Bab 2 "Pernikahan dan Kehancuran"

1816 Words
Hari terus berganti, dan hari pernikahan pun tiba. Acara demi acara selesai, kini Riri resmi menjadi Istri Agung. Ucapan selamat masih terdengar dari para tamu undangan. Semenjak menikah, Agung terlalu posesiv dengan Riri, selalu mengatur dan membatasi pergaulan Riri. Padahal dia sendiri hidup bebas dengan dunia malamnya. Ya, Agung masih senang dengan dunia malamnya. Bermain judi dan bermain perempuan itu hobinya dari dulu. Malam ini, seperti biasa Riri memenuhi kewajibannya. Agung tidak pandang bulu, setiap hasratnya muncul mau tidak mau Riri harus siap melayani. Bahkan, sehari bisa berkali-kali, hingga Riri kewalahan melayani suaminya. "Sayang," panggil Agung. "Ada apa, mas?" tanya Riri. "Boleh aku meminta lagi?" "hmmm... iya sebentar." Riri ke kamar mandi untuk berganti pakaian seksi kesukaan Agung. Agung tersenyum puas, karena Riri selalu membeerikan apa yang Agung inginkan. Riri keluar dari kamar mandi dengan lingerie warna merah yang Agung belikan  kemarin. Riri merangkak naik ke atas tempat tidurnya. Agung tidak sabar ingin menikmati tubuh Riri yang benar-benar terlihat seksi dengan balutan lingerie warna merah cabai. "Istriku, kamu benar-benar manis sekali," lirih Agung di telinga Riri yang membuat Riri geli mendengarkannya. "uhmmpp...." leguh Riri saat tangan Agung menyusup ke dalam lingerie Riri. Agung melucuti pakaian seksi Riri hingga tubuh Riri polos di depan Agung. Agung mulai bergerilya di atas tubuh Riri, menikmati setiap inci tubuh Riri yang seksi. "Sayang....ahhh...hmmppp...." rancau Riri dengan  peluh berjatuhan di tubuhnya. "ohhh....tubuhmu menyenangkan sayang," rancau Agung yang masih bergerak maju-mundur di atas tubuh Riri. "Mas Agung...." opanggil Riri dengan ucapan manjanya. "Iya sayang, keluarkan sayang," "Hmmmppp...aaahhhh....."leguh Riri dengan memeluk erat tubuh Agyng. Agung merasakan milik Riri berkedut dan memijat milik Agung, hingga Agung merasakan miliknya di cengkeram oleh milik Riri. Agung menumpahkan semua cairan hasratnya di dalam rahi Riri. Mereka membersihkan tubuhnya di kamar mandi setelah melakukan kegiatan di atas ranjang berkali-kali. Agung memakai baju nya lagi, Riri bertanya-tanya dalam hatinya kenapa Agung memakai baju yang agak bagus, bukan baju yang untuk di pakai di rumah. "Mas, mau pergi ke mana?" Riri memberanikan diri untuk bertanya. "Biasa ke rumah Topan," jawab Agung dengan  singkat. Riri tak bertanya pada suaminya lagi, dia tidak ingin berdebat terlalu panjang dengan suaminya. Riri mrmbiarkan suaminya pergi ke luar, entah itu ke rumah Topan atau pegi ke tempat perjudian. ^^^^^   Seiring berjalannya waktu, di usia pernikahan Riri dan Agung yang masih seumur jagung. Ya, usia pernikahannya baru dua tahun, masalah demi masalah datang beruntut di tengah biduk rumah tangga Riri. Dari sifat agung yang keras kepala, suka pulang larut malam, bahkan sampai jam 5 pagi agung baru pulang entah apa yang di lakukan di luar sana. Hingga Agung menjadi pengangguran, karena di pecat oleh atasannya di kantor. Ya, Agung terkena masalah penggelapan dana di kantornya.   Riri menjadi tulang punggung keluarganya, dia harus mencari uang sendiri, karena hampir tiga bulan Agung menjadi pengangguran dan kerjanya hanya di meja judi saja.   "Coba aku tudak egois, aku nuritin kata ibu, pasti tidak seperti ini jadinya." Riri berkata dalam hati sambil berlinang air mata.   Pukul 2 malan Agung belum pulang, Riri mencoba mencarinya kemungkinan ada di rumah Topan, Riri ke sana dengan berjalan kaki, karena jarak dari rumahnya ke rumah Topan agak dekat. Dan, benar Riri terbelaklak melihat Agung sedang bermain judi di rumah Topan dengan di sisinya ada seorang perempuan cantik menemani dia bermain kartu dengan b******u mesra.   "Mas Agung...!" teriak Riri, yang membuyarkan semua orang sedang asik bermaim judi.   "Tega kamu mas! Kamu tidak kerja, dan aku yang bekerja, tapi kamu ngabisin uang untuk seperti ini, hutang-hutangmu aku yang lunasin semua, dan kamu, Topan, kamu teman macam apa seperti itu!" Riri berbicara sambil menangis sesegukan dan meluapkan emosinya pada Agung dan Topan.   "Ayo nak, kita pulang. Pikirkan lagi baik-baik, apa kamu masih ingin bersama anak bapak yang seperti itu?"ajak Pak Ijan mertua Riri.   *Flashback On*   Riri keluar rumah tanpa sepengetahuan ibunya. Iya, setelah menikah Riri tinggal di dirumah Riri. Seebelum ke rumah Topan, dia ke rumah mertuanya yang tidak terlalu jauh dari rumah Riri untuk mencari Agung.   "Assalamualaikum" Riri mengetuk pintu rumah mertuanya.   "Wa'alaikumsalam" jawab Pak Ijan, ayahnya agung.   "Ada apa nak, tengah malam kesini?" tanya Pak Ijan.   "Pak, apa Mas Agung di sini? kalau tidak ada, tolong antarkan saya ke rumah Topan, pak," pinta Riri.   "Ayo nak, kebiasana Agung sudah beristri tapi seperti itu, nak tinggalkan Agung, dari awal bapak tidak setuju kalau agung nikah dengan kamu, kasihan kamu disakiti Agung terus." Pak Ijan berbicara sambil menuju rumah Topan yang tidak jauh dari rumahnya.   *Flashback Off*   "Agung pulang! selesaikan masalah ini baik-baik di rumah.!"seru Pak Ijan.   Mereka bertiga pulang kerumah Agung menyelesaikan masalahnya.   "Maaf mas, aku ingin kita cerai saja kalau kamu seperti ini terus, aku capek mas, aku kira setelah menikah kamu bakal berubah mas, tapi apa, kamu masih tetap saja seperti ini." Riri memberanikan diri berbicara.   "Aku sudah bilang kan, kalau aku seperti ini, kalau mau cerai ya cerai saja. Urus semuanya, aku tidak mau mengurusi perceraian ini," jawab Agung sambil masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya.   Hati Riri sakit, suami yang begitu di cintainya mengucap cerai dengan lantangnya. Air mata Riri tumpah seketika, Riri pulang ke rumahnya dengan diantar mertuanya.   "Riri, kamu wanita tangguh bapak percaya kamu bisa melewatinya, nak. Maafkan Agung, bapak yakin, kamu akan memperolah kebahagiaanmu." Pak Ijan mencoba menenangkan hati Riri sambil mengantar pulang Riri.   Dari dulu memang Pak Ijan yang selalu care sama Riri. Dia terus menasehati Riri dengan sabar, dan Riri pun mencerna setiap kata dari Bapak mertuanya.   "Tuhan, secepat inikah kisahku dengan Agung?" ucap Riri dalam hati.   Sesampainya di rumah, Riri masuk kedalam kamar, dia tak bisa tidur masih tetap memikirkan suami yang begitu tega melakukan seperti itu.   "Mas Agung, aku kurang apa? apapun aku lakukan demi kamu, mas. Inikah balasan kamu untukku?" batin Riri.   tok....tok...tok... suara ketukan pintu kamar Riri.   "Nak kamu baik baik saja kan?" ibu Riri memanggil nya dari balik pintu, seakan tau apa yang masih di alami anak perempuan kesayangannya.   Riri membuka pintu dan langsung memeluk ibunya "Maafkan Riri ibu, Riri tidak pernah mendengarkan kata-kata ibu. Ibu, Riri mau pisah saja dengan Mas Agung. Riri menyesal, bu, meminta dia menjadi suami Riri, Riri selalu tidak percaya kalau ibu bicara, maafkan Riri bu, maafkan Riri," isak Riri sambil erat memeluk ibunya.   "Nak, apa yang terbaik untukmu akan ibu lakukan, kalau pisah dengan agung yang terbaik untukmu, ibu bisa apa?" jawab ibu Riri.   "Iya ibu," ucap Riri dengan suara serak.   "Sudah Ri, istirahatlah, besok kamu kerja," titah Ibu Riri.   "Iya, Bu." Riri menjawab sembari masuk kamar untuk istirahat menenangkan hatinya. Malam yang kelam berlalu dengan begitu saja, hangatnya mentari dan udara pagi yang segar menemani Riri yang baru saja berduka hatinya.   "Lupakan masalahmu Riri, semangat kamu pasti bisa tanpa Agung." Riri bergumam dalam hatinya, dia menghirup udara pagi yang segar dan merasakan hangatnya mentari yang masuk ke celah pori-pori kulit putihnya.   Riri bersiap-siap pergi ke kantor, mata yang sembab pun terpakasa dia bawa ke tempat kerja.   "Riri, kamu sedang ada masalah?"tanya Pak Heru.   Riri tak menjawabnya dia menyibukan diri menata file-file yang akan dia kerjakan dan mempersiapkan Form untuk para Mekanik dan Service Advisor.   "Hey, kau kenapa Riri? Dari tadi suamiku tanya, kau diam saja, cerita pada kami, ada masalah apa?" istri Pak Heru ikut menegur Riri.   "Ikut keruangan saya sebentar." titah istri Pak Heru dan Pak Heru ikut masuk ke dalam ruangannya.   "Sekali lagi saya tanya, kamu kenapa Riri!?" tanya pak Heru, hanya air mata Riri yang menjawabnya.   "Di tanya malah menangis," tukas istri pak Heru yaitu Bu Dina.   "Maaf sebelumnya, pak...bu... saya memang ada masalah dengan suami saya, saya mau cerai sama suami saya,"jawab Riri singkat.   "Apa tidak ada jalan lain, Ri?" tanya Bu Dina dengan meyakinkan Riri. Riri hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya.   "Selesaikan dulu baik-baik, Ri, dengan kepala dingin, jangan main ambil keputusan dikala kondisimu sedang pelik seperti ini!" tegas Pak Heru.   "Semua suami yang minta pak, dia yang salah tapi tidak meminta maaf sedikitpun, dia minta cerai," ucap Riri dengan di iringi isak tangisnya.   "Kalau itu yang terbaik untukmu, saya tidak bisa berkata apa-apa lagi, Ri," jawab Pak heru.   Pak Heru dan Bu Dina memang sudah seperti keluarga sendiri walaupun Riri adalah karyawan nya. Riri keluar dari ruangan Pak Heru dan melanjutkan pekerjaanya.   "Kenapa matamu sembab sekali, cantik?" tanya Vina teman sekantor Riri. Vina teman akrab Riri dan sudah di anggap seperti adiknya sendiri, Riri akhrinya menceritakan semua masalah yang sedang ia hadapi.   Ya, setelah Riri menikah, Pak Heru menrekrut karyawan baru lagi untuk menemani Riri bekerja. Vina, dia salah seorang karyawan yang lolos tes waktu itu, dan sudah hampir 2 tahun ini dia menjadi partner kerja Riri.   "Ri, kamu yang sabar ya, kalau ini jalan yang terbaik untuk kalian berdua, mau bagaimana lagi, percayalah akan ada pelangi setelah turun hujan dan pasti ada jalan yang lebih indah untuk kedepannya. Sudah jangan menangis lagi, anggap ini sebagai pelajaran dan pengalaman terburukumu, senyum dong, Cantik." Vina mencoba menenangkan hati Riri, dia memeluk sahabatnya erat-erat. Riri menumpahkan kesedihannya di pelukan Vina.   "Terima kasih, Vin,"ucap Riri sambil menyeka air matanya.   "Vin, nanti sore antar aku beli HP baru ya, rasanya aku ingin memulai hidup baruku, sambil menunggu aku sah bercerai," pinta Riri.   "Oke cantik, apa si yang gak buat kamu, aku juga sekalian mau beli,kita kembaran ya HP nya," jawab Vina.   "Oke, yuk semangat kerja lagi, cari duit yang banyak, biar gak di tindas kaum lelaki yang bertindak sesuka hati!" seru Riri.   Dengan hati yang masih sakit Riri mencoba menghadapi semua dengan senyuman, sesekali Riri melirik teman nya yang dari tadi mencuri pandang pada Riri. Ya, dia adalah Toto, lelaki yang dari dulu suka dengan Riri. Tapi, sayang dia sudah beristri sehingga Riri hanya menganggap sebagai teman saja. Riri hanya mendengarkan rayuan Toto setiap hari lewat telinga kanan dan keluar lewat telinga kirinya.   "Huft, lelah sekali, lelah hati, lelah pikiran, lelah pekerjaan, ahh..entahlah...!" batin Riri yang dari tadi disibukan dengam setumpuk File laporan.   "Ri, ini es krim buat kamu." Toto memberikan es krim untuk Riri. Riri hanya melihat dan menatapnya dengan sinis.   "Tau aja nih Orang, aku sedang butuh pendingin hati," gumam Riri dalam hati.   "Di kasih Es Krim malah diam saja, senyum dong, Ri, mukamu sama seperti kertas ini," ucap Toto sambil melempar kertas yang kusut ke muka Riri.   "Dasar, bapak-bapak genit, ngasih es krim nya dengan manis, ujungnya malah melempar kertas," protes Riri.   "Ri, istriku selingkuh," ucap Toto dengan nada rendah dan menundukan kepalanya.   "Terus apa urusanku?" tukas Riri sambil membuka Es Krim yang Toto berikan tadi.   "Aku serius Ri," ucap Toto.   Riri hanya sibuk mengerjakan laporan yang menumpuk hari ini, dengan menikmati Es Krim, dan tidak mengindahkan kata-kata Toto yang sedari tadi tak henti-hentinya mencurahkan hatinya yang sedang sakit sekali, karena di khianati istrinya.   "Huh, lelaki, omong kosong, istri selingkuh saja masih di urusin, kok. Pakai curhat segala, memang yang punya masalah situ saja, mas? Aku juga punya masalah. Eh, tapi kasihan juga lihat wajahnya dia, benar gak sih istrinya seperti itu?" gumam Riri dalam hati sambil bertanya-tanya dalam hatinya.   "Tapi kalau aku perhatikan, lumayan tampan juga Si Toto, kasihan juga kalau istrinya sampai mengkhianatinya. Eits, hati jangan bergejolak dong, lihat dia seperti itu saja trenyuh, sadar Riri, dia milik orang," gumam Riri sambil merutuki dirinya.   "Sudah Curcolnya? Kalau sudah, keluar sana, nanti ada yang lihat, taunya kita sedang macam-macam," titah Riri.   "Iya, ini mau keluar. Ri, jalan yuk?" ajak Toto.   "Nah kan benar, dasar lelaki buaya darat, gimana istrinya gak selingkuh kamunya juga genit," gumam Riri.   "Jalan kemana? Ayo jalan, jalan keluar dari ruangan ini," ucap Riri dengan menyunggingkan senyumnya yang genit dan berlalu pergi dari ruangan sambil membawa berkas laporan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD