Bab 2

1114 Words
Meski Ranaya lebih tua tiga tahun, Galen tidak pernah memanggilnya Kakak. Entah apa alasannya, yang jelas Galen lebih suka memanggilnya Nay atau Naya saja. Awal perkenalan mereka, saat Andre membawa Galen ke rumahnya hampir tiga tahun lalu dan sejak saat itu mereka sering hang out bertiga. "Kuy, kapan jalan bertiga lagi, udah lama nggak main," celetuk Andre saat mereka tengah bersantai di ruang TV, lebih tepatnya hanya Andre dan Ranaya yang bersantai, sementara Galen sibuk mengerjakan tugas Ranaya. Ranaya melempar wajah adiknya dengan bantal sofa. "Yang ada Billa malah tambah ngamuk, makin beranggapan gue emang pacaran Sama Galen." "Santuy dong, jadi cewek nggak ada kalem-kalemnya." Galen mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke wajah Ranaya. "Benar kata Naya, tuh." "Kan udah jadi mantan. Ngapain masih mikir dia?" Galen langsung menyentil dahi Andre dengan gemas. "Gue lagi berusaha balikan sama Billa, Ndre." "Gue kasih tahu, Gal. Balikan sama mantan itu b**o, jangan pungut lagi barang bekas karena harganya udah turun atau bahkan udah nggak ternilai." Ucapan Andre sukses menohok hati Galen, tapi hal itu tidak membuat Galen mengubah pendiriannya untuk mendapatkan kembali hati Billa. "Makasih buat sarannya, tapi gue cinta sama dia. Cinta butuh perjuangannya." "Gal, kalau lo cuma mau Billa, mending nggak usah nikah sekalian," ujar Ranaya. Galen bangkit meletakkan laptop yang di pangkuannya ke atas meja, kemudian dia berdiri dari sofa. "Gue usaha sendiri aja." Kemudian berjalan keluar rumah. ♡♡♡ Galen memecah jalanan Ibu Kota menuju rumah Billa, ia bertekad akan merebut hatinya Billa dengan caranya sendiri, meski Ranaya tidak ingin membantunya. Galen percaya satu hal; usaha tidak akan mengkhianati hasil. Setelah sampai di depan pagar yang menjulang tinggi, Galen memarkirkan motornya lalu melepas helm fulle face-nya dan segera turun. Kemudian ia berjalan ke arah gerbang dan memencet bel, sesaat setelah itu muncul satpam yang membuka pintunya. "Billanya ada, Pak?" "Ada, Mas. Silakan masuk." "Pak, jagain motor saya." "Siap." Setelah itu Galen masuk ke dalam pelataran rumah dan berpapasan dengan Mamanya Billa yang sedang menyiram tanaman. "Galen, mau ketemu Billa?" "Iya, Tan." "Masuk aja, dia lagi nonton TV." "Siap, Tan. Galen masuk dulu." Galen memang sudah sering keluar masuk rumah ini sejak pacaran dengan Billa, rumah mewah yang elegan. Terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga yang serba berkecupan, membuat Billa tumbuh menjadi gadis yang selalu mendapatkan apa yang dia mau. "Bil ... " Mendengar namanya, Billa menoleh dan melihat Galen yang sedang berdiri dengan wajah yang dihiasi senyuman. Dulu, senyuman itu yang paling dirindukan oleh Billa, tapi sekarang untuk melihat pun enggan rasanya. Billa tersenyum kecut, lalu berdiri dari tempat duduknya. "Ada apa?" Galen berjalan menghampiri Billa. "Bil, aku kangen." Dia berusaha meraih jemari Billa, namun langsung dihempas oleh cewek itu. "Bil, kamu harus percaya. Aku sama sama Naya nggak ada apa-apa. Aku cuma sayang kamu." "Gue benci lo sering jalan sama Naya, satu tahun gue berusaha nahan kekesalan setiap kali lo jalan sama Naya. Sekarang kesabaran gue udah habis, gue pacar lo tapi gue nggak merasa lebih penting dari Naya." "Apa yang kamu mau?" Billa menggeleng. "Udah terlambat, Gal." "Kasih aku kesempatan, aku bakal jauhi Naya demi kamu. Bil, aku nggak mau putus." "Lo tahu 'kan, seorang putri selalu mendapatkan apa yang dia mau. Bahkan, gue bisa dapatin cowok yang seratus kali lebih dari lo." "Bil, aku cinta kamu." Tuh apa gue bilang, Billa selalu menjadi pemenangnya. "Balikan?" Galen mengangguk semangat. "Oke, tapi ada syaratnya. Yang paling utama, jauhi Naya. Blokir semua akun dia, mulai dari **, WhasApp dan Line. Nggak boleh lagi main ke rumah Andre karena peluang buat ketemu Naya jauh lebih besar." Gila aja, Andre 'kan sahabat gue dari kelas sepuluh, masa iya gue nggak boleh main ke rumahnya. Tapi demi cinta gue rela. "Antar-jemput gue sekolah, setiap gue minta tolong harus selalu siap, dan harus turuti apa yang gue minta." "Oke." "Dan terakhir, harus rela AFK dari Mobile Legend demi gue." "Waduh berat amat yang terakhir." "Deal atau nggak?" "Deal." Billa tersenyum puas, akhirnya dia berhasil membuat Galen bertekuk lutut. "Sekarang lo pulang deh, gue mau istirahat. Ntar kalau gue butuh, gue hubungi." "Aku-kamu, jangan rubah jadi lo-gue." "Iya, yaudah sana pulang." Galen mencium kening Billa. "Aku pulang, selamat istirahat." Setelah Galen menghilang dari pandangan, Billa langsung menghubungi seseorang di seberang sana. "Jadi jalan 'kan, Beb?" "Ini aku on the way." "Oke, aku siap-siap dulu." ♡♡♡ Galen baru saja sampai di pelataran rumah Billa, dan dia langsung mendapat info dari Mamanya Billa yang sedang menyiram tanaman. "Gal, Baru aja Billa berangkat." Padahal Billa sendiri yang meminta agar Galen mengantar-jemputnya, sekarang Billa malah berangkat duluan tanpa menunggu Galen. "Iya, Tan. Kalau gitu Galen pamit, ya." Galen meninggalkan rumah megah itu dengan perasaan kesal, lebih tepatnya kecewa. Tapi anehnya, seberapapun kecewanya Galen terhadap Billa, dia tidak akan pernah bisa membencinya, bahkan rasa sayang dan ingin memiliki semakin besar. Kayak mobilnya Naya, tapi masa Naya antar Billa, lagian mobil kayak gitu banyak di Jakarta. Tak jauh dari gerbang sekolah, Galen bisa melihat Billa keluar dari mobil, lalu melambaikan tangannya. "Bil," panggil Galen, saat cowok itu sudah berada di samping Billa. Billa menoleh. "Apa, Gal?" "Tadi siapa?" "Tanya nanti aja, parkir dulu motornya, kamu halangin jalan." "Naik." "Nggak usah, aku langsung ke kelas aja." Billa meninggalkan Galen yang sedang kesal, seperti tidak melakukan kesalahan sedikitpun. Setelah motornya sudah terparkir rapi, Galen langsung menuju kelas 12 IPA-2 dan mengampiri Billa yang sedang ngobrol dengan Sisil. "Bil, siapa yang antar kamu tadi?" "Orang." "Siapa, Bil?" "Teman aku." "Siapa?" "Harus banget ya aku kasih tahu siapa aja temanku? Kamu itu cuma pacar, bukan suami atau keluargaku, nggak usah lebay." Galen menghela napas berusaha mengatur emosinya agar stabil, mereka baru saja balikan dan Galen tidak ingin berantem dan akhirnya Billa minta putus. "Oke, tapi lain kali harus tunggu aku dulu, 'kan kamu sendiri yang minta aku buat antar-jemput kamu. Masa iya kamu sendiri yang langgar?" "Kamu tetap aja ke rumah, perihal aku udah berangkat atau nggak, itu urusan belakangan." Andre yang sedari tadi hanya mendengarkan perdebatan mereka, kini menghampiri Galen dan menepuk pundaknya. "Jangan mau dibegoin sama Billa, lo boleh cinta sama dia, tapi jangan sampai jadi b**o. Percuma lo sekolah dari TK, jadi b**o karena cinta." Kemudian Andre beralih menatap Billa. "Sok kecantikan lo." "Emang gue cantik." Kalau bukan karena Billa cewek, ingin rasanya Andre maki-maki, bahkan hajar sekalian wajahnya. "Untung lo cewek!" Setelah mengucapkan kalimat itu Andre kembali ke tempat duduknya dan Billa menatap dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mending kamu balik ke bangku kamu, aku lagi nggak mau diganggu." "Kamu kenapa?" "Aku bilang pergi ya pergi, Galen." Billa menenggelamkan wajahnya di atas meja dan berusaha menahan air mata yang hampir keluar. Sudah hampir dua tahun gue pendam rasa ini, dan lo nggak pernah anggap gue, dan rasa sialan ini kenapa harus tetap ada? ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD