Bab 1 Diculik

1332 Words
Hai semua, apa kabar? Setelah tiga purnama akhirnya naskah ini lolos review Dreame juga. Ya ampuuuun ... lamanya bukan main, deh! Padahal aku sudah lupa dengan naskah ini, hahaha ... Jangan lupa dibaca karena cerita ini lanjutan dari cerita AIR MATA NISA.  Bahasa kerennya SEQUEL, hihi ... Jadi, jangan lupa tap LOVE, ya, dan follow instagramku @pupe_maelani untuk info selanjutnya. Semoga cerita ini bisa segera update, ya. Terima kasih semuaaa ... 'Tap tap tap' Langkah Irene terdengar menyusuri jalan menuju parkiran di mana mobilnya berada. Dia baru saja keluar dari tempat fitness yang biasa dia kunjungi bersama sahabatnya, Rezo. Biasanya mereka pulang bersama, tapi kali ini Rezo memilih untuk tetap tinggal di tempat fitness karena menunggu seorang temannya yang sedang dalam perjalanan. Sambil berjalan santai, Irene bernyanyi riang tanpa menoleh kiri dan kanan untuk sekedar melihat keadaan di parkiran yang terlihat cukup sepi. Hanya dari kejauhan saja terlihat orang berlalu-lalang, terlebih karena parkiran tersebut cukup luas. Irene pun akhirnya sampai di sebuah mobil berwarna putih miliknya yang dia parkir tepat bersebelahan dengan mobil milik Rezo. Dia membuka tas ransel berisi beberapa pakaian serta handuk untuk mengambil kunci mobil yang dia simpan di sebuah saku kecil. Mendapati kesulitan menemukan kunci itu, Irene pun akhirnya berjongkok untuk mencarinya sambil mengeluarkan beberapa barang dari dalam tas, hingga tiba-tiba sebuah tangan mendarat di wajahnya dan menutupi mulut serta hidung. Mata Irene pun langsung melotot karena terkejut dan berusaha melawan orang yang sedang membekapnya tersebut. Namun, tubuhnya langsung diseret dan dimasukkan ke dalam mobil. Dengan sisa kesadaran yang masih tersisa, Irene terus berontak dan perlahan-lahan merasa lemas bersama pendengarannya yang bisa mendengar samar-samar suara laki-laki memerintahkan rekannya untuk segera menyalakan mobil dan meninggalkan area tersebut. Perlahan juga pasti kesadaran Irene akhirnya menghilang bersama suasana parkiran yang kembali hening dan meninggalkan sebuah tas milik Irene yang terbengkalai di lantai begitu saja serta berceceran. Dengan kecepatan tinggi, mobil itu membawa Irene membelah jalan ibukota yang terlihat ramai lancar, meskipun hari sudah gelap karena menunjukkan jam 8 malam. Mobil tersebut bukan menuju jantung kota, tapi bergerak ke pinggir kota dan berhenti di wilayah terpencil, lalu masuk ke sebuah gedung tua. Mobil itu pun berhenti di sebuah parkiran yang nampak tak terawat di mana banyak tumbuhan liar dan membuat suasana gedung terlihat menyeramkan. Tak berapa lama, dua orang pria keluar dari mobil tersebut dan satu di antaranya mengangkat tubuh tak sadarkan diri Irene untuk masuk ke gedung itu. Pria terakhir menoleh kiri dan kanan untuk memastikan tak ada satu orang pun yang melihat atau mengikuti mereka. Setelah yakin semua aman, pria itu pun langsung masuk untuk menyusul rekannya yang sudah tak terlihat. Sedikit berlari pria itu masuk ke dalam gedung, lalu menutup pintu rapat-rapat. Setibanya di dalam, tubuh tak sadar Irene langsung dibaringkan di sebuah kursi kayu panjang. Beruntung Irene menggunakan celana training panjang dengan kaos besar yang membalut tubuhnya, sehingga mereka tidak bisa melihat bagian tubuh Irene karena masih tertutup dengan aman. Seorang pria tampan tersenyum melihat kedatangan mereka. Terlihat jelas dia begitu puas dengan apa yang dilakukan oleh mereka berdua karena berhasil membawa Irene ke hadapannya. "Kerja yang bagus. Kalian boleh istirahat!" kata pria itu yang langsung dituruti oleh mereka dan disusul langkah yang tertuju ke sisi lain gedung untuk beristirahat. Setelah dua orang pria tadi pergi, pria itu pun bersiul meluapkan rasa senangnya melihat Irene yang tak sadarkan diri. Dengan saksama, mata itu menatap tajam ke arah Irene dari ujung kaki hingga ujung rambut. Senyum sinis pun tak lekang dari bibirnya dan disusul dia bangkit dari duduk. Dia mendekat pada Irene, lalu berjongkok agar posisinya bisa sejajar. Tanpa ragu, dia mengangkat tangan kanannya dan mendaratkan di pipi Irene, lalu mengelusnya lembut. Jika dalam keadaan sadar, Irene pasti merinding karena sentuhan dari pria tersebut yang dilakukan sangat lembut dan berulang. Bahkan, tangan itu menyentuh bibir tipis Irene yang merah tanpa sentuhan lipstik. "Kauterlihat sangat cantik Irene. Wajah polosmu ini sudah cukup membuat hatiku bergejolak," kata pria itu yang masih mengelus pipi Irene. Tak ada respon dari Irene yang tak bergerak pada posisinya karena di bawah pengaruh obat bius. Pria itu bangkit dari jongkoknya. Dia melihat ke atas meja kayu dan ada sebuah tali yang terbuat dari kain. Dia akan menggunakannya untuk mengikat kedua tangan Irene agar tidak melawan saat sadar nanti. "Kalau saja kau tak menolakku, aku tak akan melakukan tindakan bodoh seperti ini, Irene, tapi kau dengan sombongnya menolak cintaku sehingga aku harus berbuat seperti ini," ucap pria itu sinis dan melirik ke arah Irene yang bergeming. Pria itu meraih tali yang akan digunakan untuk mengikat Irene. Dia menatapnya tali itu sinis, lalu melirik pada Irene lagi. "Bisa saja aku melakukan saat kau tak sadarkan diri, tapi aku tak suka melakukannya tanpa ada perlawanan karena bagiku itu tak lebih dari seorang pria pengecut yang bermain dengan sebuah patung tak bergerak," gumam pria itu lagi diikuti tawa kecil di bibirnya. Dia meraih kedua tangan Irene yang langsung dia ikat cukup kuat. Dirasa cukup, dia kembali membaringkan tubuh Irene ke kursi dan duduk ke posisinya semula. Dengan setia, dia menunggu Irene sadarkan diri. Bahkan, dia menyempatkan diri untuk memeriksa pekerjaannya yang banyak dikirim melalui email, hingga tiba waktunya tubuh Irene menggeliat pertanda pengaruh obat bius sudah mulai hilang. Melihat gerakan kecil di tubuh Irene, pria itu pun menyimpan benda pipih miliknya ke meja dan memasang wajah menyebalkan menunggu Irene benar-benar sadar. Tak berapa lama, terdengar lenguhan yang keluar dari mulut Irene dan berangsur-angsur diikuti kedua matanya yang terbuka. Ketika mata Irene sudah terbuka lebar, dia bisa melihat tak ada seorang pun di sekitarnya. Dia berusaha duduk, tapi begitu sulit dan tersadar bahwa kedua tangannya diikat oleh sebuah tali yang terbuat dari kain. Dia terkejut dengan mata membulat dan menatap saksama sekeliling yang terlihat tamaran karena lampu tak terlalu terang. Dia pun sadar bahwa hari sudah malam dan seketika teringat kedua orang tuanya yang pasti begitu cemas memikirkan dia karena belum pulang hingga saat ini. "Aku di mana? Ini tempat apa?" gumam Irene yang sadar jika dia ada di sebuah tempat asing serta memiliki bau tak nyaman. Di saat dia sedang kebingungan dan menduga bahwa dia telah menjadi korban penculikan setelah mengingat apa yang terjadi di parkiran, tiba-tiba terdengar pintu yang dibuka oleh seseorang dari luar bersamaan dengan itu Irene langsung berteriak meminta tolong dan seketika bungkam ketika matanya melihat sosok yang membuka pintu serta berjalan pelan menghampirinya. "Nando?" ucap Irene mengenali sosok pria yang sudah berdiri di hadapannya kini dan mengulas senyum tipis di wajah tampannya. "Ternyata kau sudah sadar, Sayangku. Apa kauhaus?" tanya Nando yang terdengar aneh di telinga Irene. Tak ada jawaban dan justru Irene sedang berpikir serta menduga jika saat ini dia sedang diculik dan pelakunya adalah Nando. "Apa maumu? Kenapa kaulakukan ini padaku?" tanya Irene dengan suara kencang yang justru membuat Nando terkekeh. Tawa Nando tentu memancing amarah Irene saat ini karena justru ditertawakan dengan apa yang barusan dia tanyakan. Dengan tatapan saksama, Irene menatap pada Nando yang melangkahkan kakinya serta berputar mengelilingi dirinya dan sudah duduk dengan tangan masih terikat. "Apa yang kumau? Memang menurutmu apa, huh?" jawab Nando berbisik di depan telinga dan justru bertanya balik kepada Irene yang nampak mengepalkan kedua tangan, meskipun terikat. "Cepat lepaskan ikatan ini! Aku malas berurusan dengan orang sepertimu!" pinta Irene pada Nando yang langsung menatapnya tajam. "Tidak semudah itu, Irene sayang. Aku sudah susah payah menyuruh orang untuk membawamu ke sini. Mana mungkin aku melepaskanmu begitu saja. Tentu saja tidak, sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan!" jawab Nando cepat dan terdengar tajam. Mendadak jantung Irene berdetak cepat dan pikiran negatif mulai terlintas di kepalanya. Tentu saja Irene sadar bahwa selama ini dia sudah menyakiti Nando karena dengan tegas menolak pernyataan cintanya dan berulang. Bukan Irene jahat atau meremehkan Nando, tapi Irene tahu betul kalau Nando bukanlah pria baik karena dia sudah mendengar kabar dari Rezo dan lainnya bahwa Nando adalah laki-laki yang kerap mempermainkan hati perempuan serta menjadikannya kekasih sekedar menjadi teman ranjang saja. Hal itulah yang menjadi penyebab Irene tidak terbuai dengan pernyataan cinta Nando, meskipun harus dia akui bahwa Nando adalah pria kaya juga tampan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD