CVC 61. ADA ATAU TIDAK ADA

2532 Words
CVC 61. ADA ATAU TIDAK ADA Gabriel tidur- tiduran di sofa dan hari tiba pagi lagi. Saatnya bersiap pergi ke kantor, akan tetapi kondisi agaknya tidak memungkinkan bagi Elliana dan Aaron. Novan masih tidur, Elliana berjalan keluar kamar dengan mata setengah terpejam dan merengek- rengek kesal sendiri. "Hu hu huuu, masa sih udah pagi lagi? Duh, males banget ngantor. Iiih, nyebelin!" Jika bukan karena harus ganti pembalut, ia tidak akan bangun. Mending izin sakit atau absen ajalah, mau potong gaji, silakan potong, daripada pikiran kusut begini pergi kerja. Gabriel yang sedang masukin dompet dan ponselnya ke saku celana mendengar gerutuan itu dan menyahutinya. "Eh, bos kamu denger loh, Ell. Apa katanya ntar punya pegawai gak ada motivasi kerja?" Elliana langsung tergegau, baru nyadar kalau bosnya nginap di rumahnya. "Eh, Bapak masih di sini toh?" Ia garuk- garuk kepala sambil meringis. "Pak, saya gak masuk kerja aja ya, Pak? Saya bete gini 'kan gara-gara bos besar juga. Lagian kasian dia di rumah saya gak ada yang urus. Saya gak kerja buat ngurus bocah itu ya?" Bah, Elliana bisa banget bikin alasan. Gabriel manyun. Apanya yang diurus? Palingan Novan akan jadi sasaran tendangan dan pukulannya. "Ya, deh. Tapi ntar pulang kerja giliran urus saya, ya?" sahut Gabriel yang sontak membuat wajah Elliana merah merona, lalu mengulum senyum malu-malu. Mau minta diurus bagaimana sih si Bapak ini? Tersipu- sipu Elliana berujar, "Nngg, ada hitungan uang lemburnya gak, Pak?" "Diih, mulai matre dia," cibir Gabriel. "Kamu gak masuk kerja ini gak dapat potongan aja, cukup 'kan, Ell? Lagian ntar saya beliin makan buat kamu. Saya ragu kamu bakalan masak." "Emang nggak. Hehehe ...," kekeh Elliana. "Saya pergi dulu, ya?" pamit Gabriel, tetapi melangkah lebar mendatangi Elliana. "Eeeh, Bapak mau apa?" pekik gadis itu sambil mengelak ketika Gabriel hendak memeluknya. "Mau cium kamu dong, Ell," sungut Gabriel. Elliana hendak kabur, tetapi Gabriel melingkarkan tangan di pinggangnya. "Enggak! Enggak! Saya masih bau. Belom mandi dan gosok gigi," elak Elliana sambil menutupi mulutnya "Eits! Cium di sini aja kok, Ell." Gabriel mengecup pipi Elliana sekilas, lalu menyeruduk ke leher gadis itu dan mencium kuat di sana hingga Elliana mendesah nyaring. "Aahhh!" "Muahh!" seru Gabriel tatkala mengakhiri ciumannya yang meninggalkan bekas merah di leher Elliana. "Unghh, Bapak ...," rengek Elliana sambil cemberut dan mengernyitkan lehernya menghapus rasa basah di sana. Pria itu malah tersenyum lebar dan kayak hepi banget. Ia mengacak rambut Elliana. "Dah, Ell, saya pergi dulu!" ujar Gabriel lalu berbalik menjauhi Elliana. Elliana membalas pamitnya dengan rasa berbunga- bunga. "Ya, Pak. Hati- hati di jalan ya! Jangan lupa saya mau makannya ntar lontong Medan yang di jalan Sudimampir itu, ya Pak." Gabriel melambai sekilas. "Iya," sahutnya lalu keluar dari kediaman itu. Seorang diri di ruang tengahnya, Elliana terpekik kegirangan. "Wuuiiiih! Gila! Gilaaaa! Aku punya affair sama bos aku! Mana baik banget lagi orangnya. Duuh, hati ini ... hati ini ... gak kuaaat!" Elliana mengelus- elus dadanya yang berdebar- debar. Ia menenangkan diri, berlari riang ke kamar khusus para kucing, mengeluarkan Moses dan Anais dari kandang. Kedua kucing itu terlihat berseri-seri menyambutnya. Elliana menyapa mereka. "Hai baby- baby Mommy! Kalian sedang hepi juga, yaa? Bapak Gabriel suka sama aku ternyata. CEO loh, C.E.O! Gimana gak hepi aku?" Elliana berjongkok mengisi mangkok makanan Moses dan Anais. Kedua kucing itu makan lahap dekat kakinya. Elliana tercenung dan bergumam sendiri. "Tapi ... kami tuh pacaran apa nggak sih sebenarnya ya? Keknya hubungan kerja aja tapi boleh cum.bu- cum.bu gitu. Hemm, apa biar gak kentara ama urusan kantor ya? Ah, iya, bener juga! Supaya gak nyalahin aturan perusahaan." Elliana mangut-mangut. "Hehhe, biarlah. Suka- suka Bapak Gabriel aja ngaturnya gimana. Emang gue pikirin? Having fun aja juga gak masalah," ujarnya riang. Elliana membersihkan kandang kucingnya sebentar, membiarkan Moses dan Anais berkeliaran, lalu ia meninggalkan ruangan itu untuk ke kamarnya dan mandi. Ternyata di ruang tengah ada Novan berjalan sempoyongan ke sofa. Ia tidak mengenakan kacamatanya sehingga penglihatannya buram. Ia membungkus tubuh bugilnya dengan selimut, menggaruk- garuk kepala sambil mengeluh lesu. "Hmmh, Tante ... Novan minta minum dong, Tan," pintanya. "Ishh!" Elliana ingin memukul pria kolokan itu, tetapi teringat cederanya, Elliana berusaha bersabar. "Ntar kuambilin. Kamu mau minuman panas apa yang dingin?" tanyanya, berjalan menuju dapur. Elliana cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu sebelum menyiapkan minuman. Novan menjatuhkan diri di sofa lalu berselonjor santai. "Yang se- hot tubuh Tante ada gak, Tan?" Elliana kontan meneriakinya sambil mengacungkan pisau dapur. "Heh, lo ya! Baru juga idup lagi udah cari mati. Benjol segede itu di kepala gak bikin lo sadar rupanya?" Novan jadi terpikir kejadian di hotel dan ia mendengkus ketus. "Huh, pemarah amat. Gak bisa dibecandain dikit. Gangguan hormon nih Tante." "Apa lo bilang?" teriak Elliana lagi. Novan menyahut agak nyaring. "Novan bilang Novan sayang Tante dan mau minta dibikinin teh panas ya, Tan." Elliana manyun, tetapi jadi salah tingkah oleh sikap manis Novan. Untung ia di dapur jadi tidak berhadapan dengan pria itu. Elliana merebus air secukupnya di teko listrik. Ia mengambil mug dan menyeduhkan teh celup buat Novan. Novan berbaring meringkuk dalam selimut, melamunkan pikirannya. Sebelum Celine tiba, ia sudah menyiapkan alat perekam rahasia berbentuk colokan charger di kamar hotel itu. Ia menyimpan benda yang merekam kejadian saat ia tidak sadarkan diri, tetapi ia belum membukanya. Ia bahkan tidak mengatakan bahwa ia memiliki barang bukti sepenting itu pada polisi. Ia takut benda itu akan menjerumuskan Elliana karena Celine menyebut namanya. Elliana yang terlihat sangat kucel, mendatanginya membawa secangkir teh permintaannya. "Nih, diminum!" ujarnya seraya meletakkan teh itu di meja. Melihat Novan diam saja, Elliana duduk di samping Novan dan bertanya penuh perhatian sambil menyibak rambut pria itu. "Kepalanya masih sakit? Apa lo mau ke dokter atau minum obat dulu?" Pria itu malah cengar cengir. "Mo minum su.su Tante aja, boleh?" Geplak! Telapak tangan Elliana mendarat keras di pipi Novan. "Heh! Gue serius ya, soal kek gini jangan dibuat main- main," omelnya. Novan duduk sembari mengusap pipinya. "Ya masih sakit lah, Tan, tapi gak papa kok. Ntar minum Visigen, cederanya cepat pulih." Ia meraih cangkir tehnya dan menyeruput perlahan. "Emang bisa buat nyembuhin luka dalam kek gitu?" "Iya, sama bekas- bekas kelahi juga cepet hilangnya. Pokoknya minum itu, Novan aman lah." Elliana menyepak kecil kaki Novan. "Lo tuh ya, sadar gak sih lo? Bisa aja malam tadi lo yang mati, bukannya si Celine." Novan jadi teringat orang yang memukulnya. Sekilas ia melihat kilapan tongkat besi itu dan yakin itu sebuah tongkat golf. Elliana pernah mengancamnya pakai benda itu. "Eh, Tan. Tadi malam Tante ngapain aja?" tanyanya. Elliana menegang teringat ia asyik bermesraan dengan Bapak Gabriel. Duh, Novan pasti kesel di saat genting tidak ada yang membantunya. Elliana segera mengeles. "Aku di rumah aja. Tidur." "Ada saksinya gak, Tan? Apa ada yang nemenin gitu, atau melihat Tante di rumah aja." Ada. Bapak Gabriel, tapi masa sih ngaku mereka berduaan semalaman? "Ada. Si Moses dan Anais," jawab Elliana. Novan mendesah kecewa. "Yah, kucing. Mana bisa jadi saksi." Kedua kucing persia itu datang mendekati mereka. Anais bergulung- gulung di karpet, sedangkan Moses menatap lekat Novan. Kucing jantan itu melangkah sambil tak lepas menatap wajah tembam Novan. Moses naik ke meja dan mengeong pada Novan. "Miaww ...." "Apa, boy? Mau Daddy gendong?" tegur Novan. Ia menjangkau Moses sehingga selimutnya melorot ke perut. Novan menggendong Moses dan menciumi gemas kucing itu. Ajaibnya, Moses menyukainya, menggosokkan wajahnya ke wajah Novan. Elliana meringis. Tidak menyangka Moses tidak mengenali Aaron versi gemuk. Elliana bangkit dari sofa. "Dah ya, aku mau mandi dulu," katanya lalu ke kamar dan mengunci pintu dari dalam, biar gak dijahili Novan. Novan menimang- nimang Moses. Matanya melirik ke pintu kamar Elliana. Senyum tipis tersungging di wajahnya. Hmm, mumpung ia berduaan saja dengan Elliana di kediaman itu, bukankah ini kesempatan emas menjalankan aksinya? Saatnya sang Cassanova beraksi! Novan bergegas ke kamar dan mencari obat pelangsing supernya. *** Gabriel pulang ke apartemennya untuk mandi dan berganti baju. Kemudian ia lanjut ke kantor polisi mewakili Aaron sebagai pihak Novantis. Di sana ia didampingi Pak Fariz. Bersama penyidik kepolisian, mereka memeriksa rekaman CCTV lobi hotel memperlihatkan perempuan yang mengaku Elliana check in. Rambut, perawakan, model pakaian, gerak tubuh, sangat mirip Elliana. Pegawai hotel pun ketika diperlihatkan foto Elliana, mengiyakan bahwa pelang.gan yang dilayaninya adalah Elliana. Perempuan yang sama juga terlihat datang dan meninggalkan selasar kamar hotel tempat Aaron dan Celine bertemu. Perempuan itu membawa benda panjang serupa tongkat golf dibungkus kain yang diduga kuat senjata pembunuhan Celine Oktavia. Penyidik bertanya pada Gabriel. "Jadi, Pak, apakah Cassandra Elliana yang ini adalah benar pegawai Anda? Jika benar, maka kami akan segera membuat surat penangkapannya." Gabriel menggeleng dan dengan tegas menjawab, "Tidak, perempuan itu bukan Elliana." Penyidik dan Pak Fariz mengernyitkan kening merek karena heran Gabriel bisa seyakin itu dan lebih mencurigakan lagi, melindungi Elliana. "Bagaimana Bapak bisa yakin?" tanya penyidik lagi. "Ya, karena saya mengenal Elliana. Dari tangan perempuan itu saja saya sudah tahu dia bukan Cassandra Elliana saya — pegawai Novantis, maksudnya." "Kalau begitu, kami perlu mengecek keberadaan Elliana pada jam- jam tersebut." "Dia bersama saya, sepanjang malam," jawab Gabriel lugas. "Kami mendiskusikan bagaimana mengatasi masalah produk kami. Bapak sekalian tahu, isu pencurian formula ini akan menjatuhkan kami berdua karena itu kami tidak menyia-nyiakan waktu untuk memikirkan strategi berikutnya. Kami masih bisa menunda launching produk dan membuat produk lain, meskipun akan rugi uang dan waktu." "Baik, kami mengerti," sahut penyidik. "Terima kasih atas kerja sama Bapak." "Sama-sama," ucap Gabriel, lalu ia diantar keluar ruang pemeriksaan. Hari sudah siang dan Gabriel merasa sangat kelaparan karena ia tidak sarapan. Pak Fariz mengiringi Gabriel hingga ke mobilnya. "Selanjutnya dijadwalkan penyelidikan pada Valentino de Dimer, Pak," ujar Pak Fariz. "Polisi menemukan banyak chat perselingkuhan Ibu Celine dan Bapak Aaron. Mereka akan mendalami lagi motif pembunuhan Ibu Celine. Tidak menutup kemungkinan ini karena dendam pribadi." "Ya," sahut Gabriel datar. Ia masuk ke mobilnya. "Bapak tetap awasi, ya, saya mau ke tempat Elliana dulu buat lanjut membahas urusan ini." Pak Fariz mengangguk-angguk. "Ya, Pak. Baik, Pak." Gabriel menyalakan mobilnya lalu mengendarainya meninggalkan kantor polisi. Di perjalanan, ia menelepon Elliana, tetapi tidak diangkat. Ia hendak memberitahu mau beli lontong Medan, selanjutnya Gabriel tidak menggubris lagi karena ia mendapat hasil lab komparasi foundation Diva for Me dengan Novantis Cosmetics. Hasilnya memang identik sama. Hanya beda jumlah tipe warna. Gabriel lalu menelepon kepala keamanan kantor Novantis. "Sudah ada daftar log in Yosephina di tanggal dan jam yang aku minta?" Pada waktu Elliana datang mengancam Aaron di kantor Novantis. Kepala keamanan menjawabnya. "Sudah ada, Pak. Iya, Ibu Yosephina pulang malam waktu itu dan beliau juga terlihat ada di kawasan parkiran." "Oke. Kirimkan file videonya ke saya, ya!" "Baik, Pak." Oke, selesai satu potongan puzzlenya. Gabriel bisa sedikit bernapas lega. Selanjutnya untuk lebih lega lagi ia harus makan bersama Elliana, tetapi sebelum itu, ia mampir dulu ke depot lontong Medan untuk membeli pesanan gadis itu. Di apartemennya, Elliana mandi keramas, memakan waktu cukup lama karena ia butuh relaksasi. Ia mengenakan t-shirt rumahan dan celana pendek spandek karena ia akan main game Just Dance sebagai ganti olah raga ringan. Kegiatan tersebut membantu mens-nya lebih lancar dan menambah semangat biar gak lesu. Elliana ke ruang tv, akan tetapi alangkah terkejutnya ia. Aaron, dengan sosok gagah perkasa dan ketampanan supernya, berbugil ria, melompat muncul di hadapannya. "Kyaaaahh, cabuuuul!" Elliana berteriak sambil menutup mata, tetapi mengintip sedikit, terfokus pada area perut dan seputar semak belukar tempat sosis Swiss-nya Aaron mengacung. Ia tersandar ke dinding dan Aaron berdiri sejengkal saja darinya. "Hahahaha." Aaron tertawa terbahak sambil berkacak pinggang, menodong Elliana dengan keperkasaannya. Muka Elliana merah padam, tetapi tidak menghentikannya menurunkan tangan dan menendang Aaron. "Apaan sih lo? Norak! Narsis amat pula," teriak Elliana. Aaron berkelit dan tubuh tinggi semampai berotot padat itu mendempet Elliana di dinding, paha menjepit kaki Elliana, dan tangan membekap mulutnya. Aaron berujar pelan. "Ssshh ... Simpan suaramu untuk petualangan yang lebih menegangkan, Ell." Seketika Elliana tak bisa bersuara. Ludahnya terasa tercekat. Matanya membulat, berkedip- kedip menatap Aaron. Pria itu perlahan melonggarkan bekapannya seraya berujar lirih. "Aku sangat menyukaimu, Ell. Di sini, saat ini, aku telanjang menyerahkan diriku padamu. Kau bisa membelah dadaku dan melihat isi hatiku maka kau akan tahu bahwa hanya namamu yang tertera di sana." Bagaimana ia bisa mengelak jika kejantanan pria itu sangat keras, menyodok- nyodok perutnya? Elliana tidak berkutik di bawah ancaman sosis Aaron. Kepala benda itu terasa hangat saat menyentuh kulit perutnya. Gemetaran mulut Elliana merutuk pria itu. "Bapak udah gila, ya?" "Ya, anggap saja begitu. Karena itu ... buat aku waras, Ell," pintanya dan segera melahap penuh nafsu bibir Elliana. "Hummmpphh ...," erang Elliana. Matanya memejam sambil mendorong Aaron, tetapi tubuh pria itu bergeming, mengerahkan seluruh tenaga menekannya ke dinding. Elliana berhasil meneleng melepaskan bibirnya dan segera membentak. "Pak, hentikan! Hmmmph." Kembali terperangkap dalam ciuman memaksa Aaron. Ciuman kuat itu bertahan lama. Di satu sisi mengintimidasinya, di sisi lain menimbulkan desiran panas yang melemahkan seluruh tubuhnya. Perlawanannya menjadi tiada daya. "Pak ... hentikan ...," bisik Elliana, terpejam dan lemas dalam dekapan Aaron. Lidah Aaron melalap sekeliling relung mulut Elliana, mengecupi bibir gadis itu sambil menyempatkan berbicara dengan suara parau. "Nggak bisa, Ell. Aku sudah lama pengen banget lakuin ini sama kamu. Kita sering berkelahi, tetapi bukan berarti kita musuh dari hati, Ell. Kita bisa jadi partner yang serasi di ranjang." Penglihatan Elliana menggelap ketika tangan pria itu meremas kedua gundukan dadanya sekaligus menaikkanya sehingga kakinya bertaut di pinggang Aaron. Jemari Elliana menjambak rambut pendek Aaron saat pria itu menyesap kuat lekukan lehernya. Elliana termangap mencari udara. "Pak ... jangan .... Ell mohon ...." Pria itu mengerang tetapi tidak berhenti mencum.bu. "Kenapa, Ell? Kenapa? Apa kau tidak suka cara aku menciummu? Apa kau mau kita pelan- pelan dulu? Membangun persahabatan dan mengenal seluk- beluk kepribadian kita masing-masing? Ell, kita bisa melakukannya sambil jalan, Ell. Aku mau kamu. Pokoknya kamu harus jadi milik aku." Elliana menggigit bibir meredam desahannya. Jauh dalam lubuk hatinya, ia berharap ada seseorang yang menghentikannya. Ia sudah berjanji pada diri sendiri tidak akan jatuh lagi dalam pesona Aaron Sebastian, seorang Cassanova yang hanya ingin menaklukkan wanita karena tantangan. Ia mengingatkan diri pada masa- masa ketika Aaron Sebastian sosok yang mengisi angan- angan liarnya. Pria itu memiliki pesona yang memancar bak radiasi magnetik, menarik hati wanita bagai simpul- simpul aliran listrik. Ia adalah segalanya yang bisa diimpikan seorang wanita. Lalu pesona angan khayalan itu hancur ketika pria itu berkata tidak menginginkannya, memperlakukannya bak kain bekas mengelap koto.ran. Mati rasa tiba-tiba merasuki Elliana. Matanya terbuka dan menatap jelas sekelilingnya. Bertepatan ketika Aaron menyingkap baju kaos Elliana dan melihat banyak bercak merah jejak kecupan di sana. Bukan satu atau dua, tetapi ada banyak. Otak genius Aaron tidak bisa menghitung. Pandangannya nanar dan berangsur- angsur melepaskan Elliana. Ia melangkah mundur. "Kamu ... sudah punya pacar?" Elliana tidak menjawab. Ia membenahi bajunya. Tatapannya tajam pada Aaron, menunjukkan rasa tidak suka. Terbesit bayangan Valentino de Dimer bertemu dengan Elliana seperti yang dikatakan Celine. Apakah semua ini benar permainan Elliana? Cassandra Elliana yang telah menjebaknya dalam kesucian cinta? Elliana berujar dingin. "Saya gak akan menjawab pertanyaan itu. Itu hak pribadi saya mau berhubungan dengan siapa. Yang jelas saya tidak mau disentuh- sentuh lagi oleh Bapak." Aaron tidak peduli jawaban itu. "Apakah Valentino de Dimer?" Elliana meninggikan suaranya. "Bapak bodoh atau apa? Kok bisa- bisanya menghubungkan saya dengan berengsek itu?" "Jawab saja pertanyaanku!" bentak Aaron. "Kamu ada atau tidak ada hubungan dengan Valentino?" *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD