5.

1118 Words
Di saat Ara masuk ke dalam kamar mandi, Alex memutuskan untuk turun dan menemui Bi Dijah untuk memintanya memanaskan makan malam yang tadi mereka lewatkan. "Bi tolong angetin makanannya lagi yah, soalnya Ara belum makan ..." Pinta Alex pada Bi Dijah. "Loh non Ara sudah di temuin toh, ya sudah biar Merin yang panasin ya den. Soalnya Bibi mau nyuci baju dulu." Ucap Bi Dijah sembari menyuruh Merin keponakannya yang ikut bekerja dengannya. "Ya udah kalo gitu Alex ke atas lagi ya Bi," ucap Alex kemudian berlalu dari kamar tersebut. "Alex eh maaf maksud saya Tuan, nanti setelah makanannya siap, saya akan beri tahu." Ucap Merin. Alex mengangguk paham kemudian kembali menemui Ara. Sedangkan di kamar sana, Ara masih belum keluar dari kamar mandi entah apa yang ia lakukan di sana. Hingga akhirnya Alex sampai di kamar mereka dan mulai merasa heran kenapa istrinya belum juga keluar dari kamar mandi. "Araa, sayang kamu lagi ngapain yaang?" Tanya Alex memastikan. "Ara?" Ulangnya memanggil. Alex masih berusaha memanggil istri tercintanya itu, tanpa berani memasuki kamar mandi, karena ia takut jika Ara akan marah besar kepadanya. "Ara udah belum?" "Ara nyahut dong yaang jangan buat aku khawatir," ucap Alex yang kini mulai mengetuk pintu kamar mandi. "Ara aku masuk ke dalem nih," ujarnya lagi. Namun karena masih tidak ada balasan akhirnya Alex membuka pintu kamar mandi. Dan, Ceklek. "Ara ..." Gumamnya lemah saat melihat istri manisnya tengah tergeletak lemas dengan keadaan basah kuyup dan shower yang masih menyala. Dengan panik Alex langsung mengambil handuk yang tergantung di dinding kamar mandi, kemudian ia langsung membungkus Ara dengan handuk tersebut. Secepat mungkin Alex memangku Ara dan membawanya keluar dari kamar mandi yang sungguh sangat sialan bagi Alex. Alex membaringkan tubuh Ara di atas tempat tidur dan setelahnya ia kembali ke kamar mandi untuk mematikan shower yang masih menyala. Dengan cepat Alex mencari pakaian yang dikiranya bisa menghangatkan tubuh istri manisnya itu. Alex kembali mendekati tempat tidur di mana Ara masih terbaring lemah tak sadarkan diri. Alex menarik nafas dalam kemudian membuka handuk yang membalut tubuh mungil Ara, kemudian Alex memakaikan Ara pakaian padanya. Setelahnya Alex duduk tepat di samping kanan Ara dan membawa tangan dingin Ara ke dalam genggamannya. Dengan rasa khawatir Alex terus saja menggosok telapak tangan Ara. Ia berharap agar Ara cepat sadarkan diri. Alex menatap wajah Ara yang masih terpejam dengan tatapan rasa bersalah bercampur dengan rasa khawatir. "Ra, aku mohon bangun, aku tau aku salah tapi please jangan--" Alex tidak mampu untuk menuntaskan kalimatnya. Ia terlalu lemah untuk menahan tangisan rasa bersalah terhadap istri tersayangnya itu. Alex menundukkan tubuhnya kemudian memeluk Ara dengan erat. Ia tidak tega menatap wajah pucat Ara yang berhasil membuatnya merasa bahwa ia sudah gagal untuk menajaganya. Alex kembali menangis dengan wajah yang berada di perut istri yang amat di cintainya itu. Meskipun matanya terpejam tapi tetap saja air mata Alex mengalir begitu saja. Alex sudah tidak ingin menghapus air matanya karena percuma saja itu ia lakukan. "Ara bangun yaang, aku mohon kamu boleh marahin aku, kamu boleh hukum aku tapi jangan kayak gini yaang, aku gak suka kamu kayak gini..." Racaunya yang menyatu dengan isakan lembut yang ia keluarkan. Tok... tok... tok... "Tuan makananya sudah siap." Ucap Merin dari luar kamar. Alex tak menghiraukanya sama sekali, pikirannya terlalu kalut melihat wajah pucat yang dengan beraninya menutupi wajah cantik Ara. Alex menautkan tangan kananya dengan tangan kiri Ara dengan posisi yang masih sama, Alex masih memeluk Ara dengan erat. Diciumnya lengan yang terasa dingin itu berkali-kali dengan dalam, persetan dengan air matanya, Alex benar-benar tidak peduli jika ia di bilang seseorang yang lemah, karena semua benar. Kini ia tengah lemah karena Ara adalah sumber kekuatannya. Jika Ara sakit maka ia yang akan merasakan penderitaanya. Berlebihan? Sungguh Alex tidak peduli akan hal itu. Hingga Merin kembali mengetuk pintu kamar mereka dengan kalimat yang sama yaitu memberitahukan bahwa makananya sudah siap, padahal waktu sudah menunjukan pukul satu malam. Alex masih enggan untuk menyahutinya, hingga tiba-tiba saja tubuh Alex terdiam karena sebuah tangan dengan lembut mengusap kepalanya perlahan. "Lex.." sebuah lirihan tipis namun amat sangat jelas dipendengaran seorang Alex yang mengharapkannya sejak tadi. Dengan cepat Alex menatap wajah Ara yang masih bisa tersenyum walaupun ia tahu senyuman itu sangat sulit Ara buat dalam keadaanya yang terlihat lemah. "Sayang maafin aku yah, kita--kita kerumah sakit sekarang yah, ak--aku ganti baju dulu abi it--" Ucapannya terhenti saat Ara menggelengkan kepalanya perlahan. "I'm fine, it's okay..." Ucap Ara yang masih terdengar lemah. "Enggak, sekarang kamu harus nurut sama aku Ra ... Kita kerumah sakit yah, biar kamu bisa cepet sembuh ..." Bujuk Alex dengan mata dan hidung yang sudah memerah akibat tangisannya. "Hey are you okay? Kamu nangis?" Tanya Ara seraya mengusap wajah suami tampannya itu. Alex hanya terdiam enggan untuk menjawab. "Aku gak pa-pa, jangan nangis ... Sekarang kamu samperin Merin terus kamu ambil makannanya ke sini. Abis itu kamu suapin aku..." ucap Ara dengan senyumannya. Berharap itu akan menenangkan hati Alex. Alex mengecup kening Ara dalam bahkan sangat dalam, kemudian ia berlalu keluar kamar. "Tunggu bentar yah, biar aku ambil dulu ke bawah." Ucap Alex. Alex membuka pintu kamar mereka dan ternyata Merin masih berdiri di sana dengan sebuah nampan berisikan satu porsi makan malam di tangannya. "Sayang kamu liat deh, ternyata makananya udah ada." Sambung Alex seraya menatap Ara yang kini sudah bersandar pada sandaran tempat tidur mereka. Alex mengambil makananya dari tangan Merin, "Makasih yah," ucap Alex berterima kasih. "Iya Tuan, kalo begitu saya permisi ..." Pamit Merin dengan menundukan kepalanya dan berlalu. Alex menutup pintu kamar mereka dan berjalan ke arah Ara yang masih setia dengan senyum lemahnya. "Sekarang kamu minum dulu, abis itu makan okay?" ucap Alex memberikan Ara segelas air putih dan membantunya untuk meminum air tersebut. A lex pun mulai menyuapi Ara dengan hati-hati. "Ini a' lagi yaang ..." Ucap Alex. Ara menahan sendok yang Alex sodorkan padanya kemudian menggelengkan kepalanya perlahan. "Perut aku mual ..." Ucap Ara memegangi perutnya. "Kamu hamil?" Pekik Alex yang langsung di hadiahi tatapan tajam Ara "Apaan, ini itu karena dari tadi siang aku belum makan makannya perut aku mual pas di isiin nasi ..." Ujar Ara menjelaskan. "Ya bisa aja kan sekali jadi, mhehe ..." Ucap Alex tersenyum mengingat kejadian di mana Ara menjadi miliknya seutuhnya begitupun sebaliknya. "Maksudnya?" "Ya gitu bisa aja kan, sekali buat, langsung jadi hehe ..." Cengir Alex yang langsung mendapat cubitan greget dari Ara. "Masih aja sempet buat KDRT," ujar Alex dengan wajah yang seperti teraniaya. Ara terkekeh pelan, "Maaf deh maaf ..." Ucap Ara kemudian kembali menerima suapan dari Alex. "Cepet sembuh ya, yaang ..." Alex mengecup bibir Ara sekilas. Ara memeluk Alex dan, "semoga kita segera diberi momongan ..." Ucapnya yang langsung diangguki oleh Alex. "Semoga, sayang ..." Balas Alex.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD