BAGIAN 03

1114 Words
Dituduh dalam kasus pencurian ponsel milik anak orang kaya, membuat Cakra harus angkat kaki dari sekolah alias drop out. Tidak hanya masalah itu saja, catatan kehadiran Cakra yang sering absen membuat keputusan kepala sekolah tidak bisa diganggu gugat lagi. Padahal saja, Cakra tidak pernah mencuri barang orang lain, ia berani bersumpah. Akan tetapi, membantah rasanya tidak ada gunanya. Cakra tidak memiliki bukti yang kuat untuk dijadikan alasan. Yang bisa ia lakukan hanyalah pasrah dan menerima keputusan itu meskipun rasanya sangat berat hati. Oleh sebab itu, mau tidak mau Cakra harus pindah dari sekolah lamanya. Dan hari ini, ia sudah bisa masuk ke sekolah barunya. SMA Mentari. Sebenarnya rasa kantuk masih menyerang bola mata Cakra, namun cowok itu harus tetap bangun dan berangkat sekolah. Akan terlihat lucu jika dihari pertama masuk ke sekolah barunya, Cakra malah tidak menampakkan diri. Bisa-bisa ia dicap menjadi murid tidak tahu diri dan pemalas. Dan Cakra demi bertaruh, ia tidak ingin hal itu terjadi. Gara-gara cewek mabuk tadi malam, yang Cakra sendiri tidak tahu namanya siapa, membuat Cakra hanya tidur selama dua jam saja. Jika saja neneknya tidak membangunkan dirinya tadi pagi, mungkin saja Cakra akan terlambat berangkat sekolah. Cakra harap, di sekolahnya yang baru ini, ia akan dipertemukan dengan orang-orang yang baik dan menerima dirinya tanpa memandang kelebihan atau kekurangannya. Ya, semoga saja masalah tidak hadir. Cakra lelah menjalani hidupnya yang menyedihkan. Setelah tubuhnya sudah segar karena guyuran air dingin, dengan terburu-buru Cakra lekas memakai seragam sekolahnya. Ia tidak memiliki waktu banyak, para guru di sekolah barunya nanti tidak boleh memberikan kesan buruk terhadap dirinya yang terlambat masuk. Cakra siap berangkat, ransel hitam sudah berada di punggungnya. Ia hanya tinggal mengenakan sepatu. Cowok itu bergerak gesit menuju tempat khusus penyimpan alas kaki. Lalu ia terkejut karena sepatu Converse kesayangannya tidak ada di sana. Cakra melotot, ia mulai panik. Lalu seketika ia tersadar dan terpaku beberapa saat. Setelah ingat bahwa sepatu miliknya itu terbawa oleh cewek semalam, Cakra lantas terduduk di lantai. Ia menepuk keningnya berulang kali. "Bodooh! Bodooh! Bodooh!" Cakra mengumpat pada dirinya sendiri. Ia menggeram kesal. Hanya sepatu itu satu-satunya yang bisa ia pakai. Jika sudah seperti ini, apa yang harus dirinya lakukan sekarang? Cakra tidak mungkin pergi ke sekolah tanpa sepatu. Tidak mau membuang waktu, cowok itu kemudian mulai mencari sepatu lamanya. Hanya itu cara satu-satunya. Cakra tidak bisa bolos dihari pertama masuk ke sekolah barunya ini. "Akhirnya ketemu juga," ucap Cakra lega begitu menemukan apa yang ia cari-cari. Ia menghela napas panjang dan mulai memakan sepatu lamanya yang sudah jebol dan kekecilan. Tidak apa, lebih baik memakainya daripada tidak sama sekali. Waktunya sudah semakin mepet, Cakra langsung bangkit dan pergi ke dapur. "Nek, Cakra berangkat dulu, ya?" Cakra menghampiri neneknya, kemudian menyalami tangan keriput neneknya tersebut. "Sarapan dulu le, nanti lemes di sekolah lho." "Nggak ada waktu nek," balas Cakra sembari menyomot gorengan tempe yang dibuat neneknya. Dengan tidak sabar, Cakra langsung mengunyah makanan tersebut. "Cakra berangkat sekarang ya nek, takut terlambat. Ini hari pertama Cakra di sekolah baru. Assalamualaikum." Cakra tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah neneknya. Kemudian ia berbalik badan dan berlari keluar rumah, meninggalkan neneknya di dapur yang masih terpaku. "Hati-hati di jalan le!" "Siap nek!" balas Cakra berseru. Cowok itu lantas menghampiri sepeda abu-abunya yang terparkir di halaman rumahnya yang sempit. Segera Cakra mengayuh sepedanya itu dengan kecepatan penuh. *** "Inez, bangun buruan ih!" Walaupun sudah diabaikan beberapa kali, Ghea masih belum menyerah untuk membangunkan sahabatnya itu dari tidur pulasnya. Namun nihil, usaha yang Ghea kerahkan belum juga membuahkan hasil maksimal. Inez belum membuka matanya. Kalau sudah begini, Ghea paham bahwa tadi malam sahabatnya ini tidak tidur atau mungkin hanya tidur beberapa jam saja. Dua jawaban yang menurut Ghea mendukung kenapa Inez masih molor pagi-pagi seperti ini. Ghea menghela napas panjang, ia menatap malas kepada Inez yang mendengkur kecil, pipinya menempel di meja, sedangkan rambutnya terlihat tidak tertata rapi. Satu hal lagi yang membuat Ghea heran, Inez tidak memakai bedak yang berlebihan, bibirnya pun nampak merah alami tanpa ada sapuan lipstik. Sangat-sangat bukan seperti Inez biasanya. "Nez, bangun dong!" Ghea belum menyerah. Ditepuknya pipi Inez sedikit lebih kencang daripada sebelumnya. Bukannya bangun seperti apa yang Ghea harapkan, Inez justru malah mengubah posisi kepalanya. "Lah ... k*****t nih anak," gerutu Ghea. Tidak kehabisan akal, cewek berkaca mata bulat itu mengguncangkan tubuh sahabatnya itu. "Ayo dong Nez bangun, nanti lo nyesel loh kalo nggak bangun. Ada berita besar yang harus lo tau." "Berisik!" Inez berteriak cukup kencang sembari menggosok-gosokkan telinganya. "Oke, lo yang minta ya!" ucap Ghea. Ia lalu bangkit dari duduknya dan merapikan seragamnya sejenak. Kembali ia memperhatikan Inez yang terlelap. "Yakin lo nggak mau ikut gue?" Tidak ada jawaban dari Inez, membuat Ghea langsung menyimpulkan jawaban sendiri. Ia mengangguk mantap dan merapatkan bibirnya. "Oke, gue mau keluar nyusul yang lain, bodo amat lo sendirian di kelas. Bye!" Ghea segera ngacir keluar kelas menyusul teman kelasnya—khususnya parah cewek-cewek—yang sedang berkumpul sambil berteriak histeris. Ghea juga kepo dengan yang lainnya. "Mana woy mana!" Ghea yang tubuhnya terbilang mungil, langsung menyempil masuk ke dalam kerumunan. "Seganteng apaan sih tuh cowok?" Ghea sudah berhasil menyela, dan kini ia sudah berdiri di paling depan. Cewek itu menatap ke depan, memperbaiki posisi kacamatanya yang merosot, lalu ia melotot dan membekap mulutnya. Napasnya tertahan beberapa saat. "Ha? Serius itu murid barunya?" Ghea mengerjap tidak habis pikir. Senyumannya mengembang. "Pantas aja semuanya histeris, orang ganteng banget!" Pandangan Ghea tidak terlepas dari seorang cowok yang tengah berjalan pelan sambil menatap sekitarnya dengan sorot mata kebingungan. Tentu saja bingung, ditatap oleh semua siswa membuatnya kikuk. "Meleleh gue woy!" "Anjir, ganteng parah tuh cowok, gue juga mau jadi selingkuhannya!" "Udah punya pacar belum, ya?" "Kayaknya sih jomlo." Ghea menatap satu persatu teman kelasnya yang berteriak histeris. Ghea ikut tersenyum dan kembali menatap murid baru tersebut. "Gue nggak munafik, gue juga mau jadi pacarnya!" Diakhir kalimatnya, Ghea terkikik kecil. Walaupun tidak mungkin mendapatkan cowok super ganteng itu, tapi berhalu tidak ada salahnya, bukan? "Inez, lo bakal nyesel nggak lihat pemandangan ini," gumam Ghea. "Pemandangan apa?" Ghea mengerjapkan matanya, kepalanya langsung bergerak ke samping kiri ketika suara yang ia kenal menyahut. Bola mata Ghea nyaris keluar ketika Inez sedang berdiri di sampingnya sambil menyilangkan tangannya. "Inez?" ujar Ghea. "Lho, lo kok tiba-tiba ada di sini?" Satu alis Inez naik ke atas, ia menyorot tidak mengerti ke arah Ghea. Inez menghela napas pendek. "Lo berisik banget di kelas, gue jadi nggak bisa lanjut tidur lagi. Tadi apa yang lo omongin? Kenapa gue nyesel?" "Tuh lihat di depan!" Dengan gerakan dagunya, Ghea menunjuk seorang cowok tadi. Inez mengerutkan keningnya, lalu mengikuti arah pandangan Ghea. Senyuman miring Inez tersungging seketika itu juga. "Target baru."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD