Davin Hart

1086 Words
"Untuk apa sebuah pernikahan jika tanpa menikah pun aku bisa meniduri wanita mana saja yang aku mau." —Davin Hart **** "Pesta yang luar biasa, teman." Davin Hart menyalami Jason, pengantin pria di pesta mewah yang dihadirinya. Selain teman bisnis, Jason Chen merupakan teman kecilnya yang kini menetap di Dubai. Hari ini adalah resepsi pernikahannya. Ia memutuskan Perancis sebagai negera ke-tujuh, setelah sebelumnya mengadakan resepsi di enam negara secara berturut-turut dalam rentang waktu yang berdekatan. Bagi seorang pebisnis muda sepertinya, membuat pesta di banyak negara bukanlah suatu masalah. Jason mengangguk sekaligus menyambut uluran tangan teman lamanya itu. "Terima kasih, Dav. Terima kasih sudah datang. Ya, walaupun sebenarnya aku berharap kau hadir di resepsi pernikahanku yang di Dubai kemarin." Davin tertawa. "Aku sangat sibuk, kau tahu. Bahkan, sebenarnya hari ini aku harus pergi ke Macau untuk mengurus hotel baruku. Tapi, demi dirimu aku putuskan untuk menundanya." "Ya Tuhan, aku benar-benar terharu mendengarnya. Bagaimana kalau malam ini aku hadiahkan padamu seorang gadis? Kau lihat, banyak gadis cantik di sini. Kau tinggal tunjuk saja gadis mana yang kau inginkan." Jason menunjuk ke sembarang arah dengan tangannya yang sedang memegang gelas berisi anggur. Davin Hart memandang berkeliling. Hanya berjarak beberapa meter darinya, ada sekelompok wanita berparas cantik tengah mengamatinya. Mereka tersenyum meminta perhatian, dan ada pula yang memandangnya dengan kerlingan nakal. Ah, sayang sekali. Hari ini Davin Hart sedang tidak ingin disentuh maupun menyentuh wanita. Itu sesuatu yang membosankan baginya, setidaknya untuk saat ini. Lalu, mata iris kelabunya menyipit tajam ketika melihat seorang wanita berambut cappucino panjang bergelombang berdiri tak jauh darinya. Sepuluh detik, Davin menunggu. Berharap gadis itu menoleh padanya, namun ia tetap pada posisi membelakangi. Davin hanya ingin tahu, apakah wajahnya tak kalah indah dengan bentuk tubuhnya. b****g bulat yang ditutupi gaun merah itu tiba-tiba mengaktifkan alarm berbahaya di dalam dirinya. Oh, astaga. Sepertinya ia butuh bercinta saat ini. Gadis manakah yang beruntung malam hari ini? "Apa ada yang menarik perhatianmu?" Jason bertanya. "Hm?" Davin menoleh menatap Jason, dan pada saat yang sama, gadis berambut gelombang yang sejak tadi diperhatikannya itu menolehkan wajah ke arahnya. Namun hanya sesaat, karena setelahnya ia kembali bercakap-cakap dengan temannya. "Halo, tuan-tuan! Apa yang sedang kalian bicarakan? Wanita? Hm?" Seorang pria berjas hitam muncul di antara mereka lalu menyalami Jason. "Selamat untukmu, teman. Ini pesta yang luar biasa. Gadis-gadis cantik bertebaran di setiap sudut ruangan ini." Jason tertawa, pun Davin. "Terima kasih, Shane." "Apa? Kenapa kalian tertawa?" Pria bernama Shane itu bertanya sambil menyambar segelas minuman yang dibawa oleh seorang pramusaji. "Bagaimana kau bisa tahu apa yang sedang kami bicarakan?" Jason balik bertanya. Shane tersenyum lebar, terkesan bangga. "Tentu saja aku tahu. Apa lagi selain wanita yang bisa menyatukan kita?" "Haha, yang benar saja," cetus Davin lalu menenggak habis segelas lemoncello yang langsung memberikan rasa dingin di tenggorokannya. Lalu, ia kembali menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Hanya ada satu yang menarik perhatiannya, namun sayang gadis itu masih berdiri membelakanginya. Tolong ingat satu hal ini, Davin Hart tidak pernah mendekati wanita lebih dulu. Baiklah, ia akan bersabar sebentar lagi. Gadis berkulit seputih salju itu pasti akan menoleh nanti. "Hai, Sayang ... apa kau sibuk?" Tahu-tahu, seorang wanita berparas cantik, melenggang menghampiri mereka. Ia tersenyum sambil menyelipkan sebelah tangannya ke lengan Jason dengan mesra. Namun, senyum bulan sabitnya perlahan pupus setelah melihat Davin. Sebelum Jason maupun Davin menyadari tatapannya, ia segera mengendalikan ekspresinya. "Hai, Hailey sayang. Perkenalkan, ini teman-temanku," ucap Jason, "Dav, ini istriku, Hailey. Dan Hailey, ini Davin Hart. Kau pasti sudah tahu siapa dia, bukan?" Davin mencium tangan Hailey ketika ia menjulurkan tangannya yang sehalus porselen. "Selamat atas pernikahan kalian, Mrs. Chen," katanya. Hailey tersenyum gugup lalu menarik tangannya. Ujung bibir Davin spontan melengkung. Davin bisa merasakan tangan wanita itu bergetar dan ia yakin dialah yang menyebabkan hal itu. "Ya," seru Hailey, "Ya, aku tahu siapa dia. Siapa yang tidak mengenal dirinya. Pebisnis sukses di New York dan Asia." Davin merespon baik pujian itu dengan menunjukkan seulas senyuman. "Terima kasih, Mrs. Chen. Tidak salah jika Jason memilihmu  untuk menjadi pasangannya. Kau pintar membuat seseorang merasa senang." Hailey balas tersenyum. "Tentu saja." "Oh, Hailey. Ini Shane Alexander. Shane, ini Hailey." "Hai, Nona Hailey. Senang bertemu denganmu. Ternyata kau lebih cantik dari gambarmu di papan iklan yang memenuhi seluruh pusat New York." Hailey tersenyum bangga begitu Shane menyinggung tentang siapa dia. Seorang model terkenal di New York. Ia juga brand ambassador dari beberapa produk kecantikan merek terkenal di dunia. "Terima kasih." Hailey tersenyum sopan, lalu bertanya pada Jason dengan nada rendah, "Sayang, apakah teman-temanmu akan menyusul kita? Hm, maksudku, menikah?" "Menikah?" Shane mengerutkan dahinya. "Bagaimana menurutmu, Dav? Kau adalah panutanku. Jadi, jawabanmu adalah jawabanku juga." Davin Hart terkekeh-kekeh, kemudian menjawab, "Untuk apa sebuah pernikahan, jika tanpa menikah pun, aku bisa meniduri wanita mana saja yang aku mau." Hailey terlihat hampir mendengus, namun beruntung ia bisa menahannya. "Hahaha. Dasar Bastard. Jangan dengarkan dia, Sayang. Davin Hart memang suka bicara seenaknya." Jason meletakkan satu tangannya ke pinggang Hailey. "Ya," Hailey mengangguk. "Maaf, tapi teman-temanku ingin bertemu denganmu. Bisakah kau ikut denganku sekarang?" "Oh, baiklah." Jason menoleh menatap Davin dan Shane. "Bersenang-senanglah, aku akan kembali." "Jangan risaukan kami. Pergilah," kata Davin lalu menatap Hailey sebentar. "Senang berkenalan dengan Anda, Miss." Hailey hanya membalas dengan senyum elegan lalu beranjak pergi bersama Jason yang masih memeluk pinggangnya sebagai tanda kepemilikan. Shane tahu-tahu mencolek lengan Davin, ketika pria itu sudah menatapnya, Shane pun bertanya. "Katakan padaku, apakah Hailey salah satu wanita yang pernah tidur denganmu?" "Oh, astaga," tutur Davin tidak habis pikir.  "Aku tidak akan menjawabnya." "Ya!" Shane berseru senang. "Tentu saja. Untungnya Jason sangat bodoh untuk mengetahui hal itu." "Sudah, diam! Tutup mulutmu dan habiskan minumanmu!" "Kalau aku menutup mulutku, bagaimana caranya aku menghabiskan minumanku?" Davin tertawa mendengus. "Ya, ya, terserah kau saja. Omong-omong, di mana kekasihmu?" "Kekasih? Untuk apa aku punya kekasih jika aku bisa mencium gadis mana saja yang kumau." "Ya, kau benar. Benar-benar laki-laki sejati." "Ha-ha." Shane menaruh gelasnya ke atas meja kaca di sisi kirinya, kemudian mengedarkan pandangannya. "Aku datang bersama adikku. Ke mana dia..." "Adikmu? Adikmu yang mana?" tanya Davin, mengingat jika Shane memiliki dua orang adik. "Hazel." Menarik. Davian mengangkat satu alisnya. "Dia di sini?" "Ya, dia akan melanjutkan pendidikannya di New York. Jadi, dia akan tinggal bersamaku mulai besok." "Selama ini dia di Indonesia, bukan?" "Ya, kau masih mengingatnya?" Tentu saja. Davin Hart mengangguk singkat. "Aku tidak akan lupa dengan kebiasaannya yang suka menggigit itu." "Hahaha, dia sudah berubah. Kau akan terkejut jika bertemu dengannya." Davin mencecap bibirnya, lalu mengedikkan bahu. "Ya, kurasa." Entah mengapa, tiba-tiba saja Davin berharap agar segera bertemu dengannya. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD