MS 6: Cemburu

1370 Words
Hai gaes, welcome di part 5 Mrs. Substitute (◍•ᴗ•◍)❤ Selamat Membaca! * Memberi mertuanya sejumlah kekayaan karena ia punya hati nurani, sungguh bukanlah tabiat Andreas Bradford. Viscount berusia 28 tahun itu memandangi kepergian kereta kuda orang tua mempelainya dengan dengkusan girang. Alcaster akan merasakan akibat telah mempermainkannya. Andreas lalu berbalik menghadap kepada teman-temannya yang duduk santai di ruang tamu. Andreas berteriak lantang sambil mengangkat sebotol minuman sari anggur. "Saatnya berpesta! Huahahahah ...." Disahut seruan gegap gempita laki-laki dan perempuan di ruangan itu. "Yahooo!" Di perjalanan pulang, dalam kereta yang membawa George dan James Alcaster. Dua bersaudara itu duduk dalam suasana tidak mengenakkan. James Alcaster meneliti perhiasannya satu per satu dan berseru takjub membayangkan berapa nilai benda itu jika diuangkan. Sedangkan George Alcaster mendelik tajam pada adiknya penuh kedengkian. Tiba-tiba George berusaha menarik kantong harta itu dari tangan James. Namun James mendekap kuat hak miliknya. "Berikan padaku!” geram George. "Aku juga berhak mendapat bagian harta ini!" "Tidak akan!" balas James. "Putriku yang menggantikan putrimu, jadi semua benda ini adalah milikku!” "Jika bukan karena aku, itu semua tidak akan terjadi," sanggah George. "Luar biasa serakahnya kau, Kak. Apa kau tidak malu mengaku seperti itu? Jika bukan Sylvia sebagai jaminan, kau harus keluar dari kediamanmu dan menggelandang. Kau tidak tahu balas budi!" "Pokoknya aku ingin bagianku!” George berusaha merebut kantong harta James. "Tidak!” Keduanya berdebat sampai adu jotos di sepanjang perjalanan. Mereka tiba di kediaman George Alcaster dalam keadaan babak belur. James berjalan buru-buru ke dalam rumah sambil memeluk kantong harta yang ditutupi di balik jasnya. Istri-istri mereka menyambut dengan cemas dan kebingungan. "Apa yang terjadi?” Margaret dan Leticia bertanya-tanya. James buru-buru menarik istrinya ke kamar. Ia menjejalkan kantong harta ke dalam kopernya dan mengangkut semua barang bawaan mereka ke luar kamar. "Ayo kita pergi dari sini!” ujar James pada istrinya. Leticia tergopoh mengikuti langkah James. Sementara di ruang tengah, George didekap Margareth karena sangat gusar hingga ingin menerjang James. "Kau tidak peduli pada kakakmu yang kesusahan ini, James? Kau keterlaluan. Kau bukan lagi adikku.” "Kau bukan lagi kakakku!" timpal James di ambang pintu depan, lalu keluar dengan membanting pintu. James memasukkan koper Sylvia ke dalam kereta kuda milik Bournemouth yang mengiringi kereta Alcaster untuk mengambil barang Sylvia. James menyuruh kusir segera pergi. Ia lalu menarik tangan Leticia agar berjalan kaki bersamanya menyusuri jalan kota London untuk mencari kereta kuda sewaan. "James, apa yang terjadi? Kenapa kau melakukan ini? Mana putri kita?” tanya Leticia sambil kerepotan menenteng dua buah koper. James berhenti berjalan sebentar untuk berhadapan dan bicara dengan istrinya. "Sylvia menikah dengan Viscount Bournemouth!" Koper di tangan Leticia terjatuh dan dia membekap mulutnya sendiri. "Tetapi bukankah ...." "Itu jauh lebih baik daripada Viscount menjebloskan kita ke penjara," sela James. "Lagi pula, Viscount Bournemouth sepertinya pria yang baik. Kurasa George yang berusaha menipunya." "Dari mana kau bisa tahu?" sangsi Leticia. Seulas senyum tersungging di bibir James. "Viscount Bournemouth memberiku uang emas dan benda berharga lainnya." Mata Leticia membulat. Suaminya berkata dengan cukup optimis. "Kita akan punya cukup banyak uang untuk membangun peternakan, istriku. Kita akan jadi petani yang kaya raya. Bermenantu seorang bangsawan dan kaya raya, Sylvia telah membuat kita bangga. Tidak akan ada lagi orang yang meremehkan kita." *** Jika ada yang mengganggu Andreas di hari bahagianya, yaitu adalah suara tangisan istri kecilnya. Ya, dibanding Andreas, gadis itu bertubuh mungil, sepertiga tubuh Andreas yang tinggi dan berbobot nyaris 100 kg. Gadis itu duduk di sofa, mendekap erat sprei di tubuhnya dan menangis meratap. Impiannya akan pernikahan yang indah pupus sudah. Tidak ada teman dan kerabat yang menghadiri. Tidak ada pesta, tidak ada ucapan selamat, dan terutama tidak ada sosok suami idaman. Tidak ada cinta dan kasih sayang di antara dia dan Andreas. Jika hutang lunas dan dia berpisah dari Andreas maka statusnya adalah janda Bournemouth. Nama itu rasanya sangat memalukan. Sylvia pun melirik tubuhnya. Terdapat luka lecet di kedua siku dan bahu serta lututnya. Setelah teringat soal itu, baru dia merasakan perihnya. Perih luka di badan ditambah perih luka di hatinya, Sylvia menangis lagi. "Ya, ampuun! Kenapa kau masih menangis?" ujar Andreas gusar saat ia ke ruang kerja untuk mengambil sebuah gelas piala berwarna keemasan dari dalam peti hartanya untuk digunakan minum-minum dengan teman-temannya di ruang tengah. "Karena aku menikah denganmu, idi.ot!" maki Sylvia. "Kau telah mencuri ciuman pertamaku ... hu hu hu hueeee ... ciuman yang aku simpan hanya untuk cinta pertamaku. Hu hu huuuueee, kau mengambilnya begitu saja ...." Wajah Andreas meringis sinis. "Yang benar saja! Tadi keperawananmu, sekarang ciuman pertamamu." Ia lalu melengos ke arah Sylvia. "Sini kucium lagi! Biar kuberi bonus sekalian supaya kau berhenti menangis." Gadis itu berlari tidak tentu arah dalam ruangan sambil memegang erat kain sprei di tubuhnya. "Tidak mau, kau bau urin lembu! Dasar Bournemouth, kau membuat ciuman pertamaku menjadi mimpi buruk! Kau telah meruntuhkan hidupku dan harga diriku." Andreas hanya ingin menggertak dan melihat reaksi Sylvia, ia berdiri sambil memutar bola matanya. "Karena inilah aku tidak suka berurusan dengan perawan," gumamnya. Sylvia berada di atas sofa dan menunjuk-nunjuknya. "Lalu kenapa kau menikahiku, hah? Hah?" "Supaya Alcaster bayar hutang, gadis konyol!" jawabnya. "Jangan lupa, kau adalah jaminan di sini. Aku akan membebaskanmu jika kau atau salah satu keluargamu sanggup mengganti uangku." Mendengar hal itu, Sylvia tercenung. "Uh, oh, jadi ... kau tidak akan melakukan apa pun padaku? Kau tidak akan memaksaku tidur denganmu?” Andreas terkekeh. "Hanya jika kau memintanya, Manis," seringainya. "Tidak akan pernah!" cibir Sylvia. Andreas berlalu dari hadapan istrinya. "Heh, kau pun juga bukan seleraku. Aku punya banyak wanita yang bisa kutiduri dan kau bukan salah satunya. Pokoknya lakukan sesuatu yang berguna di rumah ini selain jadi b***k seks." Wanita mana pun akan sakit hati dilepeh seperti itu oleh suami mereka, tetapi bagi Sylvia itu adalah berkah. Wuaaah! Wajah gadis itu berseri-seri menengadah seolah ada bintang terang bersinar di atas kepalanya. Dia punya harapan hidup lebih baik di kediaman Bournemouth. Sylvia berkindap-kindap keluar dari ruang kerja Bournemouth. Melihat ketidakpedulian Andreas padanya, Sylvia merasa sedikit lega. Namun, di koridor sudah ada Eva yang berdiri menunggunya. Wanita itu menatap tajam. "Aku disuruh Andreas mengawasimu. Jadi, jangan coba-coba melarikan diri atau macam-macam di rumah ini jika tidak ingin mendapatkan hukuman." Senyum Sylvia menghilang berganti rengutan kesal. Eva menarik lengannya, membawanya kembali ke kamar Nyonya di rumah itu. Sylvia didorong masuk ke dalam kamar. "Kau diam di sini. Pelayan akan datang untuk membersihkan lukamu dan mengantarkan makanan," ujar Eva ketus. "Selamat menikmati hidup barumu di rumah ini, Nyonya ... Bournemouth!” Lalu Eva menutup pintu dengan kasar dan menguncinya dari luar. Eva menyeringai. Dia berjalan di selasar kamar sambil menimang-nimang kunci kamar Nyonya Bournemouth. Namun senyumnya hilang ketika Dante tiba-tiba muncul di belokan dan bersandar sambil bersedekap. Sebelah mata Dante menatapnya tajam membuat Eva merinding. "Seingatku Andreas tidak pernah menyuruhmu mengawasi istrinya. Ia memerintahkan hal itu padaku," tuding Dante. Eva menelan ludah dengan susah payah. "Lebih banyak mata mengawasinya akan lebih baik," tukasnya kelu. Dante tersenyum sinis merasa tersindir. "Hehe, mata satu ini bisa melihat lebih baik darimu, Eva. Kau hanya ingin mencari kesempatan mengintimidasi istri Andreas. Kau tahu, Eva, soal gadis itu adalah urusan Andreas, kau sebaiknya jangan ikut campur." Eva mendengkus ketus pada pria itu. "Diamlah, Dante! Urus urusanmu sendiri. Andreas tidak perlu tahu soal ini. Ini urusan wanita." Eva kembali menyeringai. "Biar aku yang menangani si nyonya pengganti. Dia harus tahu kehidupan sebagai Nyonya Bournemouth tidak segampang perkiraannya." Satu mata Dante memicing jeli pada Eva. "Sebaiknya kau berhati-hati, Eva. Kecemburuan bisa menjerumuskanmu." Eva mengabaikannya dan melangkah menjauh membawa kunci kamar Nyonya Bournemouth. Sylvia tadinya sempat membayangkan kehidupan yang lebih baik di Bournemouth. Namun setelah waktu berlalu hingga hari gelap gulita dihabiskannya seorang diri tanpa kedatangan pelayan apalagi makanan seperti yang dijanjikan Eva, Sylvia kembali pada kenyataan bahwa pernikahan atas dasar hutang piutang tidak akan berjalan mulus. Andreas memang ingin menyiksanya di rumah itu. Tanpa makan minum selama seharian penuh dan kelelahan, gadis itu pun terkulai lemas di ranjang. * Bersambuuung .... (24/11/2020) 〈(•ˇ‿ˇ•)-→ Stay Tune ... update berikutnya jika ❤️ mencapai 130. Oke gaes? wkwkwkk Share story atau add library cerita ini biar cepet naik ❤️ nya. Follow Instagramku: Sisilianovel dan dapatkan info buku/novel bagus dan promo khusus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD