57

1373 Words
Pagi hari, ketika Saga dan Argi sedang sarapan bubur sambil menonton televisi, Argi tiba-tiba berbicara. “Sag, sepertinya persahabatan kita cukup sampai di sini saja,” ucap Argi. “Emang lu sahabat gua? Hahaha.” Saga tertawa. “Gua serius, Sag. Mulai sekarang kita gak usah temenan lagi.” Saga langsung berubah ekspresi. “Lah, kenapa emangnya? Kenapa tiba-tiba?” “Gua mau ngejar Ayano. Kayaknya… gua suka sama dia,” ucap Argi dengan sedikit salah tingkah. Saga menatap tajam pada Argi. “Lu pasti bercanda kan, Gi? Lu kan tau sendiri, gua ini cinta mati sama Ayano,” ucap Saga dengan nada sedikit kesal. “Pengennya sih bercanda. Tapi setelah nganter Ayano naik motor kemarin, rasanya gua pengen segera memilikinya.” Saga masih kaget. Tidak percaya sahabatnya sendiri berkata begitu. “Gua emang baru kemarin ngobrol sama Ayano. Tapi gua yakin, cewek kayak Ayano lah yang selama ini gua cari. Bukan masalah fisik aja Sag, gua juga bisa lihat kalo Ayano itu cewek yang sangat baik.” Saga terdiam. Mulutnya terbata-bata. Seperti ingin bicara tapi tak sanggup. “Bukannya lu belum move on dari Gaida? Terus gimana sama Ranti?” Argi tersenyum. “Ayano adalah satu-satunya cewek yang bisa bikin gua move on dari Gaida, karena itulah dia spesial. Kalau masalah Ranti, itu gampang, gua bakal suruh dia berhenti buat jadi pacar gua.” Saga tidak membalas lagi perkataannya, dia hanya merenung sambil menatap ke bawah. “Sorry ya bro, gua mau ngejar Ayano. Mulai sekarang, kita bukan sahabat lagi, dan gua akan pindah ke kosan sendirian, terima kasih sudah menerima gua sampai saat ini.” Argi menepuk pundak Saga, lantas berkemas untuk segera pindah. Saga masih terdiam seolah dunia berhenti berputar.  “Lo juga harus berjuang, Sag!” Argi berteriak sebelum pergi meninggalkan Saga dengan motor pemberian darinya. Saga hanya mengepalkan tangan tanpa mengatakan sepatah kata pun. *** Semester baru sudah dimulai, Saga mulai masuk ke kelas lagi, tapi wajahnya begitu murung. Argi tidak ada di kelas Saga. Kabarnya, Argi pindah ke kelas Internasional. Aslinya tidak diperbolehkan karena nilai TOEFL Argi di bawah standar. Namun, Argi mengatakan ingin mengulang tes TOEFL karena di tes sebelumnya ia tidak serius. Pihak kampus langsung menyetujui karena mereka tahu Argi adalah mahasiswa teladan. “Sag. Muka lo kok lemes gitu, sih? Ada apa?” Asep menyapa Saga. “Argi mencuri Ayano dari gua.” “Apa?!” Asep terkaget. Saga akhirnya curhat pada Asep tentang masalahnya dengan Argi. “Hmmm. Gimana, ya. Si Argi juga gak salah sih menurut gua. Dia udah jujur kalo dia juga suka sama Ayano. Lebih baik gitu kan, daripada diem-diem nikung dari belakang?” Asep berpendapat. “Tapi kan gua duluan yang suka sama Ayano. Masa si Argi nikung temen sendiri.” “Ya gak bisa gitu lah, Sag. Dalam urusan cinta, semua itu adil. Selama janur kuning belum melengkung, apapun yang Argi lakuin gak bakal jadi masalah.” Saga terdiam. “Tau sendiri lah. Cowok itu kalo udah beneran cinta, ke kutub utara pun bakal dikejar. Meski harus naklukin Godzilla pun, cowok itu bakal terus berusaha. Apalagi cuman ngorbanin sahabatnya.” Asep berceramah. Saga terdiam merenung. “Si Argi pasti mikir. Ngorbanin satu temen buat dapetin satu cewek. Kenapa enggak? Toh teman dia masih banyak.” Asep menambahkan. Saga terdiam merenung sambil minum kopi. “Gua gak nyangka aja si Argi sampe kayak gitu. Kalau gua mah gak bakal berani nikung temen sendiri. Gak tega, kasihan. Mending ngalah aja,” ucap Saga. “Itu artinya si Argi bener-bener serius, Sag. Cintanya Argi ke Ayano udah ngalahin rasa setianya dia ke lu.” “Gitu, ya. Padahal kita udah temenan selama tiga tahun. Kita juga udah banyak laluin masa-masa indah dan sulit bersama. Cuma dalam satu jam aja langsung ancur. Cewek made in Japan memang hebat, ya.” Saga mengeluh. Mereka berdua terdiam. “Jadi, gua harus gimana Din?” “Gua Asep, bukan Udin.” “Eh iya, maksudnya Sep.” Asep berpikir sejenak. “Ya, lu tinggal milih aja sekarang. Nyerah ngejar Ayano dan baikan sama Argi. Atau tetep ngejar Ayano tapi musuhan sama si Argi,” kata Asep sambil menikmati tahu segitiga. “Berarti gua harus milih salah satu, ya? Pilih Argi atau Akemi?” “Siapa itu Akemi?” “Ah, maksud gua Ayano!” Kepala Saga sedang pusing sehingga sering salah menyebut nama. “Iya, Sag. Tuh, lu juga bingung kan, pilih sahabat atau cewek idaman? Si Argi juga gitu, Sag. Sekarang palingan si Argi juga lagi menderita kayak lu.” Saga terdiam merenung sambil menikmati kopi dan makan tahu segitiga. Saga dan Asep mengobrol cukup lama di kelas. Untungnya mereka minum kopi dan makan tahu segitiga yang digoreng dadakan lima ribuan gurih-gurih nyoi. Jadinya, mereka tidak kelaparan dan kehausan. *** Satu minggu sudah berlalu semenjak Argi pindah ke kelas Ayano. Saga mulai resah karena Argi sekarang lebih dekat dengan Ayano. Kesempatan Argi untuk pedekate dengan Ayano jelas lebih tinggi ketimbang dirinya sendiri. Jika sampai Ayano jatuh kepelukan Argi, Saga akan kehilangan dua orang berharga sekaligus. Sahabat dan orang yang disukai. Saga tidak ingin itu sampai terjadi. “Ah, Argi kampret!!! Kenapa juga dia nikung gua!” Saga galau sendirian di kantin. Dia sudah mengirim pesan pada Ayano, tapi hanya dibaca saja. Ayano sudah tidak pernah membalas pesan Saga lagi semenjak Argi pindah ke kelasnya. Bahkan, saat berpapasan pun, Ayano sering pura-pura tidak melihat. Hal yang mengerikan terjadi pada Saga beberapa menit kemudian. Saga melihat Argi sedang berjalan berduaan dengan Ayano sambil berpegangan tangan. Keduanya tampak bahagia. Dan saat melihat Saga, keduanya langsung melambaikan tangan. “Saga!” “Saga!” Saga yang jengkel tentu tidak menanggapi sapaan mereka, dia hanya memalingkan pandangan. Sebagai balasan atas sikap Saga yang seperti itu, Ayano dan Argi lantas berjalan mendekati Saga sambil masih berpegangan tangan. Keduanya mengambil tempat duduk di meja yang sama dengan Saga. “Saga! Lihat ke sini dong, jangan sombong gitu!” Ayano cemberut. “Iya, Sag. Kayak sama siapa aja.” Argi menambahkan. Saga akhirnya menoleh ke arah mereka berdua, keduanya masih berpegangan tangan, bahkan ditaruh di atas meja seolah sengaja ingin memamerkan. “Saga bisa kamu tebak sesuatu? Mulai sekarang saya sama Argi resmi berpacaran, loh!” Saga sudah bisa menebak, tapi tetap saja merasakan sakit di hati. “Makasih ya sudah kenalin saya sama Argi, setelah lulus kami berencana mau menikah dan langsung membuat anak.” Argi tertawa. “Ahahaha, astaga Ayano, kamu kok bersemangat banget, sih. Kita kan baru pacaran sehari, mikirnya kok udah jauh gitu.” Ayano langsung memeluk Argi dari samping. “Gapapa, soalnya aku suka banget sama kamu.” “Yaudah, mau bikin berapa anak nanti?” Ayano menghitung dengan jarinya. “Sepuluh!” Argi tertawa lagi. “Astaga, kebanyakan, lima aja cukup deh.” “Nggak mau, mau sebelas! Biar keluarganya rame!” “Lah, katanya tadi sepuluh.” “Sebelas deh, biar jadi kesebelasan sepak bola.” “Hahaha, terserah deh.” Hati Saga remuk, hancur, dia tidak pernah mengalami penderitaan semenyakitkan ini sebelumnya. Dia ingin marah-marah, mengamuk, bahkan memukul Argi, tapi dia masih berusaha menahannya. Saga lantas menatap Ayano. “Ayano, kenapa kamu milih Argi?” “Kenapa? Tentu saja karena dia tampan dan pintar! Tidak seperti Saga yang biasa-biasa saja. Argi itu spesial, sama seperti saya, jadi kami berdua sangat cocok!” Argi tertawa kecil. “Tuh, denger sendiri kan, gua sama Ayano ini emang cocok banget. Jadi sorry ya, Ayano-nya gua ambil. Dia emang lebih pantes sama gua.” Saga terdiam. “Argi, mau kissu dong!” Ayano memanyunkan bibirnya. “Eh, di sini? Ada Saga, loh.” “Gapapa, biar dia percaya kalau sekarang kita berdua udah jadi sepasang kekasih.” “Oh, begitu oke deh.” Mereka berdua hendak berciuman di depan Saga. Saga tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa tersenyum sambil menyaksikan pemandangan yang menyakitkan ini di depan matanya. Namun, sebelum bibir mereka saling menyentuh, Saga terbangun dari tidurnya. “AAAA!!!!” Saga terlonjak dari sofa. Dia dipenuhi dengan keringat. Saga menatap sekeliling, dia sedang di kontrakannya sendiri. Air mata meluncur secara perlahan membasahi pipinya, Saga masih dapat merasakan kepedihan yang dia alami di mimpinya tersebut. “Saga, kamu baik-baik saja?” Saat menoleh ke samping, ternyata Ayano sedang duduk di sofa sebelah. Dia sedang bermain dengan kucing kesayangannya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD