Menghadapi Atsa

2425 Words
Ancaman dari Atsa Mayleen benar-benar membuat sekujur bulu kuduk Abian merinding. Abian kemudian mengusap wajahnya yang kini berwajah pias dan kemudian mengusap tengkuknya. Dengan tak enak hati, ia menoleh menatap Deby—wanita yang melakukan one night stand bersamanya itu, yah, walaupun Abian sampai sekarang masih tak menyangka bahwa ia melakukannya dengan orang asing yang baru saja ia temui di Secret Bar. “Kenapa? Bos kamu, ya?” Tanya Deby dengan santai. Abian berdeham tak enak hati. “Iya, sepertinya aku harus pergi sekarang.” “It’s okay. Aku juga akan siap-siap kerja.” “Okay.” Abian masih mengusap tengkuknya dengan canggung. Namun ketika ia melangkah melewati ranjang dan ingin keluar kamar, ia menghentikan langkahnya dan kembali menatap Deby. “Soal semalam—” “It was a great s*x.” “Uhuk!” Abian sampai tersedak oleh salivanya sendiri. Ia sontak mengangkat kedua tangannya. “Bukan itu yang aku maksud.” Deby mengernyitkan dahinya. “Lalu?” “Mungkin kamu bisa bilang padaku jika butuh sesuatu atau… pertanggung jawaban? Aku tahu aku sangat berengsek bisa membawamu dan mengajakmu melakukan one night stand. Aku dalam pengaruh alkohol dan sebelumnya belum pernah sampai melewati batas seperti ini.” Jelas Abian dengan serius. Namun Deby masih tetap diam dan hanya mengerjapkan matanya. Tentu saja hal itu membuat Abian bingung. Namun setelahnya, Deby hanya tertawa sambil mengibaskan tangannya. “Tenang aja, Bian. Aku nggak akan minta tanggung jawab apapun. Karena aku juga menikmati percintaan kita semalaman. Kamu hebat sekali di ranjang.” Untuk kesekian kalianya, Abian rasanya ingin menenggelamkan diri saja. Rasanya terlalu memalukan mendapatkan pujian dari wanita asing yang sudah bercinta dengannya begitu saja. “Kamu nggak jadi berangkat kerja? Bos kamu udah marah, kan?” Pertanyaan Deby langsung membuyarkan lamunan Abian. “O-oh, iya.” Abian sedikit canggung. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Bye, Deby.” “Bye..” Deby hanya melambaikan tangannya dengan senyuman ceria. Begitu Abian keluar dari kamar dengan wajah dan perasaan yang resah, langkahnya langsung terhenti begitu ia kembali menemui Ryan—bodyguard keluarga Hadinata yang memang di khususkan untuk menjaga Abian. “Lo lagi.” Decak Abian dengan santai dan Ryan menunduk hormat padanya, kemudian menekankan tombol lift untuk Abian. Tanpa banyak bicara, Ryan kemudian memberikan setelan kerja baru untuk Abian pagi ini. “Sepertinya Anda tidak bisa banyak bersiap pada hari ini dan boss Anda selalu menginginkan tampilan karyawannya yang rapi.” “Kamu benar sekali.” Jawab Abian sambil mengambil paper bag berisi baju baru, peralatan mandi, bahkan sampai sisir juga disiapkan untuk Abian. Pintu lift kemudian terbuka dan Abian masuk bersama Ryan. “Aku tahu kamu pasti mengawasi saya semalaman, kan?” Tanya Abian. “Jelaskan, apa yang terjadi semalam?” “Kondisi Anda sangat mabuk dan kemudian gerak tubuh Anda semakin intens dengan wanita itu. Hingga Anda terlebih dahulu menciumnya dan akhirnya berlanjut ke hotel.” Entah kenapa, Abian langsung menggeleng-gelengkan kepalanya karena tak percaya dengan apa yang ia lakukan. Namun kini Abian memilih untuk diam. Karena Abian tahu, bahwa Ryan pasti akan mencari tahu informasi lebih lanjut mengenai Deby dan orang pertama yang akan tahu mengenai info ini adalah Mama dari Abian. Selain karena seorang anak bungsu yang sangat dijaga, Abian juga sudah dipersiapkan untuk suatu perjodohan yang disiapkan dengan sangat serius oleh keluarga Hadinata dan juga keluarga Mayleen. Ya, Abian Hadinata dipersiapkan untuk menikahi seorang wanita yang bersifat seperti ular berbisa! Kini, Abian tinggal mencari cara agar bisa membatalkan rencana pertunangannya dengan Atsa Mayleen. Karena Abian benar-benar tidak ingin menikahi seorang wanita garang seperti Atsa. *** Begitu Abian memarkirkan mobilnya di basement Leen Tower Coorporation ia langsung berlari menuju ke lift dan menempelkan id card-nya untuk langsung menuju ke ruangan Atsa. Abian berusaha mengatur napasnya selagi lift bergerak naik keatas dengan cepat. Pantulan dinding cermin lift benar-benar memperlihatkan bahwa ia kelelahan dan cukup gugup pada hari ini. Abian sampai mengipas-ngipaskan telapak tangan ke lehernya dan sedikit melonggarkan dasinya. Belum bertemu Atsa saja rasanya sudah sesak. Bahkan ia berpikir, benda apa yang melayang padanya ketika bertemu Atsa nanti? “Pak Bian!” Begitu pintu terbuka, dirinya langsung disambut oleh wajah Rima—resepsionis yang baru saja ingin memasuki lift juga. Rima memang belum mengatakan apapun, tapi wajah pias Rima ketika melihat Abian seolah menunjukkan bahwa situasi sedang tidak baik-baik saja. Abian langsung keluar dari lift sambil mengangkat lengannya untuk melihat jam. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, matahari sangat terik sekali dan jantungnya semakin berdegup kencang. “Pak Bian, Miss Atsa—” “Iya, saya tahu, Rima.” Abian menghentikkan langkahnya ketika berada di depan pintu ruangan Atsa. Ia lalu menoleh menatap Rima sambil memberikan tatapan penuh penyesalan, kemudian ia berbisik, “maaf saya terlambat.” Rima mengulum bibirnya dan mengangkat tangannya yang mengepal. “Semangat, Pak. Saya pamit dulu, saya takut.” “Aduh,” Abian langsung menggaruk pelan pelipisnya. Dan kemudian Abian mengetuk pintu ruangan boss-nya itu. Jelas tidak ada jawaban, maka Abian berinisiatif untuk langsung membuka pintunya saja. “Good morning, Miss Atsa.” Sapa Abian dengan senyum tipisnya dan ia mulai memberanikan diri melangkah mendekat. Atsa benar-benar tampil rapi dan super cantik seperti biasanya. Ia sedang duduk di meja kerjanya sambil membaca laporan dan menyesap sampanye-nya. Ya, sampanye di pagi hari. Atsa hanya menaikkan pandangannya, menatap Abian dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat Abian meneguk salivanya dan jantungnya semakin berdegup kencang. Hingga kemudian Atsa menyungggingkan senyumnya. Senyum yang membuat banyak pria langsung terpikat, tapi senyum itu malah membuat Abian seperti tercekik! “Maaf saya terlambat. Saya terlambat karena—” “Saya seperti membaca laporan sampah!” Belum selesai Abian berbicara, Atsa langsung melempar setumpuk laporan pada Abian dan membuat lelaki itu berjengit kaget. “Dan saya tidak menyetujui kontrak ini.” Atsa kembali melempar Abian lembaran kontrak yang membuat Abian memejamkan matanya ketika di lempar. Dihadapan Atsa Mayleen, seorang Abian Hadinata benar-benar kehilangan harga dirinya. “Dan laporan ini.” Srak! Atsa melempar lagi laporan kearah Abian. “Laporan ini juga sampah!” Srak! “Semuanya sampah!” Srak!” Atsa melemparkannya lagi. Kemudian ia berdiri dari duduknya. Atsa hanya mengenakan sebuah dress ketat berwarna hitam, rambut kecokelatannya yang panjang di curly pada bagian ujungnya, semerbak harum wangi parfum Atsa langsung memenuhi indra penciuman Abian begitu Atsa melangkah kearahnya. Tanpa canggung, Atsa kemudian mengusap pipi Abian dan membuat Abian mau tidak mau jadi bertatapan dengan Atsa. “Semalam, kamu kan yang menjemput saya dari club dan menarik saya dari para boss hidung belang itu?” Tanya Atsa. Abian hanya menganggukan kepalanya. Dan Atsa kembali menyunggingkan senyumannya.Ia kemudian mendekatkan tubuhnya kearah Abian, mencondongkan dadanya hingga nyaris menempel pada d**a bidang Abian, Atsa lalu berbisik dengan sensual. “Seharusnya kamu tahu,” ia masih berusaha berucap lembut. Namun kemudian nadanya langsung meninggi. “Untuk tidak selalu ikut campur dalam urusan saya!” Atsa langsung mendorong Abian dan Abian kini menatap Atsa dengan tidak terima. “Excuse me, ikut campur urusan Anda? Sudah seharusnya saya ikut campur karena pada saat itu Anda sudah melenceng dari jadwal yang seharusnya!” Atsa kemudian mendengkus tidak susah. “God! Kamu tidak tahu betapa susahnya aku harus mencari cara dan bertahan untuk tidak muntah ketika selalu diberikan minuman oleh kumpulan para boss itu! Aku harus mendekati mereka agar mereka mau menjalin kerjasama bisnis fashion yang akan aku dirikan!” “Dan aku harus diam saja melihat kamu di pegang-pegang oleh para lelaki hidung belang itu?!” Persetan dengan kesopanan, Abian sampai tidak habis pikir dengan pemikiran Atsa Mayleen. Atsa hanya menyipitkan matanya kearah Abian, lalu sedetik kemudian tersenyum miring. “Bercinta bersama merekapun aku tidak masalah.” “Miss Atsa—” “Aku sanggup melayani mereka semua.” Atsa lalu menatap Abian dengan sungguh-sungguh. “Dunia bisnis tidak sesecui itu, Abian. Bahkan jika harus merelakan tubuhku untuk mereka juga akan aku lakukan. Asal aku bisa membuktikan kepada semua orang yang sudah meremehkanku bahwa aku bisa meluncurkan bisnis fashion terbaruku!” “Tapi kamu seorang wanita!” “Persetan dengan gender. Sekarang juga banyak wanita tidak mementingkan harga dirinya.” Atsa lalu berjalan kembali ke mejanya. Ia mengambil kotak rokok miliknya, dengan cepat langsung menempelkannya pada bibir dan menyalakan rokoknya. Tanpa pikir panjang, Abian langsung melangkah mendekat dan menarik puntung rokok itu dari bibir Atsa. Jelas hal itu membuat Atsa terkejut bukan main. “Abian!” Teriakan Atsa bahkan sudah memekakan telinga. “How dare you?!” “Kamu seorang wanita, Atsa dan kamu juga seorang boss disini. Setidaknya tunjukan cara kepemimpinanmu dan jangan semena-mena jika kamu memang tidak ingin diremehkan oleh orang lain!” Brak! Atsa melemparkan kotak rokok khusus miliknya yang keras itu dengan sembarang dan sialnya mengenai pelipis Abian. Atsa hanya menahan napasnya dan masih memandang Abian dengan marah, sedangkan Abian hanya mengerang sambil memegang pelipisnya. “Keluar dari ruanganku sekarang!” Teriak Atsa dengan keras dan tanpa kata-kata Abian sudah menuruti. Tidak ada kata umpatan dari Abian. Namun kepalanya sudah berdenyut dan begitu pening. Ketika ia membuka pintu, kemudian menutupnya, Abian langsung sadar bahwa para pegawai di lantai ruangan ini sudah berkerubung ketika mendengar suara ribut-ribut dari ruangan Atsa. Abian hanya meringis dan kemudian menurunkan tangannya dari pelipisnya. “Kenapa pada ngumpul sih?” “Astaga, Pak Bian!” Salah satu karyawan wanita sudah terkesiap ketika melihat luka di pelipis Abian. “Pak, dahinya berdarah!” *** “Ish, aduh, pelan-pelan, Rim.” Abian yang duduk di sofa hanya bisa meringis ketika Rima mengoleskan obat merah pada luka di dahi Abian. “Bisa benjol deh kayaknya, Pak.” Hanif—seorang IT Programmer di lantai yang sama dengan ruangan Atsa ikut meringis melihat luka di dahi Abian. Ia kemudian menghela napasnya. “Pak Bian cuma internship kan disini? Udahlah, Pak. Mending keluar aja dan cari tempat lain daripada Bapak jadi sasaran Miss Atsa terus disini.” Abian hanya tertawa kecil. Tentu saja ia hanya tertawa, bagaikan ia hanya bisa mentertawakan nasibnya saja. Ayah dan ibunya bisa murka jika Abian tidak menyelesaikan internship-nya dan tidak berusaha mendekati Atsa. Namun Abian juga memang tidak ingin memiliki hubungan lebih dengan wanita seperti Atsa. Rima kemudian menempelkan plester di dahi Abian. “Sudah. Nggak tau deh kalau nanti benjolnya kelihatan.” “Makasih ya, Rim.” Abian kemudian berusaha perlahan untuk duduk tegap dan ia tidak tahu kenapa Rima terus memegangi lengannya. “Yaelah, Rim. Modus mulu lo.” Ledek Hanif pada akhirnya. “Tau aja mana yang good looking.” “Ish, Pak Bian emang lagi sakit, tauk!” Cibir Rima. “Lah kalau gue yang sakit gimana?” Hanif masih belum menyerah. “Ya gue biarin aja. Mau kepala lo bocor juga gue nggak perduli.” Rima lalu melirik Abian yang hanya meringis. “Hehehe, maaf pak, dengerin kita ribut jadi makin pusing?” “Enggak kok, nggak masalah.” Abian kemudian mengerjapkan matanya dan berusaha untuk berdiri. Baru saja ia berkaca di sebuah kaca yang ada di koridor, langkahnya langsung terhenti ketika ia melihat Atsa sudah berada dihadapannya sambil membawa tas. Wanita itu hanya menelengkan kepalanya ketika menatap Abian. Kemudian Atsa mengetuk-ngetukkan jarinya pada dahinya sendiri. “What’s wrong with ur forehead?” Tanya Atsa dengan santai, kelewat santai sampai Rima dan Hanif hanya saling lirik. “Hm? Kepalaku?” Abian sampai tak habis pikir lagi, tapi ia hanya bisa bersabar. “Tadi ada seorang wanita cantik yang meledak-ledak sampai ledakannya mengenai dahiku.” Atsa hanya tersenyum mengejek, kemudian melangkah menjauh dari koridor menuju kearah lift dan tentu saja Abian mengikuti. Karena ia sudah tahu kebiasaan Atsa. “Jadwalku hari ini?” Tanya Atsa sambil menunggu pintu lift terbuka. “Pengecekan laporan—” Abian langsung merasa salah bicara karena tadi ia terlambat datang saat pengecekan laporan. “Kita lupakan saja bagian yang itu. Kemudian meeting dengan kolega dari Prancis, saya akan jadwalkan meeting untuk siang ini di restoran—” Atsa langsung memasuki lift diikuti oleh Abian. Abian sendiri masih sibuk dengan Ipad-nya sedangkan Atsa sudah menguap bosan. “Ubah jadwal meeting-ku di malam hari dan pesankan restoran untuk dinner.” Kata Atsa. Abian sontak menoleh kaget pada boss-nya itu dan kemudian pintu lift berdenting di lantai dasar. Atsa langsung memasang senyum merekah, terlihat ramah namun nyatanya tidak. Beberapa karyawan langsung menyapa boss mereka dengan sama baiknya dan Atsa juga balas menyapa balik. Padahal mereka tidak tahu, dibalik senyum dan kecantikan ramah Atsa yang seperti dewi—wanita itu seperti menyimpan jati diri ular dalam dirinya. “Kamu tidak bisa merubah jadwal seenaknya seperti itu.” Abian langsung berusaha mensejajari langkah Atsa. “Ayo, kita harus berangkat untuk lunch bersama kolega sekarang.” Hingga kemudian langkah kaki Atsa berhenti di depan lobby gedung kantornya. Ada sebuah mobil Rolls Royce berwarna silver yang langsung menarik perhatian para pegawai yang sedang berada di lobby. Senyum Atsa juga semakin merekah ketika mobil yang baru saja ia beli kemarin kini sudah bisa ia tumpangi. Abian sontak menghela napas dan menerima saja ketika Atsa melemparkan kunci padanya. “Kamu yang harus jadi supir untuk hari ini. Ini adalah hukuman karena datang terlambat, Abian Hadinata.” Helaan napas kesekian kalinya. Sepertinya luka di dahinya tadi belum bisa dikatakan sebagai sebuah hukuman. “Yeay, mobil baru!” “Untuk kesekian kalinya.” Jawab Abian. Atsa hanya berdecak sambil melirik Abian. “Bukakan pintu mobil untukku!” “Silahkan masuk, nona Atsa Mayleen yang terhormat.” Mau tidak mau Atsa benar-benar menahan senyumnya. Beberapa kali wajah kesal Abian sering membuatnya untuk menahan senyum, namun Atsa berusaha untuk selalu angkuh dihadapan Abian. “Sudah? Sudah duduk dengan nyaman di mobil barumu?” Tanya Abian dan Atsa hanya mengangguk. “Baiklah, aku tutup pintunya.” Namun gerakan Abian yang hendak menutup pintu langsung terhenti begitu Atsa menarik dasinya, membuat keseimbangan Abian limbung hingga pada akhirnya ia menahan tangannya di jog mobil agar tubuhnya tidak terlalu condong ke Atsa. Tapi Atsa masih memegang dasinya sambil menelengkan kepalanya lagi, menatap dengan seksama pada luka di dahi Abian. Tanpa kata-kata Atsa menggerakan tangannya ke dahi Abian dan tanpa disangka wanita itu dengan lancang mengecup dahi Abian yang luka dengan begitu saja. “Biar cepat sembuh.” Ucap Atsa dengan manis sambil menyunggingkan senyumannya. Sebenci-bencinya Abian pada Atsa Mayleen, nyatanya senyuman wanita itu benar-benar bisa memikat hatinya. Walaupun hanya untuk sepersekian detik saja. --- Author Note Hai! Abian comeback lagi! Gimana untuk bulan ini? jangan lupa untuk tinggalkan like dan komen yang menyenangkan yaaa! Jangan lupa juga klik tanda love dibagian sinopsis untuk menambahkan cerita ini ke reading list kamu, ya! Follow me on IG: segalakenangann Aku sudah upload cast Abian loh di IG hehehe
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD