Anak Sulung.

1123 Words
Suara langkah kaki tak beratur dari sepatu berhak tinggi milik perempuan yang kini terlihat begitu mempesona, menjadikannya sorotan utama para pengunjung yang ada di sana. Sepasang manik indah miliknya berkeliaran mencari cari sosok sepasang suami istri yang membawanya kedalam acara penting malam itu. 'Ah, kenapa aku merasa seluruh makhluk di dalam ruangan ini menatapku? Apa yang salah denganku?' batinnya merasa tak nyaman. Sherin semakin tak memiliki arah untuk menemukan Tuannya yang sebentar lagi akan berganti status menjadi suaminya. Seketika matanya berbinar begitu mendapati Lina yang berdiri dengan memegang gelas di tangannya seraya melambaikan tangannya pada Sherin. Segera Sherin menganggukkan kepalanya sembari berjalan mendekati Lina yang sedang mengobrol bersama dua perempuan yang tak di kenalinya. "Dari mana saja kamu, sayang?" Perempuan paruh baya yang masih terlihat awet muda itu bertanya pada Sherin dengan senyum manis di bibirnya. "Nyo... Em... Ma, aku tadi dari toilet," sahutnya sedikit gugup. Lina mengangguk mengerti, ia menebak jika Sherin pasti telah mencari cari keberadaannya. "Aunty... Dia???" Salah seorang perempuan cantik kira kira berusia dua puluh empat tahun berparas cantik bertanya pada Lina dengan tatapan tak sukanya. Sherin tersenyum hendak membuka mulutnya sampai terdengar suara Lina hingga mengurungkan niatnya. "Dialah orangnya, perempuan yang aunty maksud tadi.." Lina tersenyum bangga menatap Sherin. Tarikan nafas kasar dari perempuan itu terdengar begitu jelas di telinga Lina yang berada di sampingnya. Entah apa yag membuatnya bereaksi seperti itu, bahkan tatapannya pada Sherin terlihat begitu menakutkan hingga membuat Sherin bergedik ngeri. 'Apa? Apa yang aneh dari aku? Sampai sampai menatapku seperti itu.' Sherin mengeluh dalam hati. Lina yang menyaksikan perubahan mimik wajah Sherin pun mengambil langkah untuk mendekat pada gadis yang baru menginjak usia dua puluh tahun itu. "Sayang, ayo kita kesana." Sembari tersenyum dan menarik pelan tangan Sherin. Sherin mengangguk patuh, memangnya apa lagi lagi yang bisa ia lakukan selain menyetujui segala perintah dari Lina, istri dari pria tua bangka yang menyelamatkan dirinya dari cegkeraman laki laki biadab dan keegoisan sang paman yang tega menjualnya secara terang terangan. Keduanya melangkah meninggalkan kedua perempuan muda yang tengah menatap kesal pada Sherin dan juga Lina. "Aunty... A-" "Bye Tiara..." Potong Lina sembari melambaikan tangannya tanpa menoleh pada perempuan yang bernama Tiara. Tiara mengepalkan kedua tangannya sempurna diiringi kaki kanannya yang menghentak kuat, geram. Tanpa memperdulikan Tiara yang menggeram kesal tanpa alasan yang jelas, Sherin terus mengimbangi langkah Lina. "Eem... Ma..." ucapnya ragu ragu. "Kamu pasti bertanya dalam hati, siapa perempuan itu? Benar?" Lina bertanya tanpa menghentikan langkahnya. Sherin menatap Lina dengan kepala yang mengangguk. Sepertinya tanpa harus bertanya pun Lina telah mengerti apa yang ingin di katakan oleh Sherin. "Tiara, salah satu pemegang saham di perusahaan keluarga kami," uap Lina tanpa berbohong. Sherin tampak menganggukkan kepalanya, ia begitu paham dengan apa yang di katakan oleh Lina. Tapi, yang menjadi pertanyaannya saat ini adalah kenapa Tiara seolah menatapnya begitu menjijikkan? Apa hubungannya dengan dia? Kira kira seperti itu lah pertanyaan yang ingin di ajukan oleh Sherin, namun mulutnya terasa berat untuk mengutarakannya. "Kenapa? Penasaran kenapa dia bereaksi seperti itu dengan kamu?" tanya Lina sekenanya setibanya di tempat salah satu kumpulan beberapa pria yang tampak sedang mengobrol. 'Wah, perempuan ini? Siapa dia sebenarnya? Apa dia paranormal yang bisa baca pikiran dan menembus mata hati ku? Astaga...' batin Sherin dengan segala keheranannya. Sherin tersenyum tipis dengan sebelah tangan yang mengelus lehernya. "Emm..." Mengangguk pada Lina. Lina menipiskan bibirnya, matanya terus memandangi Sherin dari ujung rambut hingga ujung kepala. "Karena, kamu terhitung menjadi saingannya." Menyelipkan beberapa helai anak rambut yang terlihat di ujung pipi ke telinga Sherin. Sherin mengerutkan dahinya, kini gilirannya yang menatapi tubuhnya hingga ke ujung kaki. "Aku?" Menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuknya. Lina mengangguk, lalu ia berbalik badan dan menepuk lengan seorang pria muda yang ada di depannya. Seketika pria itu berbalik badan, hingga menampilkan wajahnya yang begitu tampan dan membuat kedua mata Sherin terbelalak sempurna. "Hei, mom..." sapanya lembut lalu memeluk dan mengecup pipi kiri dan kanan Lina. 'Mom? Oh tuhan... Jangan bilang mereka adalah ibu dan anak kandung? Matilah aku...' Sherin terlihat menjerit dalam hati. Lina terlihat begitu bahagia saat melepaskan pelukan dari tubuh pria atletis itu. "Kapan kamu pulang?" tanya Lina sembari memegang wajah pria yang belum di ketahui namanya itu. Melihat kesempatan itu, Sherin mencoba mencuri kesempatan untuk menghilang dari pandangan mata keduanya, namun sayang niatnya harus di urungkannya saat suara bariton milik seorang pria terpaksa menghentikan langkahnya. "Kau..." ucap pria itu dengan nada yang terdengar ketus. Sontak Sherin memejamkan paksa kedua matanya dengan wajah yang tampak panik seperti seorang pencuri yang tertangkap basah oleh pemiliknya. "Hai..." Sherin melambaikan tangan kanannya dengan senyum paksa. "Kalian sudah saling kenal?" Lina menatap keduanya bergantian. Seolah tak menggubris pertanyaan Lina, pria itu malah menatap sinis pada Sherin seperti sedang mengoreksi penampilan Sherin. "Emm... Itu, aku mau ke toilet dulu nyo, Eh ma..." Sambil meremas pinggiran bajunya Sherin mencari akal untuk menjauh dari pria itu. Kali ini Sherin benar benar tak bisa berkutik, saat lengannya di tarik paksa oleh pria itu hingga Sherin terjerembab ke d**a bidang milik pria itu. Wajah Sherin benar benar menyentuh d**a pria itu, nafasnya seakan berkejar kejaran terlebih menghirup aroma kesegaran tubuh pria itu. 'Heeuum... Aroma ini...' batin Sherin. "Mau pergi kemana kau?" Pertanyaan itu membuat Sherin tersadar dari khayalannya dan segera ia mendorong kuat d**a pria itu hingga mundur selangkah dari tempatnya berdiri. Lina tersenyum lebar melihat keduanya yang di duganya telah bertemu sebelumnya dan meninggalkan kesan pertama yang tak baik. "Sherin, ini Adrian. Putra sulung mama," ucap Lina lembut sembari menarik lembut tangan Sherin. 'Ha? Anaknya? Ya tuhan, betapa beruntungnya keluarga ini. Selain memiliki paras yang mempesona, kehidupan mereka juga bergelimang harta. Huh, tapi kenapa si tua bangka itu malah memilih aku untuk di nikahinya? Bahkan aku lebih cocok menjadi menantunya dari pada menjadi istrinya. Hehehe...' Sherin membatin dengan segala pemikirannya. "Adrian, i-" "Adrian... Hei..." Suara manja milik Tiara memotong perkataan Lina. Ketiganya menoleh bersamaan ke arah asal suara. Bersamaan dengan pipi Tiara yang telah terlebih dahulu mengecup pipi Adrian bergantian. Berbeda dengan Adrian yang merespon baik perlakuan Tiara, Lina justru memasang ekspresi muak di wajahnya, namun tetap dengan senyum palsu. Sementara Sherin merasa lega karena terhindar dari tatapan mematikan milik Adrian, pria yang ia tumpahi minuman di jasnya beberapa menit yang lalu. "Mm...ma, aku mau ke-" "Jangan lari, kau ikut denganku!" Belum selesai Sherin mengutarakan keinginannya, justru Adrian lah yang mendominasinya hingga membuat Lina mengangguk setuju dengan wajah yang gembira. Ucapan itu bagaikan momok tersendiri bagi Sherin, hingga ia membulatkan matanya sempurna. "Tt..tapi..." Tanpa kata kata, Adrian segera menarik tangan Sherin dan berjalan di depan Sherin tanpa melepas genggaman tangannya. "Adrian... Aku bagaimana?" teriak Tiara sembari menghentak hentakkan kaki kiri dan kanannya secara bergantian. Lina tertawa puas hingga menampakkan barisan gigi putih nan rapi miliknya dan berjalan begitu saja tanpa menoleh pada Tiara. 'Awas ya kau, Sherin,' batinnyakesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD