08 - Cemburu.

2352 Words
  Rafa dan Keira kembali ke kantor, sedangkan Rifa sendiri pulang di antar oleh supir pribadi Rafa. Sebenarnya Rifa tidak mau pulang, tapi saat akan turun dari mobil mengikuti Rafa dan Keira, Rafa malah melarang Rifa turun dari mobil dan meminta agar Rifa pulang.   Awalnya Rifa menolak dan tak mau pulang, tapi begitu melihat tatapan tajam yang Rafa berikan, dengan berat hati Rifa pulang, di antar oleh supir pribadi Rafa.   Padahal Rifa ingin mengobrol bersama dengan Keira, ternyata mengobrol bersama dengan Keira sangat menyenangkan dan juga mengasyikkan, bagi Rifa Keira adalah orang yang sangat cocok jika di jadikan sebagai seorang teman atau mungkin sahabat.   Rafa dan Keira sudah berada di lift dan suasana tampak sunyi sepi, membuat Keira gugup. Keira ingin sekali mengajak Rafa untuk mengobrol, tapi ia tak punya keberanian sebesar itu untuk memulainya terlebih dahulu.   "Setelah ini kita ada meeting kan Keira?" Rafa akhirnya bersuara, memecah keheningan yang terjadi, membuat Keira senang meskipun Rafa bersuara hanya untuk menanyakan jadwal meeting.   "Iya Pak, kita akan meeting dengan PT Abdi Karya."   "Kamu ikut dengan saya Keira," ujar Rafa yang tentu saja ucapan Rafa membuat Keira terkejut. "Dan saya tidak menerima bantahan," lanjut Rafa dengan tegas.   Padahal Keira baru saja akan menolak untuk ikut meeting bersama dengan Rafa, mengingat pekerjaannya masih menumpuk, tapi belum juga ia menolak, Rafa sudah terlebih dahulu bersuara. "Baik Pak," jawab Keira lesu.   Rafa menoleh, menatap Keira dengan intens, tentu saja tatapan intens yang Rafa berikan membuat Keira salah tingkah. "Ke-kenapa Pak?" Keira tentu saja gugup, karena itulah ucapannya terbata. Lagipula siapa yang tidak akan gugup jika di tatap secara intens oleh Rafa, mungkin ini kali pertama Rafa menatapnya dengan begitu intens.   Rafa berbalik menghadap Keira dengan kedua tangan bersedekap. "Kamu tidak mau menemani saya meeting?"   Keira sontak menggeleng, lalu sedetik kemudian menggangguk, membuat Rafa bingung, sebenarnya jawaban apa yang Keira berikan padanya? Iya atau tidak? Kenapa Keira menggeleng lalu selang beberapa detik kemudian menggangguk? Membuatnya bingung saja.   "Jawab Keira, jangan diam saja. Kamu mau menemani saya meeting atau tidak? Kenapa jawaban yang kamu berikan seolah tidak ikhlas?"   "Saya memang tidak iklhas Pak." Ingin sekali Keira mengatakan hal itu pada Rafa, tapi tentu saja itu tidak ia lakukan, jika ia mengatakan hal itu, bisa-bisa Rafa ngamuk lagi padanya. "Mau Pak, saya mau menemani Bapak meeting." Pada akhirnya, Keira memmilih untuk cari aman, dari pada ia kena omel Rafa, citranya yang selama ini bagus tentu saja harus bisa ia pertahankan.   "Bagus." Rafa kembali membelakangi Keira dan selang beberapa detik kemudian pintu lift terbuka, membuat keduanya bergegas keluar dari lift.   Rafa memasuki ruangannya sedangkan Keira bergegas menyiapkan berkas-berkas yang akan ia bawa untuk meeting bersama dengan Rafa sore ini.   Meeting kali ini akan di lakukan di luar kantor, lebih tepatnya di sebuah restoran yang cukup ternama, karena itulah Keira tidak boleh meninggalkan berkas-berkas penting atau ia akan mendapat teguran dari Rafa.   Setelah semuanya siap, Rafa dan Keira segera pergi menuju restoran di mana mereka akan bertemu dengan klien mereka.   Sebenarnya ini kali pertama Keira ikut meeting bersama dengan Rafa dan ini kali pertama Keira meeting di sebuah restoran. Atasan Keira sebelumnya atau Ayah dari Rafa tidak pernah mengadakan meeting di sebuah restoran dan hal ini tentu saja membuat Keira penasaran.   Kenapa Rafa memilih untuk meeting di sebuah restoran dari pada di kantor? Apa klien mereka yang meminta untuk bertemu di restoran? Atau malah Rafa sendiri yang meminta untuk di restoran tersebut?   Dari pada Keira penasaran, lebih baik ia bertanya secara langsung pada Rafa. Siapa tahu Rafa mau menjawab pertanyaannya, meskipun ia tdoak yakin kalau Rafa akan menjawab pertanyaannya, tapi tidak ada salahnya kan untuk mencoba?   "Pak, kenapa meeting kali ini di restoran? Bukan di kantor?" Akhirnya Keira memberanikan diri untuk bertanya.   Sekilas Rafa melirik Keira, sebelum akhirnya kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Memangnya kenapa? Ada yang salah?"   "Bukannya di jawab, malah balik bertanya." Tanpa sadar Keira menggerutu, kesal karena Rafa malah balik bertanya dan tidak menjawab pertanyaannya.   Rafa mendengar gerutuan Keira tapi ia tidak tahu apa yang sebenarnya Keira ucapkan. "Kenapa kamu menggerutu?" tanyanya penasaran.   "Eh enggak apa-apa Pak," jawab Keira cepat, terlampau cepat malah. Setelahnya suasana hening kembali tercipta dan itu terjadi sampai mereka sampai di restoran yang mereka tuju.   Saat memasuki restoran, mereka langsung menuju ruang VVIP yang ternyata akan menjadi tempat untuk mereka meeting dan betapa terkejutnya Keira saat tahu kalau orang yang akan meeting bersama dengannya dan Rafa kali ini adalah Sofia, sahabat Rafa.   Sama seperti Keira, Sofia juga terkejut saat pertama kali bertemu dengan Keira. Mereka pun saling menyapa sebelum akhirnya duduk di tempat masing-masing.   Meeting tidak langsung di lakukan karena Rafa dan Sofia malah terlibat obrolan, mengingat keduanya sudah lama tidak bertemu dan Keira merasa tidak nyaman, itu karena Rafa dan Sofia asyik mengobrol berdua sedangkan ia diam, tak tahu harus melakukan apa.   "Untuk apa ia ikut?" Itulah pertanyaan yang kini ada dalam benak Keira.   Keira yakin 100% kalau sebenarnya Rafa tidak membutuhkan kehadirannya di sini, tapi kenapa Rafa mengajaknya untuk ikut?   Keira beranjak bangun dari duduknya, berniat untuk pergi ke toilet dan ternyata pergerakan Keira di sadari oleh Rafa dan juga Sofia.   "Kamu mau kemana Keira?"   "Saya mau ke toilet dulu Pak, permisi." Tanpa menunggu jawaban Rafa, Keira bergegas menuju toilet.   Selama perjalanan menuju toilet, tak henti-hentinya Keira mengumpat, kesal dengan apa yang terjadi. Lebih tepatnya kesal pada dirinya sendiri yang entah kenapa bisa merasa cemburu saat melihat Rafa dan Sofia mengobrol dan tertawa bersama, hal yang tidak pernah terjadi jika Rafa sedang bersamanya.   Setelah Keira kembali dari toilet, meeting pun di mulai dan setelah hampir 2 jam berlalu, meeting selesai. Setelah berpamitan pada Sofia, Keira segera keluar dari restoran, meninggalkan Rafa yang masih mengobrol dengan Sofia.   "Kenapa dia?" gumam Rafa bingung saat melihat Keira pergi meninggalkannya begitu saja.   "Dasar gak peka," gumam Sofia lirih seraya menggelengkan kepalanya.   Sebagai sesama wanita, Sofia jelas tahu kalau Keira sedang merasa cemburu padanya, tapi ternyata Rafa sama sekali tidak peka. Entah Rafa benar-benar tidak peka atau pura-pura tidak peka dengan perasaan yang Keira miliki.   "Gue pulang duluan ya Sof."   "Hati-hati ya Raf."   "Ok, loe juga hati-hati ya. Bye." Sebelum benar-benar berpisah, Rafa dan Sofia berpelukan terlebih dahulu, sebelum akhirnya Rafa pergi meninggalkan Sofia.   Rafa berdecak kesal saat secara tidak sengaja ada orang yang menabraknya, membuatnya hampir saja terjatuh.   Rafa mengabaikan permintaan maaf dari orang yang baru saja menabarknya, lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, menyusul Keira yang sudah sampai di tempat parkir.   Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, seperti biasa, suasana dalam mobil tampak sunyi sepi, tapi entah kenapa, Rafa merasa ada yang berbeda dari Keira. Sejak tadi, Keira terus menatap jendela mobil, seolah enggan untuk bersitatap dengannya.   "Apa ia melakukan suatu kesalahan?" Tanya Rafa dalam hati. "Tapi apa?" gumam Rafa tanpa sadar.   Begitu sampai di kantor, tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Rafa, Keira bergegas keluar mobil, meninggalkan Rafa yang terdiam, dengan raut   "Sebenarnya ada apa dengan wanita itu?" Rafa mengacak rambutnya, frustrasi dengan apa yang terjadi pada Keira.   Rafa segera menyusul Keira, tapi begitu ia akan memasuki lift pintu lift sudah tertutup, padahal Rafa yakin kalau Keira melihatnya, tapi Keira sama sekali tidak berniat menahan pintu agar tetap terbuka.   Rafa mendengus, lalu memasuki lift yang satunya. Sepanjang lift bergerak naik, tak henti-hentinya Rafa berguman, bertanya pada dirinya sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Keira.   Saat sampai di lantai di mana ruangannya berada, Rafa tidak menemukan keberadaan Keira, mungkin Keira sedang berada di toilet. Rafa lantas memasuki ruangannya, masih ada sisa waktu 30 menit sampai jam pulang kantor tiba jadi Rafa akan mengerjakan beberapa berkas yang mungkin bisa ia kerjakan dalam waktu singkat ini.   Beberapa menit kemudian.   "Waktunya pulang," gumam Rafa seraya membereskan berkas-berkasnya. Setelah selesai, Rafa keluar dari ruangannya seraya memainkan ponselnya, tapi perhatian Rafa teralihkan begitu ia mendengar suara kertas yang di bolak-balik.   "Keira."   Keira yang sejak tadi fokus mengerjakan tugasnya lantas menoleh. "Kenapa Pak?" "Kamu tidak pulang?" Rafa tentu saja terkejut saat melihat Keira masih berada di kubikelnya, padahal jam pulang kantor sudah lewat sejak 15 menit yang lalu.   "Pekerjaan saya masih menumpuk Pak, jadi malam ini saya akan lembur. Bapak kalau mau pulang, pulang aja dulu, tidak usah menunggu saya," ujar Keira dengan penuh percaya diri.   "Lagi pula siapa yang mau menunggu kamu?" Tanpa menunggu jawaban Keira, Rafa segera memasuki lift, meninggalkan Keira yang menatap kepergiannya dengan raut wajah kecut.   "Dasar bos menyebalkan," gumam Keira sesaat setelah melihat pintu lift yang Rafa masuki tertutup dengan rapat.   Keira kembali fokus pada layar komputer di hadapannya, lebih baik ia fokus mengerjakan perkerjaannya yang masih menumpuk agar ia bisa segera pulang dan beristirahat.   Ting...   Begitu lift terbuka, Rafa bergegas keluar, menyapa beberapa pegawai yang sedang lalu lalang di loby, sebelum keluar dari loby, Rafa terlebih dahulu menghampiri security yang malam ini akan berjaga, memberi tahu mereka kalau Keira sedang lembur, setelahnya Rafa baru pulang menuju kediaman kedua orang tuanya.   Sebenarnya Rafa ingin pulang ke apartemen yang jaraknya jauh lebih dekat dari pada pulang ke rumah, tapi tadi Rifa mengirimnya pesan dan mengatakan padanya kalau ibunya meminta agar ia pulang ke rumah. Jadi mau tak mau Rafa harus pulang ke kediaman kedua orang tuanya.   Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, Rafa akhirnya sampai di kediaman orang tuanya. Setelah menyapa kedua orang tuanya dan juga kedua adiknya, Rafa lantas pamit undur diri untuk pergi ke kamarnya.   1 jam berlalu dan Rafa kini sudah terlihat jauh lebih segar dari sebelumnya. Rafa duduk di tepi tempat tidur, lalu meraih ponselnya yang sejak tadi ia simpan di laci nakas.   Rafa lantas mendial nomor salah satu pegawai di kantornya, ia akan menanyakan tentang Keira. Apa wanita itu sudah pulang atau masih lembur?   "Halo Pak," sapa ramah Rafa begitu sambungannya terhubung.    "..."   "Apa Keira sudah pulang?"   "..."   "Baiklah kalau begitu, terima kasih atas infonya ya Pak." Rafa kembali meletakan ponselnya di nakas begitu sambungan teleponnya terputus.   Rafa membaringkan tubuhnya dengan mata terpejam dengan pikiran yang terus tertuju pada Keira. Jauh dalam lubuk hatinya, Rafa merasa bersalah karena sudah mengajak Keira untuk pergi meeting bersama dengan Sofia, padahal ia bisa melakukannya seorang diri.   Karena tadi Keira ikut meeting bersamanya, sampai saat ini Keira masih lembur, sibuk mengerjakan pekerjaan yang tadi sore tertunda karena Keira ikut bersamanya.   Rafa mengerang, lalu beranjak bangun dari tidurnya. Rafa meraih ponsel dan juga kunci mobilnya, ia akan kembali ke kantor dan menemui Keira, mungkin Rafa akan meminta maaf pada Keira.   Saat menuruni anak tangga, Rafa bertemu dengan Adam, adiknya yang paling kecil.   "Kak Rafa mau kemana?"   "Kak Rafa mau keluar De, bilang sama Ibu kalau Kak Rafa enggak bisa makan malam bersama ya."   "Ok Kak, nanti Adam bilangin."   "Ok, kalau gitu Kakak keluar dulu ya." Adam hanya mengangguk dan Rafa pun segera keluar dari rumah. Jika Rafa tidak segera pergi, ia takut kalau Ibunya memergokinya dan malah melarangnya untuk pergi keluar, karena itulah ia harus segera keluar dari rumah sebelum bertemu dengan Hesti, Ibunya.   15 menit berlalu dan Rafa masih dalam perjalanan menuju kantor.   "Sial!" Umpat Rafa kesal karena ia malah terjebak macet.   Setelah hampir 30 menit terjebak macet, Rafa akhirnya sampai di kantor. Alih-alih menghampiri Keira di lantai atas, Rafa malah memilih untuk menunggu Keira di dekat lift yang berada di basement.   Rafa tahu Keira membawa mobil dan mobil Keira berada tak jauh dari tempatnya kini berdiri, bahkan mobilnya terparkir tepat di samping mobil Keira..   Ting...   Rafa menoleh begitu ia mendengar suara lift terbuka dan keluarlah wanita yang sudah sejak 2 jam lalu ia tunggu. Tanpa pikir panjang, Rafa menghampiri Keira, mendengus saat melihat Keira malah fokus bermain dengan ponselnya tanpa memperhatikan langkah kakinya.   Rafa langsung menarik tangan Keira, membuat Keira benar-benar terkejut, karena itulah Keira sontak berteriak.   Rafa berbalik menghadap Keira, membungkam mulut Keira dengan telapak tangannya, membuat teriakan Keira tidak lagi terdengar. "Ini Saya Keira, Rafa."   Keira sontak membuka matanya yang sejak tadi terpejam, lalu mengerjap dan benar saja, orang yang ternyata baru saja menarik tangannya secara tiba-tiba adalah Rafa, bosnya. "P-pak R-rafa," ujar Keira terbata sesaat setelah bekapan tangan Rafa terlepas dari mulutnya.   Astaga! Bibirnya baru saja bersentuhan dengan telapak tangan Rafa.   "Iya ini saya, kamu jangan teriak Keira, nanti orang-orang pikir kalau saya berniat melecehkan kamu," ujar Rafa ketus dengan raut wajah datar tapi tak lupa menatap Keira dengan sorot mata tajam.   Dengan sekali hentakan, Keira melepas cekalan tangan Rafa dari pergelangan tangan kanannya, lalu mundur beberapa langkah seraya mengusap pergelangan tangannya yang sedikit memerah akibat kuatnya cekalan yang Rafa berikan.   Dengan seksama, Keira mengamati penampilan Rafa yang terlihat berbeda dari biasanya. Biasanya Keira melihat Rafa dalam balutan jas rapi, bukan seperti saat ini yang hanya mengenakan koas hitam polos dan celana jeans hitam pendek seperti saat ini, jadi wajar saja kalau Keira sempat tidak mengenali Rafa, itu karena penampilan Rafa jauh berbeda dari sebelumnya.   "Saya tahu kalau saya tampan, jadi enggak usah lihatin saya terus," ujar Rafa dengan penuh percaya diri.   Keira yang sejak tadi memperhatikan Rafa sontak mengerjap, sedetik kemudian berdeham seraya memalingkan wajahnya ke arah lain, malu karena ketahuan memperhatikan Rafa secara terang-terangan. "Siapa juga yang memperhatikan Bapak," sahut Keira ketus.   "Ayo, saya antar kamu pulang, ini sudah malam tidak baik kalau kamu pulang sendiri." Rafa memilih tidak menanggapi bantahan Keira karena sampai kapanpun Keira tidak akan mengakui kalau wanita itu baru saja memperhatikan penampilannya.   "Saya bawa mobil sendiri Pak, jadi Bapak tidak perlu repot-repot untuk mengantar saya pulang," sahut Keira ketus.   Padahal dalam hati Keira bersorak riang, ia tidak menyangka kalau Rafa akan mengajaknya pulang bersama. Apa itu artinya kalau Rafa kembali ke kantor hanya untuk menjemputnya dan mengantaranya pulang?   Astaga! Keira benar-benar senang dan rasanya ia ingin sekali berteriak.   Meskipun ia baru saja menolak ajakan Rafa untuk pulang bersama, tapi sebenarnya ia ingin sekali pulang bersama dengan Rafa, tapi ia tidak akan langsung menerima tawaran Rafa, ia akan sedikit jual mahal pada Rafa.   Tapi bagaimana jika Rafa tidak menawarinya untuk pulang bersama lagi setelah tadi ia menolaknya? Maka gagal sudah rencananya untuk pulang bersama dengan Rafa.   "Tidak ada penolakan Keira, ayo." Tanpa menunggu persetujuan Keira, Rafa segera menarik tangan kanan Keira, melangkah menuju mobilnya yang berada tepat di samping mobil Keira.   "Yes," gumam Keira tanpa sadar. Rafa jelas mendengarnya tapi ia tak mau ambil pusing, lebih baik ia segera mengantar Keira dan setelah itu ia bisa beristirahat dengan tenang tanpa merasa bersalah lagi karena sudah membuat Keira lembur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD