Bab 2

854 Words
        Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan Sarah baru saja sampai di apartemennya dia membuka pintu apartemennya dan melihat bahwa apartemennya terang. Dia berjalan masuk ke ruang tengah dan melihat ada Edo sedang menonton TV dengan pakaian rumahnya. Kaos putih dan celana pendek selutut. Sarah tersenyum kepada Edo dan duduk di samping Edo. "Lo udah lama?" "3 jam yang lalu."         Sarah bersandar di bahu Edo dan menutup matanya. Sarah merasakan kenyamanan apabila dekat bersama dengan Edo. Alfredo Pradipta, Sarah memanggilnya dengan panggilan Edo hanya Sarah yang memanggilnya dengan sebutan itu. Edo adalah sahabat Sarah sejak berumur lima tahun.         Mereka bertemu saat Edo pindah ke sebelah rumah Sarah, Sarah yang pada saat itu sedang menangis karna di tinggal oleh Mamanya akhirnya di hampiri oleh Edo kemudian Edo memberikannya es krim. Semenjak itu akhirnya mereka bersahabat sampai dengan sekarang. "Lo habis jalan sama si Fandy?" "Enggak jalan, emang ada urusan kerjaan dan memang sama Fandy." "Sampai malam seperti ini huh?" "Iya ada klien dari luar mintanya malam ini karna besok dia harus udah balik." "Mau sampai kapan lo bakalan menjalin hubungan terlarang lo sama Fandy?"         Edo memang mengetahui hubungan terlarang yang dijalani Sarah dan Fandy. Apakah Edo marah? Sangat marah! Apakah Edo melarang? Itu pasti! Tapi Sarah bilang bahwa sebenernya dia tidak ingin tapi Sarah tidak bisa bohongi bahwa perasaannya benar mencintai Fandy dan apakah perasaan harus disalahkan?         Edo berusaha untuk mengingatkan dan melarang Sarah, tapi Sarah tidak bisa. Hingga akhirnya Edo menyerah, itu haknya Sarah. Edo sebagai sahabat sudah melakukan tugasnya. Dalam diri Edo selalu berjanji bahwa dia akan menjaga Sarah melindungi Sarah dan akan selalu ada untuk Sarah. Makanya Edo tidak bisa berjauhan dengan Sarah, entah apa yang di rasakan Edo tapi itu murni dari hatinya bahwa Edo akan selalu ada di sisi Sarah. "Gue ga tau Do, dan gue lagi ga mau bahas itu." "Tapi Ra, Lo ga bisa kayak gini terus." Sarah menatap Edo kemudian memeluk Edo dan hanyut dalam perasaan nyaman itu. "Lo nginap sini kan Do?" "Hmmmm." "Gue butuh Lo Do. Do janji satu hal sama gue ya?" "Apa?" "Lo akan ada sama gue, selalu sama gue, di sisi gue. Jangan pernah tinggalkan gue. Gue hanya punya Lo." Edo menghela nafas kemudian membalas pelukan Sarah dan mengecup kepala Sarah dengan sayang. "Iya Ra." Hanya itu yang bisa Edo bilang, tidak mungkin jawab "tidak" karna itu akan menyakitkan Sarah setidaknya biar kali ini Edo menenangkan hati Sarah. Sarah kemudian melepaskan pelukannya dan tersenyum pada Edo. "Gue mandi dulu ya." "Mandi pake air hangat ya Ra." "Shower yang untuk air panas rusak Do." "Kenapa ga bilang?" Sarah hanya tersenyum. "Yaudah gue masakin air panas dulu ya Ra, Lo siap-siap aja dulu nanti gue antarin. Besok shower Lo gue perbaikin." Sarah tersenyum mengangguk antusias. "Makasih ya Do."         Bagaimana mungkin Sarah tidak merasakan aman dan nyaman apabila bersama dengan Edo? Apabila Edo selalu bisa memperlakukan Sarah sangat baik seperti ini, dan memperlakukan Sarah sangat semanis dan perhatian ini. Sarah sangat beruntung mempunyai Edo yang seperti ini. Sarah selalu bersyukur sekali memiliki Edo di sisinya. ***** "Do lo lihat kemeja biru dongker gue ga?" Sarah berteriak dari dalam kamar. "Biru dongker yang mana Ra?" Sedangkan Edo berteriak dari arah dapur sambil menyiapkan sarapan pagi buat mereka berdua. "Itu loh yang bulan lalu lo beliin buat gue." "Ada di lemari Ra lihat baik-baik deh. Belum di cari udah bilang ga ada." Edo sedang menuangkan s**u coklat ke dalam gelas. "Ga ada Do tadi gue udah lihat, kalau Lo tau bantuin gue kenapa, gue susah nih Do buru-buru."         Edo berdecak sebal dan masuk ke dalam kamar. Sarah sedang berada di meja riasnya untuk menata wajahnya dengan memakai kimono. Edo berjalan ke arah lemari dan mencari baju Sarah.         Edo memegang kemeja biru dongker yang Sarah cari dan menunjukkannya kepada Sarah. "Ini apa Ra, lo kebiasaan deh." "Hehe seriusan tadi ga lihat do" Sarah lagi memakai maskara di bulu matanya. "Lo mau pake rok warna apa biar sekalian?" "Warna hitam aja do, gue lagi dapet manatau nanti gue pecicilan." "Jangan jorok deh Ra, kalau udah ngerasa penuh ya diganti." "Kadang ga sempat Do." "Alasan Lo. Yaudah buruan pake, gue udah siapin sarapan." "Lo ga mau sekalian bantuin pakein Do?" "Manja lo, udah buruan gue tungguin di meja makan biar gue antar." "Hehe oke pak bos. Makasih yaa."         Edo berjalan keluar dari kamar. Itu kegiatan pagi apabila Edo sedang menginap di apartement Sarah. Edo selalu membantu Sarah dalam menyiapkan dirinya. Kurang baik apa coba Edo untuk Sarah?         Setelah selesai Sarah langsung menuju dapur dan melihat Edo sedang memainkan ponselnya. Sarah berdehem, karna Sarah ga suka kalau Edo memainkan ponselnya apabila dengan dirinya. "Ini coklat panas dan roti panggang nutela untuk Sarah Dimitri." Edo meletakkan piring berisi roti dan gelas berisi coklat dihadapan Sarah. Sarah tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada Edo. Sarah langsung melahapnya. "Lo ga sarapan Do?" Sarah melihat Edo tidak makan dan hanya memperhatikannya makan saja. "Udah tadi nungguin lo, udah habis duluan." "Ihhh lo kok"         Sarah terbatuk karna tersedak dan Edo berdecak sebal, Edo memberikan gelas coklat yang dibuatnya kepada Sarah "Kebiasaan deh Ra kalau lagi makan ngomong. Di telan dulu baru ngomong." Sarah hanya nyengir ga jelas pada Edo.         Edo selalu kebiasaan buruk Sarah, Edo selalu tau apa aja hal-hal yang ga di suka sama Sarah dan apa yang di suka Sarah. Sama halnya, Sarah juga tau mengenai Edo karna mereka sudah lama bersama-sama. Dua puluh dua tahun sudah waktu yang lama bukan untuk mereka tau satu sama lain?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD