10

1108 Words
Kegugupan Ayano mendadak cair ketika Saga menampakkan wajahnya di depan dirinya. Dengan seenaknya, dia datang dan menaruh mangkok baksonya di antara mereka berdua. Saga bahkan makan tanpa merasa sungkan, membuat Ayano menahan tawa. “Kalian berdua lagi apa? Kelihatannya serius banget,” tanya Saga. Kevin yang sedang merayu Ayano memabatalkan niatnya dan kembali ke mode mahasiswa rajin. Dia mengajak Saga berkenalan tanpa mengulurkan tangannya. “Lu Saga kan, ya? Kenalin, gua Kevin.” “Udah tau, lu kan cukup terkenal di angkatan.” Saga menjawab asal, padahal dia baru tahu dari Jenni kemarin. “Saga, tadi kan udah makan. Kenapa makan lagi? Belum kenyang emangnya?” tanya Ayano, merasa penasaran. “Iya, aku masih lapar, tapi teman-teman udah pada mau pulang. Jadi aku makan di sini aja biar ada temennya, hehe.” Tentu saja itu semua kebohongan. Saga memaksakan diri makan bakso lagi agar bisa duduk di meja ini berlama-lama. “Hahaha, Saga lucu.” Ayano menutup mulutnya dengan punggung tangan. Melihat ekspresi Ayano yang begitu, Kevin tidak suka. Dia tidak pernah menunjukkan ekspresi itu padanya. “Kalian sudah kenal lama, ya?” Kevin bertanya lagi. “Iya, saya sama Saga teman satu kelompok. Dia yang mengajari saya Bahasa Indonesia.” Ayano menjawab dengan antusias. “Ah, enggak, aku cuma ngajarin dikit. Ayano nya emang pinter, jadi belajarnya cepat.” “Eh, enggak gitu.” Ayano tersipu malu. Sekali lagi, Kevin tidak senang melihat ekspresi Ayano yang ditunjukkannya pada Saga. Dia tidak bodoh, dia tahu kalau Ayano punya ketertarikan pada Saga. Begitupun sebaliknya. Tapi Kevin tidak ingin menyerah. Sekali dia menetapkan target, target itu harus tercapai bagaimanapun caranya. Meskipun dengan cara yang licik. “Saga, gua denger lu dapet nilai embriologi paling kecil di kelas reguler. Yakin lu bisa lulus di kampus ini?” Kevin menyerempet soal nilai rendahnya, bermaksud merendahkannya di depan Ayano. “Iya, nilai gua paling kecil di kelas. Kok lu tau, sih?” Saga terheran-heran. “Gua punya temen di kelas reguler, katanya lu dapet nilai 8 di embriologi. Itu bukan yang terkecil di kelas lagi, tapi di angkatan! Kok bisa ya ada mahasiswa sebodoh itu di kampus terkenal ini? Gua sampe ngakak.” Kevin lantas mengeluarkan tawa yang dibuat-buat. Ayano merasa tidak senang mendengarnya. Tapi dia bukan tipe orang yang menegur, sehingga akhirnya hanya diam. “Emang kenapa kalau nilai gua paling rendah seangkatan? Perlu dibahas di sini, ya?” Saga menjawab dengan santai. “Ya, enggak, gua cuma ngingetin aja. Lu harus banyak belajar, jangan sampe gak lulus gara-gara nilai lu terlalu rendah.” “Iya, iya, siap.” Kevin berdecih, merasa kesal dengan sikap tenang yang ditunjukkan Saga. Padahal dia sengaja memancing emosinya agar Saga marah-marah di sini dan kelihatan seperti orang bodoh. Di saat itu, Kevin yakin impresi Ayano pada Saga akan semakin menurun. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Ayano malah menghibur Saga. “Tidak apa-apa, Saga. Waktu SMA saya juga pernah dapat nilai biologi yang rendah. Tapi kalau belajar terus, nanti juga bakal bagus kok nilainya.” Ayano menepuk pundaknya pelan. “Kalau gitu kita belajar bareng, yuk? Asep sama Sisil pengen ngobrol sama Ayano lagi katanya.” Mendengar itu, Ayano terlihat sumringah. “Wah, iya kah?! Ayo kalau gitu! Saya juga pengen ngobrol lagi sama Sisil dan Asep.” Bukannya menghancurkan hubungan mereka berdua, Kevin malah membuat keduanya semakin akrab. Ayano dan Saga banyak mengobrol dan membuat Kevin menjadi kambing conge. “Sialan, anak ini beneran bahaya. Gua harus jauhin dia dari Ayano,” batin Kevin. *** Sepulang kuliah di sore hari, murid-murid kelas internasional mengadakan acara karaoke bersama. Hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun Kevin sehingga semua murid diundang dengan traktiran dari Kevin. Ayano dan Jenni tentu ikut juga. “Kevin baik banget ih, uang kamu emang gak habis ya buat nraktir kita semua?” tanya salah seorang teman sekelasnya. “Enggak, kok. Bapakku orang kaya, dia bilang kalau aku ulang tahun suruh undang semua temen sekelas,” jawab Kevin santai. “Oh gitu, wah enaknya….” Jumlah murid kelas internasional hanya sebanyak 28 murid, dari semua jumlah itu hanya setengahnya saja yang ikut untuk berkaraoke bersama. Sisanya tidak bisa ikut karena tidak bisa pulang terlalu malam. “Ayano sama Jenni, kita di ruang nomor 27, ayo masuk.” “Iya.” “Oke.” Ayano dan Jenni menurut. Hari ini, Kevin memang tulus mentraktir teman-temannya untuk berkaraoke di tempat yang cukup mahal. Bahkan dia membebaskan teman-temannya untuk memesan makanan dan minuman apapun. Benar-benar tidak ada niat terselubung selain misi untuk mendapatkan Ayano. “Ayano, kita duet yu,” ajak Kevin. “Boleh, tapi saya bisanya lagu Jepang aja.” “Gapapa, aku juga bisa kok.” Ayano dan Kevin pun mulai berduet nyanyi bersama. Teman-teman seruangannya bersuitan mencie-ciekan mereka berdua, kecuali Jenni yang bersikap biasa saja. Ruangan ini sebenarnya sudah diatur agar yang berada di sini adalah teman-teman Kevin yang mendukungnya untuk kencan dengan Ayano. “Wah, dapet score 100!” Ayano terkagum. “Iya, astaga, kita seperti pasangan yang serasi ya, hahaha.” Kevin memancing. Ayano hanya tersenyum. Karaoke dan makan-makan terus berlangsung di ruang karaoke yang cukup luas itu. Terkadang ada mahasiswa di sebelah ruangan yang mampir ke ruangan ini hanya untuk mengecek keadaan. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sesuai janji, pesta ulang tahun Kevin selesai di jam ini. “Makasih banyak Kevin, taun depan adain lagi, ya.” “Makasih banyak bro, gua beruntung sekelas sama lu, perut gua kenyang banget, hahaha.” “Sekali lagi selamat ulang tahun Kevin!!! Semoga dapat jodoh orang Jepang! Ahahaha.” Teman-teman Kevin mulai meninggalkan ruangan karaoke, hanya menyisakan dirinya dengan Ayano serta Jenni saja. “Ayano, ayo pulang. Aku anter pake motor.” Jenni mengajak sesuai dengan janjinya. “Lu duluan aja Jen. Gua mau ngomongin sesuatu dulu sama Ayano.” Kevin yang menjawab. Jenni lantas menatap Ayano yang tangannya sedang digenggam oleh Kevin. “Gapapa nih?” Ayano mengangguk. “Kamu duluan aja, Jen. Nanti saya dianter sama Kevin pake mobil.” “Oh, oke deh.” Jenni pun pergi meninggalkan mereka berdua. Begitu Jenni pergi, Kevin dan Ayano juga pergi meninggalkan ruangan. Sebelum datang ke sini Kevin memang berkata pada Ayano bahwa dirinya ingin mengatakan sesuatu yang penting lagi. Ayano pun menurut karena ingin segera menyelesaikan masalah ini. Niatnya, Kevin akan membicarakan hal penting itu pada Ayano saat mereka berdua sedang berada di mobil. Namun, belum sampai sana, Kevin langsung mendorong Ayano ke tembok dan memojokkan tubuhnya. Wajah mereka sekarang saling bertatapan dengan posisi seluruh tubuh Ayano dikurung oleh tubuh Kevin. Teknik ini bernama kabedon, sangat terkenal di Jepang. Biasanya digunakan oleh para laki-laki untuk menyatakan cinta pada para perempuan. “Ke-Kevin, kamu mau apa?” tanya Ayano.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD