Episode 6

1110 Words
Jazlyn menyeret kopernya dengan kasar. Ia sudah berada di jalan raya sepanjang hari. Tidak ada satu kendaraan pun yang lewat dari sana. Hutan ini nampaknya jarang di jamah orang. Namun, ada jalan mulus di tengahnya. Sedikit lagi, Jazlyn sudah sampai diperdesaan. Yang dibutuhkannya saat ini adalah istirahat. Untung saja, Adam bisa diandalkan. Menyiapkan segala kebutuhan termasuk makan dan minum. Pria itu memang sangat baik. Akan tetapi, sifatnya yang m***m membuat kebaikannya tertutupi. Sudah lama, Jazlyn tidak merasa bebas seperti ini. Setiap kali keluar dari markas, yang dilihat hanya benda besi saja. Kehidupan di Tahun 2020 masih sangat asri, bahkan ia juga melihat beberapa petani sedang bercocok tanam. Tinggal di tempat ini, adalah idaman Jazlyn sejak kecil. Begitu tenang, nyaman dan terlindungi dan tentunya tanpa adanya iblis Suatu hari nanti, ia akan mendirikan rumah di sekitar danau. Supaya, keindahan dari alam bisa dinikmati setiap hari. "Aku harus berusaha keras," gumam Jazlyn sambil terus berjalan menyeret kopernya. Ia melihat sebuah taxi tidak jauh dari tempatnya berdiri. Gadis itu berteriak keras sehingga membuat sopir itu berbalik arah. "Nona hendak naik taksi?" tanya sang sopir. Jazlyn mengangguk, lalu masuk ke dalam. Sopir itu turun dari mobil hendak membantu, namun dicegat oleh gadis itu. "Aku bisa sendiri. Kau duduklah…" ucapnya sambil memasukkan benda besi berbentuk kotak itu. "Antarkan aku ke hotel." Setelah mendengar permintaan dari Jazlyn, sopir itu mengangguk. "Baik, Nona," jawabnya sambil melirik ke cermin depan kemudi. "Sepertinya, Nona bukanlah orang sini?" Sang sopir ingin menarik perhatian Jazlyn. Karena melihat gadis cantik itu sedang termenung memikirkan sesuatu. "Aku datang dari jauh. Hendak mencoba keberuntungan di Kota Paris." Jazlyn menatap ke arah jendela. "Kenapa tidak menyewa tempat? Kebetulan, saya ada satu tempat kosong." Tatapan Jazlyn berpindah ke arah sang sopir yang menatapnya penuh haus. Pria itu berbahaya, dia terlihat menjijikan dengan tatapan penuh nafsu. "Antarkan aku ke hotel!" perintah Jazlyn final dan dingin. "Rumah saya jauh lebih nyaman, Nona." Jazlyn tidak bergeming sama sekali. Ia hanya tidak ingin berurusan dengan orang lain saat sampai di kota ini untuk pertama kalinya. "Bagaimana, Nona? Apakah Anda setuju?" tanya sopir itu dengan mata berkilat merah. Jazlyn merasakan hawa yang berbeda dari sebelumnya. 'Aku harus hati-hati. Dia bukan manusia' Para iblis pintar menyamarkan wajah dan tubuhnya untuk mencari maksa. Namun, populasi di Tahun 2020 tidak sebanyak di Tahun 3030. Gadis itu mulai berpikir, di dalam buku itu menjelaskan bahwa Aldrichlah sumber dari lahirnya anak iblis. Tapi, kenapa sudah ada iblis yang berkeliaran? Jazlyn membuka kopernya perlahan, mengambil pistol lalu menyimpannya di samping kanan tubuhnya. Untung saja, ia duduk di dekat jendela bagian kanan. "Jadi, apakah Nona bersedia untuk menginap di tempat saya?" tanya sopir itu sekali lagi. Sang sopir berhenti di pinggir jalan karena tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Tempat itu sangat sepi, jauh dari kota. "Kita lanjutkan pembicaraan, Nona," ucap sang sopir sambil menoleh. Dia kaget saat melihat pistol sudah menempel di dahinya. "No-Nona,"katanya sambil menatap ragu ke arah Jazlyn. "Jangan membuat aku bertindak di luar kendali, Nona. Salahkan Bau tubuhmu yang membuat diriku bergejolak." Jazlyn langsung menarik pelatuk dan menembaknya tepat di kepala. Darah hitam pun terciprat di mana-mana. Saat makhluk itu hendak beregenerasi, dengan cepat Jazlyn mengambil katana lalu menusuknya. "Sial!"umpat Jazlyn sambil menyeka darah yang keluar. Untung saja berwarna hitam dan tidak amis. Namun, terlihat menjijikkan. Gadis itu keluar dari mobil, mengambil korek api lalu membakar mobil tersebut. Tangannya merogoh sebuah botol kecil di sakunya. Ia tidak menyangka benda sederhana milik Adam akan berguna secepat ini. Gadis itu menuangkan cairan yang ada di botol ke mobil yang terbakar. Hasilnya sangat menakjubkan, dengan hanya kedipan mata cairan itu bisa menghilangkan benda di depan matanya. Padahal, hanya beberapa tetes. 'Untung saja mobilnya belum meledak' pikirnya dalam hati. Jazlyn melihat kondisi tubuh untuk memastikan tidak ada yang aneh. Ia melenguh sambil menatap penampilan yang benar-benar buruk. Noda darah iblis tadi terciprat di seluruh tubuhnya. Ia seperti habis keluar dari kumbangan lumpur. Jazlyn melihat sebuah rumah berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia bergegas menyeret kopernya menuju ke rumah itu. Saat berada di depan rumah yang sederhana, tampak seorang wanita tua tengah duduk bersantai sambil membaca majalah. "Permisi," sapa Jazlyn dengan ramah. Wanita tua itu beralih menatapnya sambil membenahi letak kaca mata. "Oh astaga… apa yang terjadi denganmu, Nona?" tanyanya sambil menaruh majalah di atas meja, buru-buru menghampiri gadis itu. "Saya tanpa sengaja terkena cipratan genangan air di pinggir jalan." 'Maaf aku harus berbohong padamu' Alasan itu digunakan dengan tepat. Karena tadi Jazlyn melihat beberapa genangan air di dalam hutan. Bisa dipastikan, tadi malam terjadi hujan. "Masuklah… bersihkan dirimu," kata wanita tua itu sambil berbalik arah membuka pintu. Jazlyn menatap punggungnya sambil melihat ke arah sekitar. Tampak rumah dengan nuansa kekeluargaan. Banyak foto yang terpampang jelas di dinding. "Sepertinya, kau bukan orang sini, Nona." Wanita itu terus berjalan tanpa menoleh sampai di depan sebuah pintu ruangan bertulis nama Abel. "Saya baru saja tiba di sini dan tersesat," ucap Jazlyn sambil menunduk. "Terimakasih sudah mengijinkan saya untuk membersihkan diri." "Karena kau persis dengan putriku. Jika dia masih hidup, pasti sudah punya anak seusiamu. Sayang sekali, dia harus meninggalkan aku yang tua ini." Nada sedih terlihat jelas di raut wajah wanita tua itu. "Maafkan saya." Ada sedikit rasa bersalah lantaran sudah membohongi wanita itu. "Hei, kenapa kau minta maaf. Cepat mandi dan bergantilah pakaian. Panggil aku 'Lucy'. Dan jangan formal padaku." Wanita itu terkekeh melihat wajah rasa bersalah Jazlyn. "Namaku Jazlyn." Gadis itu mengulurkan tangan, disambut oleh Lucy dengan antusias. "Jadi… masukkah sekarang, Jazlyn." Lucy pergi meninggalkan gadis itu sendirian. Sudah lama sekali ia tidak bersenang-senang seperti ini. Rumah akan terasa ramai jika ada anak seusia Jazlyn. Tentu saja ia merasa beruntung. "Dia dikirim Tuhan hari ini untuk menghiburku dan menemaniku" gumamnya sambil tersenyum. Sementara itu, di ruangan yang megah. Bergaya eropa klasik kuno. Tampak seorang pria tengah berdiri di depan jendela. Sudah lama, dia berdiri mematung di sana. Dengan jubah tidur berwarna merah. Pria itu terlihat sangat seksi dan menggairahkan. Ditangannya, ada sebuah gelas berisi warna merah seperti anggur. Sesekali, dia menyerap, menghirup aroma dari gelas itu. Pria itu meneguk tandas isi gelas sampai habis lalu memejamkan mata. Saat membuka kedua matanya, warna mata itu berubah menjadi merah. Beberapa detik kemudian kembali menjadi hitam. "Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Kenapa terlihat semakin lama?" geramnya tertahan. Aura hitam keluar dari tubuhnya. Ruangan yang semula hangat menjadi dingin dan mencekam. Dia semakin mengeluarkan auranya sampai membuat kaca jendela itu retak. "Tenang… sebentar lagi." Setelah menetralkan emosinya. Aura hitam tersebut kembali redup meskipun terlihat samar. BERSAMBUNG Happy new year… senang sekali rasanya bisa melanjutkan novel ini. Pasti reader sudah bisa menebak, siapa pria dengan aura hitam itu? Dan semoga, tebakan kalian benar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD