2

1239 Words
Suzanne Ally Cox baru saja turun ke studio tarinya saat telepon berdering. Ia memutuskan untuk mengabaikannya karena jam buka studio masih setengah jam lagi. Selama ini, Sue, begitu ia biasa dipanggil, memang selalu datang setengah jam lebih cepat daripada jam buka studio. Hal itu ia lakukan agar ia bisa memiliki waktu lebih dulu untuk menari. Dan kini, setelah ia tinggal di lantai atas bangunan studionya, ia tidak menghilangkan kebiasaan itu. Menari adalah hidup Sue. Dulu, studio tari ini adalah milik Zoe, sahabatnya. Namun tahun lalu Zoe menikah dengan Byron dan pindah ke Sault, Perancis. Sejak itu Zoe menyerahkan kepemilikan studio ini padanya. Awalnya Sue menolak, ia mau mengurusi studio ini, tetapi untuk memiliki studio ini, ia tidak bisa. Zoe sudah melakukan banyak kebaikan di hidupnya hingga Sue yakin ia tidak akan bisa membalas kebaikan wanita itu. Namun Zoe adalah Zoe. Gadis paling keras kepala yang pernah ada. Tanpa sepengetahuan Sue, Zoe telah mendaftarkan studio tari ini atas nama dirinya. Sertifikat bahkan dikirim langsung ke flat-nya lengkap dengan buku rekening yang berisi uang yang sangat banyak untuk kemajuan studio mereka. Ia benar-benar merasa berhutang budi pada Zoe dan juga Byron. Sue tahu Byron sangat kaya karena ia adalah mantan actor Hollywood papan atas, tetapi ia sungguh tidak ingin Zoe berbuat sebanyak itu. Ia juga sangat ingin memajukan Crystal Angel dengan uangnya. Akan tetapi itu rasanya mustahil. Setiap bulan Zoe selalu mengirim uang yang jumlahnya tidak sedikit untuk biaya studio tari mereka. Omelan yang selalu ia katakan pada Zoe seakan tidak ada artinya. Gadis itu hanya akan tertawa dan kemudian menutup teleponnya. Setiap uang yang ia kembalikan akan selalu dikirim lagi oleh Zoe dengan jumlah yang dua kali lipat lebih banyak. Sampai akhirnya Sue berhenti protes dan memilih untuk menyimpan uang itu. Suatu saat, uang itu akan ia kembalikan pada Zoe. Penghasilan dari studio masih bisa digunakan untuk menutup biaya operasional bulanan.   Sue masuk ke studio dan segera menghidupkan musik. Ia suka menari saat pagi hari seperti ini. Menari membuatnya melupakan segalanya. Seandainya bisa, ia ingin menari seumur hidupnya sampai ia tidak sanggup lagi. Ia ingin menari sampai ia lupa alasan keberadaannya di dunia ini. Sampai ia ... “Sue!! Buka pintunya!! Aku tahu kau di dalam!!” Sue menghentikan tariannya dan cemberut. Ia lupa menutup pintu studio hingga suara menyebalkan itu terdengar dari dalam studio. Tadinya, ia ingin terus menari dan mengabaikan suara itu. Namun ia tahu, jika ada orang paling keras kepala selain Zoe itu adalah Zacharry, kakak kandung Zoe. Sue mematikan musik, meraih handuk dan botol minumnya, lalu pergi ke depan untuk membuka pintu. “Kenapa kau tidak mengangkat teleponmu??” Mata Zac melotot hingga Sue yakin akan copot seandainya pria itu melotot lebih lama lagi. “Kelas belum buka. Aku tidak mengangkat telepon sebelum kelas buka,” jawabnya tenang seraya membuka pintu lebih lebar agar Zac masuk. “Ponselmu! Aku menanyakan tentang ponselmu! Kenapa tidak kau angkat.” “Aku tidak mendengarnya.” Sue mengenal Zac sejak pria itu masih merupakan calon pilot. Ia sering bertemu Zac ketika Sue menginap di rumah Zoe. Sejak dulu, Zac adalah pria yang dingin. Namun kini ia bahkan lebih dingin lagi setelah kematian istri dan bayinya. “Kenapa kau kemari? Hanya karena aku tidak mengangkat teleponku?” Zac meletakkan kantung kertas yang Sue tebak berisi sandwich dan secangkir kopi di hadapannya. “Zoe menyuruhku mengantarkan itu padamu.” Seriously? Hanya setangkup sandwich dan secangkir kopi Zac mau menyetir jauh-jauh kemari? Omong kosong! Pasti ada hal lain yang sangat mendesak. “Zoe hampir melahirkan. Dia sudah ada di rumah sakit sejak pagi.” Sue terkesiap dan melupakan sandwich yang baru akan masuk ke mulutnya. “Oh! Bukankah seharusnya masih dua minggu lagi?” Zac mengangkat bahunya. “Kata Byron itu bisa maju atau mundur. Aku ... aku ... ingin minta tolong padamu.” Sue mengerutkan keningnya. Selain dingin, Zac adalah pria yang paling bisa melakukan semuanya sendirian. Pria itu hampir tidak pernah meminta tolong pada orang lain apalagi pada perempuan. Apalagi perempuan itu adalah dirinya. Selama ini Zac bisa dikatakan anti pada perempuan, dan Sue ada di tempat teratas daftar itu. Kenapa? Karena dulu Sue pernah mengungkapkan perasaannya pada Zac. Yah, tidak akan ada gadis yang tidak jatuh cinta pada Zacharry Miller. Pilot tampan, seksi, bermata tajam, dan dingin. Zac adalah pangeran hampir semua gadis-gadis di East Hampton termasuk dirinya. Namun tentu saja Zac menolaknya. Dan kalian tahu kan bagaimana sikap para pria setelah ditolak? Mereka akan berhenti menyapamu dan perlahan-lahan menjauh seolah kalian tidak pernah saling mengenal. Sebenarnya Sue tidak sakit hati dengan penolakan Zac. Ia juga tahu jika Zac akan menolaknya, jadi ia sudah menyiapkan perasaannya. Sikap Zac yang menjauhinya lah yang membuatnya sakit hati. Zac menghindari dirinya seolah ia adalah wabah penyakit mematikan. Pria itu tidak akan tersenyum, tidak akan bicara, dan tidak akan menatapnya, bahkan meskipun hanya satu detik, ketika mereka bertemu di rumah. Beruntung semenjak menjadi pilot, Zac jarang berada di rumah hingga mereka bisa dikatakan hampir tidak pernah lagi bertemu. Ketika ia mendengar Zac akan menikah, tentu saja ia bahagia. Rasa sukanya pada Zac tidak sedalam itu hingga ia harus merasakan sakit hati karena pria itu menikah dengan wanita lain. Lagipula, hampir sepuluh tahun berlalu setelah Sue mengungkapkan perasaannya. Sudah pernah ada pria lain di hidupnya selain Zac. Zac kini baginya hanyalah kakak dari sahabatnya. “Aku ingin kau membujuknya untuk operasi. Adikku sudah menunggu lebih dari enam jam untuk melahirkan normal. Aku takut dia ... dia ...” Zac mengusap wajahnya dengan kasar. Gurat-gurat kelelahan dan kekhawatiran menghias wajah tampannya. Sejak istrinya meninggal, Zac tampak sepuluh tahun lebih tua dari usianya. Tidak ada lagi binar di matanya. Sama seperti dulu saat orang tuanya meninggal. Sejak remaja, Zac hampir tidak pernah merasakan kebahagiaan. Seharusnya Zac tidak berhak menjalani semua kesedihan itu. Zac orang baik. “Aku akan mencobanya, tetapi aku tidak yakin akan berhasil. Kau tahu bagaimana keras kepalanya Zoe kan?” Sue berbalik untuk naik ke lantai atas dan mengambil ponselnya. “Mau ke mana kau?” “Ke atas.” “Ke atas?” ulang Zac sambil mengerutkan keningnya. Oh, dua kakak beradik itu tidak tahu jika ia sekarang tinggal di studio ini. Di lantai atas ada dua ruangan dan satu ruangan hanya dipakai sebagai gudang. Sue membersihkannya dan tinggal di sana. Ia bisa menggunakan uang sewa flat untuk kemajuan studio. “Ke kamarku.” Sue mengangkat bahunya. “Sejak kapan kau tinggal di sini?” “Beberapa bulan. Dengar, aku harus menelepon Zoe sekarang okey? Jadi berhenti bertanya.” Ia segera berlari naik sebelum Zac mulai mengajukan pertanyaan macam-macam lagi. Sue meraih ponselnya sambil membawanya turun dan menemukan belasan panggilan tak terjawab dari Zac. “Maaf, ponselnya aku senyapkan,” ucapnya sambil meraih sandwich. Ternyata ia sangat lapar. Zac merengut menatapnya. “Jangan biasakan menyetel ponselmu dalam mode senyap, Sue.” Sue tersedak sandwich yang tengah ia kunyah. Sial, kenapa cara pria itu menyebut namanya terdengar begitu seksi? Zac jarang menyebut namanya apalagi memanggilnya seperti itu, tetapi ketika pria itu melakukannya, hal itu menimbulkan gelenyar aneh di sana. Sial, sial, sial! Ini pasti karena sudah lama ia tidak punya pacar. “Kau masih saja ceroboh! Hati-hati jika sedang makan. Jangan mengunyah makananmu terlalu cepat. Kau bisa tersedak.” Zac menyerahkan cangkir kopi yang langsung disambar oleh Sue. Oh, seandainya pria itu tahu ia tersedak karena suara seksinya, Zac pasti akan langsung diam dan pergi seperti dulu. Sue bangkit dari duduknya dan sedikit menjauh dari Zac. Ia mencoba menghubungi Zoe, tetapi gadis itu tidak juga mengangkat ponselnya. Sue mencoba sekali lagi dan hasilnya sama saja. “Dia tidak mengangkatnya?” Sue menoleh dan mengangguk. Ia melihat Zac mendesah dan bersandar di sofa sambil memejamkan mata. Pria itu tampak sangat lelah. Jam berapa ia pulang hari ini? “Aku akan mencobanya lagi. Sekarang kau pulanglah dan istirahat. Aku tahu kau lelah.” Zac membuka mata dan menatapnya. “Apa dia akan baik-baik saja?” Sue tersenyum. “Pasti. Ia gadis yang kuat. Ia pasti akan baik-baik saja. Pasti.”              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD