyayangi dan mencintai, saling membantu satu sama lainnya. Bahagialah dirimu Ayah karena memiliki anak-anak yang sangat luar biasa ini. Bunda disini akan selalu mendoakan Ayah dan menjaga anak-anak kita, ucap Bunda dalam hati. Mita sangat berterimakasih sekali pada Kak Anjani, ia pun memberitahu Ali bahwa rezeki dari Gusti Allah datang tiba-tiba melalui Kak Anjani. Mita menceritakan bahwa Kak Anjani akan memberikan uang sertifikasi pertamanya untuk biaya pernikahan mereka. Ali mengucap syukur dan banyak terimakasih pada Kak Anjani. Lalu, ia berkata nanti uang amplopnya diberikan pada Bunda dan Kak Anjani karena itu adalah hak mereka, Mita setuju dengan Ali dan mengiyakan ucapan Ali. *** Setelah perdebatan kemarin yang berujung baik dan sudah ditetapkan untuk tanggal pernikahan mengambil tanggal 24 Februari 2010 namun, lagi-lagi Mas Rizky tak setuju dan lebih baik dimajukan tanggal 14 Februari 2010. Akhirnya mereka semua sepakat mengadakan pernikahan pada tanggal 14 Februari 2010 dan Mita mulai mengurus semua persiapan pernikahannya. Kak Anjani disibukkan dengan anak bayinya dan Mas Rizky ada kerjaan yang mengharuskan dirinya keluar kota, Bunda tak mungkin disusahkan untuk semua urusan ini, jadi Mita dengan keterbatasan pengetahuan dan mengandalkan pengetahuan dari pernikahan Kak Anjani ia mengurus semuanya sendiri. Kali ini, Mita hanya modal nekat dan mengingat-ingat apa saja dulu keperluan yang Kak Anjani butuhkan saat menikah. Dengan penuh kebingungan ia melangkah pasti mencari semuanya sendiri, dari mulai salon, catering dan lainnya. Ia saat ini sedang merasa sendiri tapi mau bagaimana lagi, untuk beberapa saat ini memang harus mengurus semuanya sendirian. Kak Anjani selalu menanyakan apakah semua persiapannya berjalan lancar dan dijawab oleh Mita dengan yakin bahwa semuanya lancar, hanya dengan jawaban seperti itu membuat Bunda dan Kak Anjani tenang, tersenyum bahagia. Mita merasa, ia tak boleh membuat kedua wanita terhebatnya itu kepikiran dengan sesuatu hal yang dapat Mita kerjakan sendiri. Pagi ini Ali menelpon menanyakan barang-barang dan ukuran yang saya perlukan seperti pakaian dalam, sepatu dan juga lainnya. Sebenarnya, Mita merasa malu saat memberitahu Ali ukuran pakaian dalamnya namun bagaimana lagi memang sudah seharusnya lelaki itu. Dengan menahan malu, Mita mengetik semua apa yang diperlukan termasuk ukuran pakaian dalamnya. Gadis itu memberitahu seperlunya saja karena ia merasa tidak ingin memberatkan calon suaminya jika memberikan apa yang dibutuhkan terlalu banyak. Setelah urusan seserahan selesai, sekarang Ali mengajukan pertanyaan untuk mahar, Mita menginginkan Dinar (logam emas) atau Dirham (logam perak). Dulu, Mita bercita-cita ingin diberikan seperangkat perhiasan emas saat ia bercerita pada almarhum Ayah, namun ucapannya ditepis oleh sang Ayah. Menurut almarhum Ayahnya, janganlah memberatkan mahar pada laki-laki karena mahar yang diberi adalah kemampuannya kelak menafkahimu. Dari mulai situ pemikiran Mita berubah dan amanah ayahnya akan selalu diingat sepanjang masa, ia benar-benar tak ingin memberatkan mahar yang diberikan suami. "Mohon maaf, bolehkan aku bertanya?" "Silahkan, apa pertanyaanmu gadis kecil?" "Memang kalau dinar berapa rupiah sekarang? "Satu dinar sama beratnya dengan empat gram lebih emas dan satu dirham sama beratnya dengan empat gram lebih perak. Untuk harganya, dinar saat ini sedang mencapai satu juta dua ratus sedangkan dirham hanya sekitar lima belas ribuan saja." "Ya sudah kalau begitu, dirham saja dan terserah Om akan memberikan berapa gram," ucap Mita yakin dan memang panggilan mereka belum berubah. "Alhamdulillah, baiklah kalau begitu. Karena kita menikah tanggal 14 Februari, maka aku akan memberikan 14 gram dirham untuk mahar." "Alhamdulillah, Mita terima Om," ucap Mita yakin, ia menerimanya karena menurut gadis itu mahar dengan dirham itu jarang dan juga unik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD