Semua Terasa Menjadi Lebih Mudah

1166 Words
            Adit sudah membayangkan kalau ia bisa membantu Adhim untuk bisa bertemu dnegan Bang Tora, semoga saja berhasil. Ia ingin sekali bisa membahagiakan impian sederhana adiknya walaupun terkadang Adhim memang sering menjahili ia sebagai seorang abang. Adit merasa di saat seperti inilah, ia bisa sedikit berbuat sesuatu untuk membahagiakan saudara. Sumpit ajaib yang saat ini berada pada dirinya, akan ia gunakan sebaik mungkin. Sang kakek juga mendukung jikalau Adit yang memiliki sumpit tersebut, hanya orang pilihan katanya yang bisa memiliki benda tersebut. Sungguh Adit sangat bersyukur bisa terpilih menjadi satu dari sekian banyak orang yang menginginkan sumpit ajaib yang sekarang sudah berada di genggaman tangan Adit. Adit sudah meyakinkan diri bahwa ada atau tidak adanya sumpit itu tetap tak akan emngubah Adit menjadi pribadi yang berbeda, ia akan tetap menjadi seseorang yang baik,  tak ada perubahan walaupun suatu saat nanti kelak akan memiliki segala yang ia inginkan dengan ataupun tanpa bantuan dari sumpit tersebut.             Pertandingan akan segera di mulai, Adit dan Adhim bersiap menonton pertandingan persahabatan antar dua kampung. Waktu berjalan dengan cepat hingga tak terasa hari beranjak semakin sore, jalannya pertandingan pun berjalan dengan lancer tanpa ada kendala yang berarti. Banyak para penonton yang menonton dengan khidmat, Sebagian lagi mengabadikan di ponsel masing-masing sebagai kenang-kenangan atau mungkin ingin eksis di media sosial milik pribadi masing-masing. Adit belum memainkan hape barunya, rasa-rasnya ia ingin mencoba memainkannya nanti seklaian ketika Adhim bertemu Bnag Tora. Ia merasa ragu mengeluarkan hape berharga mahal di tengah kerumunan banyak orang seperti sekarang ini. Terlebih bila ada yang mengenali dirinya dan justru jadi bumerang bila banyak orang yang tahu. Mesti akan banyak tanda tanya yang akan muncul setelahnya. Rentetan pertanyaan tentang bagaimana cara Adit bisa mendapatkan barang mahal yang orang lebih berkecukupan dari Adit pun belum tentu bisa membelinya. Apatah lagi hanya seorang anak tukang ojek dan nyak yang sebagai tukang jahit sebagai sampingan mana bisa membeli barang mewah seperti hape mahal yang sekarang sudah ada di dalam tas Adit.             “Bang, Adhim capek. Kita pulang aja nyok, nggak papa deh, nggak ketemu Bnag Tora dar dekat, udah seneng aye mah abang nemenin Adhim nonton bola sama ngeliat Bang Tora dan pemain lainnya dari jauh” ujar Adhim. Mungkin ia sudah teramat lelah belum lagi rasa lapar yang mungkin saja di rasakan oleh Adhim, soalnya Adit juga merasa cukup lapar saat ini. Adit berencana mengajak Adim makan dulu atau mungkin membeli makanan saja untuk di bawa pulang ke rumah agar bisa makan bersama dengan nyak dan bapak.             Adit dan Adim bersama para penonton lainnya pun beranjak pulang menuju rumah maisng-masing. Adit memegang tangan adiknya agar tak terpisah, maklum kalau banyak orang seperti ini biasanya anak-anak kecil lebih mudah terpisah dari orang tuanya sekalipun.             “Bang, kita istirahat dulu yok di bawah pohon ntu. Adhim mau minum sama makan bekel yang masih nyisa nih bang?” ajak Adhim sambil menarik tangan Adit ke bawah pohon yang terletak tak jauh dari lapangan dan warung tempat mereka berteduh tadi. Tanah basah efek hujan tadi membuat sandal merela berdua terlihat lebih tebal di bagian telapak kaki, pasalnya ada tanah basah yang ikut menempel di bagian telapak sandal yang mereka berdua kenakan.             Adit menuruti kemauan Adhim, rasanya masih ada waktu untuk beristirahat barang sejenak di bawah pohon yang ditunjukkan oleh Adhim tadi. Meeka berdua kemudian duduk dan memakan bekal yang masih ada separuh dan menghabiskan minuman yang Adit belikan tadi.             “Papa pulang” ujar Pak Suryo. Ia kemudian masuk ke dalam rumah, mendapati snag istri tercinta sudah tampak cantik dan Hana yang asyik memainkan hape di tangannya.             “Kok lama banget pa?” tanya mama Hana sambil mencium tangan suaminya itu.             “Biasalah ma, karena perjalanan cukup jauh, ya papa sekalian singgah-singgah tadi biar sekalian capeknya” ujar papa Hana sambil merebahkan diri di sofa ruang keluarga.             Hana yang tadi asyik memainkan hape, sekarang tengah asyik mendengarkan cerita papanya mengenai tempat baru yang akan mereka tempati nanti. Dari cerita yang Hana dapatkan, bisa ia Tarik kesimpulan bahwa derah yang akan menjadi tempat tinggalnya nanti adalah sebuah perkampungan asri yang di dalamnya tak ada pusat perbelanjaan besar seperti di kota, mall dan yang lainnya. Hana sulit untuk membayangkan bagaimana kehidupannya nanti bila jadi pindah ke sana. Kebiasaan nongkrong di mall, kafe dan tempat kongkow bersama teman-temannya sulit untuk di ubah. Kebiasaan yang sudah melekat erat pada dirinya. Apakah mungkin, papa membatalkan rencananya untuk memboyong kami sekeluarga ke daerah yang jauh dari pusat keramaian. Namun mau tak mau Hana harus ikut karena ia sudah mendapatkan mobil baru dari sang papa. Mobil yang khusus diberikan agar Hana mau ikut ke manapun papanya pergi, walaupun sebenarnya tanpa di belikan mobil seklaipun Hana pasti akan ikut ke mana saja papa dan mamanya pergi. Hanya mungkin, papa tak ingin melihat anak semata wayangnya kecewa karena lagi dan lagi mesti pindah sekolah, mesti berpisah dengan teman-teman baik yang sudah saling memahami satu sama yang lain. Begitupun dengan mama Hana yang juga harus beradaptasi dengan smeua kebiasaan baru yang harus pelan-pelan ia jalani. Teman arisan, hobi kumpul-kumpul di kafe ternama hingga belanja barang-barang bermerk dalam maupun luar negeri mungkin hanya akan tinggal angan-angan bila jadi pindah ke area perkampungan.             “Alhamdulillah banget ya bang, akhirnya Adhim bisa foto bareng sama Bang Tora” ujar Adhim sumringah sambil mengencangkan pegangannya di atas motor yang mereka naiki.             Adit juga sama sekali tak menyangka, ketika beristirahat di bawah pohon sambil memakan bekal yang masih tersisa, Bang Tora menghampiri mereka berdua, dan ikut duduk sambil ikut memakan bekal yang ada di kotak makanan yang Adit dan Adhim bawa. Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja Bang Tora lewat di hadapan mereka berdua kemudian ikut bergabung bersama. Ternyata sosok Bang Tora, adalah seseorang yang ramah, tidak sombong walaupun banyak yang mengelu-elukan. Suasana di sekitar lapangan memang tidak seramai tadi, namun karena posisi tempat kami duduk tak terlalu ramai dan tak begitu tampak sehingga kami bertiga bisa bercengkarama dengan akrab walaupun tak terlalu lama karena Bang Tora yang juga memiliki agenda lain sehingga tak bisa berlama-lama duduk bersama. Sebelumnya tak lupa Adit mengabadikan foto adiknya dan juga Bang Tora, ia pun ikut juga berfoto bersama.             Sepanjang perjalanan, Adhim terus saja bercerita perihal hal yang menyenangkan yang baru saja ia alami. Adit pun tentu merasa sangat senang, karena bisa membantu Adhim bisa mewujudkan keinginan untuk bisa bertemu dengan sang idola yang akhirnya bisa terwujud.             Sesampainya di rumah, Adit dan Adim mengucapkan slaam kemudian masuk ke dalam. Terlihat nyak sedang menjahit kancing baju milik pelanggan dan bapak yang sedang berada di pekarangan belakang ruma. Adit dan Adhim menyelonjorkan kaki sejenak sebelum akhirnya bergantian untuk mandi sore dan menunaikan shalat ashar.             “Gimana tadi nontonnya?” tanya nyak kepada Adhim yang sedang menunggu giliran mandi, karena abangnya duluan yang pergi mandi.             “Rame banget nyak. Adhim bisa ketemu idola Adhim di sana, seneng banget dah pokoknya nyak” ujar Adhim dengan penuh semangat.             Adit yang mendengar Adhim sedang berbincang dengan nyak tentu merasa cemas. Takut-takut kalau Adhim keceplosan mengatakan bahwa abangnya tersebut memilik hape keluaran terbaru yang digunakan untuk mengabadikan momen bertemunya Adim dengan Bang Tora.                                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD