Bab 3

942 Words
Pagi harinya, Lerin jatuh sakit, selimut tak cukup untuk melawan rasa dingin akibat diguyur air di malam hari tanpa ganti baju dan tidur dengan baju basah.  Tubuhnya menggigil hebat, suhu tubuhnya pun tinggi, kepalanya meriang, para tahanan perempuan jadi khawatir pada keadaan Lerin dan memutuskan memanggil polisi untuk melaporkan kondisi Lerin. "Lerin sakit akibat diguyur air semalam." "Biarkan saja. Tahanan seperti kalian tidak boleh manja. Itu akibat kesalahannya sendiri." Polisi wanita itu pergi begitu saja tanpa mempedulikan kondisi Lerin. Semua wanita di dalam sel menatap kesal pada polisi tak berhati itu. Kondisi Lerin saat ini karena akibatnya namun polisi itu tak merasa bersalah sedikit pun.  "Berikan saja dulu dia makan dan minum. Ambil saja bagian makan dan minum ku." Semua wanita mengangguk setuju dan mencoba menyuapi Lerin makan namun Lerin menolak. Mereka menghela nafas gusar karena tak bisa melakukan apapun, tak ada obat di dalam penjara dan tak ada polisi yang mau membantu tahanan seperti mereka kecuali sudah mendekati kematian.  "Lerin, kau harus bertahan. Ayo makan dan minum, kau harus kuat untuk tetap hidup." "I ... ibu." Hanya satu kata itu yang terucap dari bibir Lerin sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri. Semua wanita di sel tahanan langsung berteriak histeris sambil memanggil nama Lerin, berharap Lerin akan sadar. [][][][][][][][][][][][][][][][][][][] Kelopak mata Lerin terbuka perlahan-lahan, ia menatap bingung ke sekitar yang ternyata bukan penjara melainkan sebuah ruangan seperti rumah sakit.  Ruangan ini membuatnya teringat akan pekerjaannya sebagai dokter, susah payah ia menjadi dokter spesialis jantung lalu karirnya hancur dalam sehari saja.  Sebelum ia semakin sedih dan teringat akan masa indahnya ketika ia menjadi dokter hebat dan andalan di rumah sakit mewah serta masih memiliki ibu, ia memilih bangun dan mencoba berdiri. "Jangan jalan dulu, kondisimu masih lemah. Berbaring saja dulu." Tiba-tiba perawat masuk ke dalam ruangan dan mencegahnya yang ingin berjalan. Lerin mengangguk mengerti, ia adalah mantan dokter jadi ia mengerti perintah seperti ini dari tim medis yang menginginkan kebaikan untuk pasien. "Apa aku berada di rumah sakit?" "Ya, kau pingsan di dalam sel penjara karena demam." "Berapa lama aku tak sadarkan diri?" "Dua hari." "Cukup lama. Kapan aku bisa kembali?" "Kau ini aneh." "Aneh kenapa?" Kening Lerin berkerut dengan tatapan penuh tanya dan raut wajah bingung ketika melihat perawat itu tertawa. Ia merasa tak ada yang lucu dari pertanyaannya. "Narapidana lain akan senang dirawat lama-lama di rumah sakit bahkan pura-pura masih sakit. Tapi kau seperti ingin cepat-cepat pulang." "Penjara lebih baik dari pada rumah sakit yang mengingatkan masa kejayaan yang sudah hancur." Gerakan tangan suster yang sedang menyiapkan suntikan untuk Lerin terhenti saat mendengar ucapan Lerin. Ia tahu kasus yang menimpa mantan dokter ini dan ia juga tahu bahwa Lerin tak bersalah, itu tak disengaja dan bukan kemauan Lerin melakukan kelalaian. Hal ini sering terjadi di dunia kedokteran dan beberapa dokter beruntung hanya akan mendapat terguran dari atasan dan hanya perlu minta maaf pada pihak keluarga lalu masalah selesai. Namun semua jadi rumit saat keluarga pasien adalah keluarga terpandang dan keras kepala hingga menuntut Lerin ke penjara. "Aku turut prihatin akan kejadian yang menimpamu." Suster itu berbicara sambil menyuntik lengan Lerin dengan suntikan antibiotik untuk imunitas tubuh Lerin agar semakin kuat setelah mengalami demam. Lerin tak menanggapi lagi ucapan suster itu dan memutuskan berbaring di brankar dengan membelakangi suster, ia tak suka merasa dikasihani oleh orang lain. [][][][][][][][][][][][][][][][][][][][] Lerin sedang disuapi oleh suster namun tiba-tiba saja pintu dibuka dengan keras dan ternyata polisi perempuan yang kini menatap tajam ke arah Lerin dengan wajah sangat yang menyeramkan. Suster pun berhenti menyuapi Lerin dan menyingkir agar polisi itu bisa bicara dengan Lerin namun ia tetap berada di ruangan karena khawatir pada Lerin, terlebih saat melihat tatapan dan raut wajah polisi itu. "Kau sudah sehat, ayo kembali ke dalam Penjara." "Iya, ayo." "Tunggu!" "Pasien belum sehat sepenuhnya, jadi tidak boleh pulang." Suster langsung mencegah Lerin yang hendak dibawa balik ke penjara oleh polisi. Polisi itu menatap tak percaya ke arah suster membuat suster melanjutkan ucapannya untuk meyakinkan polisi. "Jika dipaksakan pulang maka Pasien bisa kembali pingsan di Penjara dan akan membuat repot lagi para polisi. Tunggu sampai besok hingga tubuhnya sudah kuat." "Baiklah. Rawat dia baik-baik. Kami akan pulang dan kembali lagi besok." "Iya." Suster itu menghela nafas lega saat ketiga polisi itu sudah keluar dari ruang rawat Lerin. Ia pun langsung menutup pintu dan menghampiri Lerin dengan senyum lebar. "Aku senang sekali akhirnya kau tidak kembali ke Penjara hari ini." "Kenapa kau lakukan ini?" "Aku hanya ingin membantumu. Kabur lah, Lerin. Aku tahu kau tidak bersalah atas kasus kematian Bayu Aharos. Itu bukan salahmu, kau punya alasan atas kelalaian yang kau buat." Suster itu menatap sendu ke arah Lerin lalu mengeluarkan sebuah amplop cokelat dan memberikannya pada Lerin. Walaupun baru mengenal Lerin dalam beberapa hari ini, entah kenapa ia merasa dekat dengan Lerin, mungkin karena profesi mereka yang sama-sama di bidang kesehatan. "Uang ini cukup untuk menghidupi kehidupan barumu." Lerin terdiam sesaat, ia menatap amplop di tangannya dan suster tersebut bergantian sebelum akhirnya memutuskan mengembalikan amplop itu lagi pada suster dan membuat suster itu kecewa. "Aku tidak bisa melakukan itu." "Tapi kenapa? Kau tidak bersalah kan? Seharusnya kau tidak dihukum." "Justru karena aku tidak bersalah maka dari itu aku tak bisa kabur. Jika aku kabur maka selamanya aku akan dicap bersalah. Lagi pula kemana aku bisa pergi saat Andreas Aharos selalu mengintai diriku?" Mata Lerin menatap ke arah jendela yang menampilkan seorang pria berjas rapi. Suster pun ikut menoleh ke arah jendela dan buru-buru menyembunyikan amplop ke saku bajunya karena takut Andreas tahu apa yang baru saja ia lakukan. Suster itu tahu betapa kejamnya Andreas Aharos terlebih setelah ayahnya meninggal. Namun kenapa perempuan sebaik dan selembut Lerin harus berurusan dengan pria tak berhati itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD