New Guy?

963 Words
Aku menarik nafas dalam-dalam. This is it, kehidupan sekolahku akan ditulis ulang di sini. Aku siap, kakiku dengan mantap melangkah memasuki gedung mewah yang mulai sekarang menjadi tempatku menimba ilmu. Banyak mata yang melihatku dengan tatapan kagum. Bukan hal aneh karena aku datang menaiki Mercedes Bentz keluaran terbaru. Namun, jika ini sekolah elit seharusnya mereka biasa melihat pemandangan ini kan? Aku berjalan santai ke arah ruang guru untuk menemui wali kelasku. Jangan tanya kenapa aku bisa hafal tempat ini. Aku hanya membaca denah yang terpangpang besar di mading sekolah. "Kamu Artha Varin Raika kan? Namaku Griland, wali kelas barumu. Nah, bel masuk sebentar lagi akan berbunyi. Ikuti aku, aku akan mengantarmu ke kelas barumu." Aku mengangguk. Tampaknya guru ini cukup baik. Wajahnya tampan dan juga masih muda, tipe guru yang digemari oleh para murid terutama siswi. Kami berbincang sedikit sampai terhenti di sebuah ruangan yang kuyakini sebagai kelasku yang baru. Here I am, aku harus memberi kesan yang baik di sekolah baruku. Paps tidak akan memaafkanku lagi jika aku melakukan kesalahan yang sama. No, I have to move on. "Masuklah Artha." Panggilan itu sontak membuatku membuka pintu dan masuk setenang mungkin. Mataku meyapu seluruh siswa di kelas ini. Banyak yang menatapku dengan rasa kagum ataupun bersahabat. Walaupun, ada beberapa dari mereka yang tampak tidak peduli dengan kehadiranku. "Hello guys. Namaku Artha Varin Raika, pindahan dari Los Angeles atas dasar pekerjaan Ayahku. Aku harap kita bisa berteman dengan baik ke depannya," ujarku sambil tersenyum. Dapat kulihat beberapa murid perempuan yang menjerit tertahan. Yosh, ini awal yang bagus. Senyumku luntur saat melihat satu lelaki yang tertidur nyenyak di bangkunya yang mengalar ke jendela luar. Terpaan matahari menimbulkan efek yang..... Ah..... Wajahnya yang tertidur terlihat seperti malaikat sekarang. Aku hampir saja mengenalinya sebagi perempuan jika rambutnya tidak pendek dan dia tidak memakai celana. "Pak, dia-" Aku baru saja akan mendekatinya sebelum guru itu menahan tangannku halus. Kepalanya menggeleng pelan, memintaku secara non verbal untuk tidak menganggu anak itu. Aku mengangguk, tidak mau mencari masalah di hari pertamaku. Mataku mengekori rupanya yang manis saat melewati tempat duduknya. Ah.... Posisi tidurnya begitu manis dan menawan. Lamunanku pecah saat seorang guru menggantikan wali kelasku masuk dan mulai memberikan pengajaran. Ah, sepertinya aku harus menyimpan rasa penasaranku untuk nanti. **** "Yo bro. Namaku Taki Caprian. Kamu bisa memanggilku Taki. Aku duduk di sebelahmu by the way," sapa seseorang saat jam pelajaran telah selesai. Aku memandanginya sambil tersenyum. Tidak ada salahnya mencari teman di sekolah ini. Lagipula, tampaknya dia anak yang jujur. "Artha Varin Raika. Panggil aku Artha," balasku sambil tersenyum. "Taki, apa kamu mengenal lelaki manis yang tidur di sebelah jendela? Mengapa kalian tidak membangunkannya? Dia bisa kelaparan jika terus tidur seperti itu," lanjutku sambil memandang lelaki itu dengan seksama. Eh, kenapa wajah Taki begitu pucat? Beberapa anak yang berusaha menghampiriku juga kembali menjauh, memasang wajah canggung sambil melenggang pergi. "Dia adalah 'tunangannya' Karka Prima Raika, salah satu orang paling berpengaruh di sini. Tidak, aku berani jamin dia merupakan salah satu orang paling berpengaruh di negara ini. Oh Tuhan..... Jangan sampai kamu menyentuh dia jika tidak mau mendapat masalah di sini," bisik Taki begitu pelan. Seakan hal yang ia bicarakan merupakan sebuah rahasia besar. Tunggu, apa hubungan dia dengan Karka? "Apa dilarang menyentuhnya merupakan salah satu kiasan? Kupikir dia anak yang begitu manis," ujarku jujur. Mengabaikan Taki yang sudah berteriak ketakutan, aku berjalan pelan menghampiri anak itu. Beberapa anak terlihat buru-buru keluar dari kelas. Kenapa mereka begitu takut dengan anak semanis ini? "Egh..." sial. Suara erangannya begitu menggoda di telingaku. Sepertinya karena suara berisik itu anak ini terbangun sambil mengucek matanya pelan. Kenapa reaksinya begitu manis sih?! Namun, ekspresi itu tidak bertahan lama setelah dia meyadari keberadaanku. Wajahnya berubah dingin, menatapku dengan pandangan yang kosong. Kenapa wajahnya bisa berubah begitu cepat? "Namaku Artha. Bisa kutahu siapa namamu?" tanyaku berusaha seramah mungkin. Namun, dia tidak menjawab. Hanya diam seolah aku tidak ada dipandangannya. "Hei-" "Artha, bisa kamu kembali ke mejamu? Aku akan segera memulai pelajaran," tegur salah satu guru yang masuk sambil membawa bahan mengajarnya. Ah, sudah masuk lagi rupanya. Lagi-lagi aku mengganguk sambil tersenyum. Perlahan aku kembali ke tempat dudukku walaupun mataku tetap mengekori pemuda yang tetap diam dalam posisinya. "Jadi materi minggu lalu kita membahas-" Dret Suara bangku bergeser menghentikan omongan guruku. Semua anak terdiam memandangi pemuda manis yang kini bangun dari tempatnya duduk lalu berjalan keluar tanpa mengatakan apa pun. Tidak ada yang berani protes atau bertanya. Tidak si guru ataupun para murid. Mereka hanya diam saat dengan gerakan perlahan pemuda itu membuka kenop kunci dan keluar begitu saja. "Ya, seperti yang saya katakan..." Dia memulai pelajaran seperti biasa setelah itu. Ah, mungkin aku akan menghampirinya lagi sepulang sekolah. Dia anak yang cukup menarik dimataku. Damn. Mengapa anak itu terlihat seperti boneka di setiap gerakannya? **** Aku menyerengit heran saat seorang pria bertubuh tegap mengambil tas milik pemuda itu tanpa permisi. Tidak ada yang mempertanyakan tindakannya. Seakan, mereka sudah biasa melihat pemandangan di depan mereka. Perlahan, aku mengikuti arah orang itu pergi. Mataku kini tertuju pada si pemuda manis yang kini tengah dipeluk oleh..... Karka? Jadi berita itu bukanlah bualan semata? Mataku semakin membola saat mereka..... Berciuman? Oh, apa sebenarnya hubungan mereka di sini. Selain itu, pria manis itu juga tampak lebih hidup dibandingkan saat dikelas tadi. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Frustasi dengan rasa penasaranku, aku segera membuka kontakku dan setelah menemukan nama yang kucari, aku segera menekan tombol untuk menghubunginya. "Artha?" Suara di seberang telepon itu menjawabku. Nadanya terdengar seperti tidak percaya bahwa yang menelfon benar-benar diriku. Well, ini pertama kalinya aku menelfon setelah 5 tahun aku tidak mengabarinya. "Ya, ini aku. Aku akan datang ke rumahmu malam ini. Jangan lupa untuk menyiapkan makan malam ya," pintaku sebelum menutup panggilanku secara sepihak. Ah..... Aku ingin lebih mengenal wajah manis itu lebih dalam. To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD