Siapa Gallen?

1076 Words
Mata Sherin berkaca kaca, bahkan bergetar saat mendengarkan lukisan itu. "Lukisan ini ... Apa kau ..." Harus berapa kali Sherin menitikkan air matanya untuk hari ini saja. Lukisan dua orang yang sedang duduk di kursi terbalik dalam terbalik itu membuat tubuh Sherin bergetar. "Hei ... Kau kenapa?" Tanya Veldian yang mulai heran dengan tingkah Sherin. Gadis itu semakin menampilkan wajah sendunya. Sebisa mungkin Sherin yang menahan deraian air matanya yang kedekatan untuk keluar dengan deras hingga dadanya begitu sesak.  "Apakah dia ... Ra..ravendra?" Dengan terbata Sherin bertanya pada Veldian untuk memastikan. "Ravendra? Aku rasa bukan. Aku bertemu mereka saat masih berada di luar negeri." Sahut Veldian jujur. Gadis cantik itu mengerutkan dahinya, lalu kembali menatap lukisan kembali. "Di luar negeri? Tapi ... Bagaimana bisa?" Ucap Sherin pelan sembari memotret wajah pria yang ada di lukisan itu. "Why? Apa ada yang salah dengan lukisan itu? Atau kau ingat antara?" Berdiri di samping Sherin ikut memperhatikan lukisan hasil karya itu. Sherin mencoba mencerna jawaban dari Veldian, banyak hal yang coba di kaitkannya untuk meyakinkan dirinya sendiri. Gadis itu mengangguk pelan, matanya masih terus tertuju pada lukisan di hadapannya, tapi pikirannya mulai mengembara entah kemana. "Vel, apa kau yakin dia berada di luar negeri saat itu? Apa kau tahu namanya? Tahun berapa kau bertemu dengannya dan melukis ini?" Sherin memberondong Veldian dengan banyak pertanyaan yang semakin mendetail. Apa yang sebenarnya ada di pikiran Sherin hingga ia ingin melihat semuanya dengan pasti. Siapa laki laki dalam lukisan itu? Apa ada dengan Sherin? Atau Sherin hanya ingin sekedar tahu? Entahlah, hanya gadia itu yang mengetahuinya. "Tunggu, tunggu dulu hei ..." Veldian melebarkan kedua telapak tangan di depan d**a dan bergerak maju mundur. "Kau sebenarnya kenapa?" Sambung Veldian tersebyum tipis. Tidak ada waktu bagi Sherin untuk menjawab pertanyaan Veldian. Jawaban dari Veldian benar-benar diisolirnya untuk mengupas tuntas rasa penasarannya. "Kau jawab dulu pertanyaanku Vel. Aku mohon, ini sangat penting untukku." Mohon Sherin dengam wajah serius. Tatapan mata Sherin membuat Veldian sempurna senyum di bibirnya. Pria yang mempunyai kharisma pertama mulai tampak sedikit berfikir. "Lukisan itu aku buat enam bulan yang lalu saat kampusku mengadakan pameran lukisan. Aku bertemu pria itu kurang dari satu tahun lalu secara tidak sengaja. Aku sempat bertanya nama sebelum mengambil foto. Kalau tidak salah namanya ..." Veldian mencoba mengingat kembali kejadian satu tahun terakhir saat dirinya masih berada di paris. "Siapa? Siapa namanya? Yang ini, aku hanya ingin tahu nama dia ..." Sherin menunjuk salah seorang dalam lukisan itu. Beberapa detik berlalu, Veldian masih terus mengembalikan memori otaknya satu tahun silam. "Oh ... Aku ingat." Sambil nenjentikkan jarinya, membuat Sherin benar-benar tak sabar ingin mendengarnya. "Gallen ... Ya namanya Gallen Theodra." Ucap Veldian dengan keyakinan penuh. “Galen Theodra? Tanya Sherin kembali. Memang sulit bagi Veldian untuk mengingat kembali memori satu tahun silam itu, tapi ia sendiri sangat yakin jika pria yang menjadi objek utama lukisannya itu bernama Gallen. "Sebentar, sepertinya aku masih menyimpan gambar tergoda." Veldian berjalan menuju salah satu lemari berukuran sedang tempat menyimpan barang pentingnya. Sherin menjadi semakin penasaran, gadis itu berjalan mengekori Veldian. Matanya terus tersorot pada gerak tangan Veldian yang sedang mencari barang yang ada. "Nah, ini ... Ya benar ini ..." Sebuah senyuman terbit di bibir pria tampan dengan tatanan rambut bak boyband korea itu. Tangan Sherin segera mengambil alih selembar foto berukuran 5R itu dengan mata yang berkedip sedikitpun. Sebelah tangan Sherin menutupi mulutnya, matanya kembali berkaca kaca sembari menggelengkan sebuah kepala. 'Ya tuhan, wajahnya benar benar seperti yang ada dalam ingatanku. Apakah dia orangnya? Atau mereka dua orang berbeda yang memiliki wajah sama? ' Batinnya. "Eeh ... Kau kenapa Sher? Apa kau benar-benar mengenal pria ini?" "Vel, apa kau mempunyai informasi lain tentang dia? Seperti nomor telfon yang bisa dihubungi? Atau alamat tempat tinggalnya?" Lagi lagi Sherin memberondong pertanyaan pada Veldian. Hah ... Veldian sampai dibuat bingung dengan gadis cantik itu, bagaimana tidak? Setiap kali di tanya, gadis itu justru mencecar berbagai pertanyaan pada Veldian yang sulit untuk menjawab. "Astaga, kau ini ... Bukannya menjawab, justru kau semakin menembakku dengan berbagai pertanyaan. Haaah ..." Menggeleng pelan sembari menghela nafas kasar. "Vel aku mo-" "Aku benar benar tidak tahu, hanya itu satu satunya informasi yang aku punya." Veldian memetong perkataan Sherin hingga membuat wajah Sherin benar-benar menunjukkan kekecewaan. "Ya sudah, begini saja. Aku akan meminta salah satu temanku di paris untuk mencari tahu tentang Gallen. Semua tentangnya tanpa terkecuali, oke ..." Sambil memegang kedua lengan Sherin dan menatapnya. Wajah kekecewaan Sherin seketika berubah menjadi sebuah senyuman, gadis yang merasa sangat beruntung telah mengenal Veldian yang selalu bisa mengubah moodnya menjadi sangat baik. "Kau serius?" Pertanyaan Sherin dijawab langsung oleh Veldian dengan menganggukkan kepalanya yakin. Terima kasih, aku sangat senang mendegarnya. " Lalu berhambur kepelukan Veldian dengan girang. Veldian yang tak siap menerima pelukan itu hampir terjatuh kebelakang jika saja tak segera menyeimbangkan tubuhnya. "Kau ini, mengagetkanku saja." Sherin menaruh harapan yang besar pada Veldian mengenai informasi seputar Gallen. Di benaknya sangat ingin bertemu dengan pria yang mirip seseorang bernama Ravendra.  Dari arah luar, Adrian yang tak sengaja melihat pintu kamar Veldian terbuka dan mendengar suara orang yang sedang berbincang di buat penasaran. Tanpa pernyataan ataupun menyapa terlebih dahulu, Adrian menerobos masuk kedalam kamar itu.  Matanya terbelalak saat melihat Veldian dan Sherin yang sedang berpelukan sembari tertawa kecil. Tangannya mengepal kuat di irigi deru nafas yang tak beraturan. Rasanya seperti ada batu besar di dalam dadanya hingga kesulitan mengatur kesulitan. "Ehh ... Kak ..." Ucap Veldian saat kedua matanya tak sengaja menemukan sosok Adrian tangah berdiri di ujung pintu kamar. Mendengar kata 'kak', Sherin segera melepaskan pelukannya dari Veldian dan berbalik badan untuk melihat Adrian secara bersamaan dengan mata tajam Adrian yang terus terangotinya hingga membuat Sherin bergedik ngeri dan menundukkan pandangannya. "Sejak kapan kau berdiri di sana kak? Apa kau perlu sesuatu?" Tanya Veldian lagi dengan santainya. Tanpa perlu menjawab pertanyaan adiknya, Adrian berjalan Sherin dengan percikan api di matanya. "Kenapa kau belum tidur?" Tanyanya terdengar ketus. Sherin menggelengkan kepalanya tanpa melihat Adrian. "Aku belum mau tidur." "Aku menyuruhmu untuk tidur, kenapa kau malah berkeliaran ke kamar pria malam begini? Haa?" Pertanyaan Adrian seperti sedang menuding Sherin ingin melakukan hal negatif. "Apa maksudmu kak? Aku adikmu, dan sebentar lagi akan menjadi adik iparnya. Apa salahnya dia menemuiku untuk sekedar bercerita?" Veldian menyela pembicaraan. Tangan Adrian Bersiap menarik tangan Sherin, ia tidak memperdulikan Veldian dan hanya duduk tatapan tajam ke arah adik kandungnya itu. "Kembali kekamar mu dan tidurlah." Paksa Adrian pada Sherin yang tentu di tolak oleh gadis itu. "Aku tidak mau, aku masih mau disini."  "Kau tidak boleh berada di sini"  "Kak, apa kau cemburu?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD