4. MASIH SAMA

1315 Words
Suasana rumah Lisa masih saja muram meskipun Mama tidak lagi berteriak histeris. Ya, beberapa hari ini, Mama selalu berteriak histeris dan mengejar-ngejar Lisa dengan satu pertanyaan yang sama. Di mana Lisa menyembunyikan Airine. Hanya saja, saat ini, semua kelakuan itu sepertinya sudah mereda. wanita setengah baya itu sekarang dari pagi jari berada di mushola kecil yang berada di samping ruang keluarga. Selalu menggunakan mukena dan berdoa dengan sepenuh hati. Mama saat ini sedang berada di dalam posisi yang sangat terpuruk. Dia baru saja menyadari bahwa anak gadisnya yang lembut bisa berubah menakutkan seperti ini. Apalagi saat dia mendengar semua hal yang berada di rekaman milik Lisa. "Apakah Lisa selalu merasa dipojokkan sehingga membentuk perlindungan diri seperti ini?" gumam Mama pelan. Mama benar-benar tidak bisa mengingat semua perlakuannya kepada Lisa. Hanya saja, dari beberapa kejadian yang baru saja terjadi, dia tahu bahwa itu sudah sangat kelewatan. Perempuan paruh baya itu mengingat semua hal yang terekam di kamera tersembunyi milik Lisa. Dan dari sanalah, dia tahu bahwa surat yang ditulis Airine itu bohong. Sejak saat itu, apakah Airine sering berbohong seperti ini agar keluar dari masalahnya? Tanpa perempuan paruh baya itu sadari, anak perempuannya yang lain sedang mengamatinya dari posisi yang cukup jauh. "Mama masih di sana, Mbok?" tanya Lisa kepada wanita paruh baya yang sudah merawatnya dari kecil. Simbok adalah satu-satunya orang yang bersikap baik kepada Lisa. Meskipun yang lainnya terkesan tidak peduli dan membuatnya selalu berada di posisi bersalah, tapi Lisa tidak ingin hal-hal ini terus berlanjut. "Iya, Non. Nyonya masih di sana. Hanya beranjak kalau ingin mandi ataupun ada tamu. Beliau juga banyak absen di kegiatan yang sudah dijadwal," jawab Simbok. Wanita setengah baya itu juga ikut melihat ke arah yang sama. Lisa hanya menghela napas. Ternyata, lebih tidak mengenakkan jika melihat kedua orang tuanya terpuruk seperti ini daripada dimarahi setiap hari. Namun, untuk saat ini, tidak ada sesuatu yang bisa dia lakukan. Bagaimanapun juga, Lisa menahan dirinya sendiri untuk mencari keberadaan Airine. Bukan karena dia tidak ingin kakaknya itu cepat pulang, tapi dia hanya mengantisipasi sesuatu yang akan terjadi. Semua hal baik yang dia lakukan selama ini biasanya selalu diputar-balikkan. "Papa di mana, Mbok?" tanya Lisa. Dia benar-benar merasa rumah ini terlalu suram. Meskipun begitu, Lisa tidak bisa melarikan diri dari sini. Yah, karena kejadian itu, Lisa tidak lagi membawa mobil sendiri. Selalu ada bodyguard yang menempel di punggungnya. Benar-benar kehilangan kebebasannya. Yah, meskipun Lisa tahu bahwa Papa melakukan ini karena takut kembali kebobolan. "Airine juga kenapa harus berbuat seperti ini. Mana yang dia bilang pilihan orang tua selalu yang terbaik. Dasar bodoh!" gerutu Lisa. Gadis muda itu berjalan pelan menuju dapur. Dia berniat untuk membuatkan teh untuk Papa. Juga membawakan Mama makan siang. Yah, Simbok bilang bahwa Mama tidak mau makan sedikitpun. "Kenapa Airine bisa berpikir untuk kabur ya, Mbok?" tanya Lisa. Saat ini, Lisa dan Simbok sedang sibuk membuat bubur untuk Mama. Bubur menjadi makanan pilihan agar lambung Mama tidak kaget saat mendapatkan makanan. "Simbok juga tidak tahu, Non. Namun emang beberapa hari ini sikap Teh Airine memang agak aneh. Sering bawa tas besar kalau keluar. Simbok gak bilang apa-apa karena Tetehnya bilang kalau itu baju bekas buat anak panti." Lisa kembali lagi menghela napas lelah. Jika Lisa bisa bertemu dengan Airine untuk saat ini, dia ingin menampar gadis itu agar sadar. Ya, sadar bahwa perilakunya itu membuat banyak orang cemas dan bingung. Belum lagi rasa malu yang benar-benar diingat seumur hidup. Tidak hanya oleh Mama dan Lisa, tapi juga oleh Papa yang selalu menjaga reputasinya. *** Lisa baru saja selesai mandi saat pintu kamarnya diketuk. Yah, Simbok kali ini datang untuk memberikan kabar bahwa keluarga calon suami Airine akan datang lagi hari ini. Lisa memang mengingat bahwa saat ini adalah jatuh tempo dari waktu yang mereka berikan. Bahkan, setelah Papa mengerahkan semua kekuatan yang dia punya, tiga hari bukanlah waktu yang cukup untuk mencari Airine. Bahkan Lisa yakin bahwa kakaknya itu sudah keluar dari Jakarta. Mungkin juga sudah keluar dari Pulau Jawa. Lisa ingat saat hari pertama sang Kakak kabur, Papa yang marah berniat untuk memblokir semua kartu yang dia bawa. Namun, Mama bersikeras untuk melarang Papa melakukan itu. Mama takut Airine kelaparan ataupun sebagainya. Yah, dengan itu juga, Airine memiliki banyak uang untuk lari lebih jauh. Meskipun Papa sudah melacak penggunaan kartu ATMnya. Sayangnya, Airine langsung mengambil banyak uang. Jadi, hanya beberapa wilayah yang bisa terlacak. Dan itu hanya membuat mereka berputar-putar. "Jam berapa mereka akan datang?" tanya Lisa. Dia sibuk mengeringkan rambut menggunakan hairdryer. Yah, Lisa mandi di siang bolong seperti ini karena merasa sangat suntuk. Dia juga berniat tidur setelah mandi. Sayangnya Simbok datang ke kamarnya lebih cepat dari yang dia kira. Dan lagi, Lisa hanya bisa menggerutu dengan pemberitahuan kedatangan keluarga mantan calon suami Airine. Lisa bisa menyebutnya mantan karena sepertinya keluarga itu sudah tidak ingin menjalin hubungan kekeluargaan apapun dengan Papa. "Seperti biasa. Pukul delapan malam. Apa Non mau tidur dulu?" tanya Simbok pengertian. Memang hanya wanita tua ini yang selalu mengerti isi hati Lisa. "Iya nih. Lisa ngantuk banget. Simbok bisa bangunin Lisa jam enam? Atau jam berapa aja terserah, yang penting Lisa tidur dulu," minta Lisa dengan manja. Dia berbalik menghadap Simbok lalu memeluk wanita itu dengan erat. Lisa benar-benar menyayangi Simbok dengan tulus. Buat Lisa, Simbok sudah seperti Nenek yang selalu menjadi tameng jika Lisa berbuat salah. "Baiklah. Simbok nanti akan balik lagi. Benar-benar tidur dan jangan nonton drama." Mendengar larangan dari Simbok, Lisa hanya bisa tertawa. Dengan pelan, Lisa menuntun Simbok ke arah pintu. Meyakinkan Simbok bahwa dia akan langsung tidur setelah memberi vitamin pada rambutnya. Simbok sendiri yang melihat Lisa bisa dipercaya akhirnya kembali ke dapur. "Hah, apalagi yang bakal mereka ucapkan? Sebuah hinaan?" Lisa bergumam pelan sambil melangkah ke arah ranjangnya. Dia memang berniat akan tidur siang karena hari ini dia merasa sedikit lelah. Yah, dia memang sudah merasakan sangat lelah sejak gagalnya pernikahan Airine. Apalagi ditambah dengan kedua orang tuanya yang berperilaku seperti mayat hidup. Yah, kehilangan salah satu anaknya memang sangat tragis, tapi jika mereka pura-pura lupa bila memiliki anak yang lain, itu sangat kelewatan. Apakah kedua orang tua Lisa itu tidak pernah berpikir bagaimana tekanan mental yang harus Lisa hadapi? Makanya, Lisa memilih untuk menenangkan pikirannya dengan cara pergi tidur. Setidaknya, dia bisa sedikit bermimpi indah siang ini. *** Kedoran dari pintu kamarnya membuat Lisa terbangun dari tidurnya. Saat dia melihat ke arah jam di meja riasnya, ternyata sudah menunjukkan jam empat sore. Pantas saja orang-orang itu sudah panik membangunkannya. Yah, meskipun kesal, Lisa juga sedikit takjub dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia tidur dengan nyenyak selama ini? Hampir empat jam dia tidur. "Non?" Suara Bibi terdengar dari balik pintu. Wanita paruh baya itu benar-benar gigih membangunkan Lisa. Entah sudah berapa lama dia menggedor pintu itu. Dengan malas, Lisa bangkit dari ranjangnya dan berjalan ke arah pintu. Saat pintu terbuka, Simbok langsung menghela napas dengan lega. Sebenarnya dia agak malu kalau harus membangunkan Lisa dengan sangat keras. "Kenapa pintunya dikunci?" tanya Simbok. Wanita itu sudah masuk ke dalam kamar. Dia sedang memilih gamis yang cocok digunakan oleh Lisa. Tidak terlalu ramai, tapi tidak juga terlalu sederhana. Dan Lisa tidak pernah menolak pilihannya karena selalu tepat pada tempatnya. Sesuai dengan selera Lisa yang masih di usia peralihan dari remaja ke dewasa. "Aku malas kalau tiba-tiba ada orang yang menyerbu masuk," jawah Lisa dengan enteng. Dia mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Simbok yang masih sibuk memilih gamis di waiting closet. "Semoga tidak ada kabar buruk," gumam tua itu. Dia teringat tentang ucapan Nyonya yang tanpa sadar dia dengarkan. Meskipun Simbok ingin memberitahu Lisa, tapi dia tidak sanggup untuk berucap. Bagaimanapun juga, jika memang hal ini akan terjadi, lebih baik bila orang tua dari Lisa yang memberitahunya. Meski Lisa selalu menganggap Simbok sebagai Neneknya, tapi dalam hubungan darah, mereka bukan siapa-siapa. Apalagi status Simbok di rumah ini hanya pembantu. Jadi, akan lebih canggung dan kurang ajar jika Simbok memberitahu Lisa dan mendahului kedua orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD