Sedikit Menyesal

1151 Words
Sementara itu Kyla sudah sibuk memasak di rumahnya. Dia memang langsung pulang tadi karena penampilannya sangat tidak nyaman untuk di lihat. Seperti biasanya, dia langsung menyiapkan makan siang karena tinggal sendiri. Di depannya sudah tersaji semangkup bubur ayam dengan kuah kuning yang uapnya masih mengepul. Karena perutnya sudah mulai meronta, Kyla dengan cepat menyendokkan sesuap bubur untuk dia nikmati. Tapi gerakannya terhenti dan dia sedikit mendesis saat membuka mulut. Luka di sudut bibirnya mulai terasa perih. Gadis itu hanya bisa menghela nafas pelan sambil melanjutkan makannya. Kali ini dia lakukan dengan perlahan. Apa yang dia saksikan tadi merupakan kejadian yang mengejutkan. Seumur dia hidup, Kyla bekum pernah menemukan setan berwujud manusia seperti Bara. Bahkan Kyla kini malah mulai mengkhawatirkan keadaan Gibran. Bagaimana bisa bicah itu tinggal bersama dengan sosok manusia seperti Bara yang tidak nampak seperti manusia waras pada umumnya. Siang tadi Kyla memang menjadi satu-satunya orang yang meninggalkan kelas paling terakhir. Saat dia sudah bersiap untuk pergi, pintu ruang kelas tiba-tiba terbuka. Bara masuk ke dalam sambil membawa bolt cutter. Dengan sebelah tangan yang dimasukan ke dalam saku celana, dia melangkah dengan santainya ke arah loker. “Ngapain lo lihatin gue sampai segitunya. Apa yang gue lakuin nggak ada hubungannya sama lo!“ serunya sinis. Memang siapa yang tidak mengenal Bara. Dia adalah siswa teladan yang banyak dibicarakan orang-orang. Hubungannya dengan Gibran juga terkenal tidak harmonis. Bagi Kyla kehadiran Bara di sini terasa aneh. Jika ingin bertemu dengan Gibran, sudah pasti tidak akan bisa karena ini jam pulang dan anak-anak termasuk Gibran juga sudah meninggalkan ruangan. Rumor tentang Bara yang sangat menyayangi Gibran menjadi senter di sekolah. Banyak orang-orang yang memprotes perlakuan Gibran yang terkesan angkuh dan kasar pada Bara. Bagi mereka, Bara merupakan sosok malaikat yang tidak pantas diperlakukan kasar meskipun itu oleh saudaranya. “Jadi ini!“ Kesadaran Kyla seperti ditarik paksa ketika mendengar suara Bara. Mata pria itu nampak berbinar. Namun barang yang dibawanya itu membuat perasaan Kyla tidak enak. “Susah banget sih. Sialan!“ Bolt cutter itu Bara gunakan untuk membuka gembok loker milik Gibran. Beberapa kali dia terdengar mengumpat dan itu membuat Kyla membelalak tidak habis pikir. “Kakak ngapain? Nggak sopan tahu ngehancurin loker orang lain!“ “Nggak usah ijut campur deh lo!“ Mendapat sentakan dari Bara membuat Kyla terdiam. Bagaimana bisa manusia seperti ini memanipulasi seluruh sekolah. “Berhenti Kak. Nggak sopan!“ “Lo berisik banget dah. Lagian ini loker punya adik gue. Gue berhak buat buka.“ “Saya baru dengar peraturan kayak gitu. Buat sekarang Kakak harus berhenti dulu karena Kakak nggak punya izin buat buka lokernya Gibran.“ Kyla kekeh dan tidak mau kalah dalam berdebat. Menurut dia apa yang diucapkan Bara itu tidak masuk akal. Tapi sepertinya kalimat Kyla hanya dianggap angin lalu karena kini senyum menyebalkan terpancar di sudut bibirnya. Tangannya meraih handle ointu dan mengeluarkan diary milik Gibran. “Kalau lo berani ngaduin gue ke guru, lo bakal tahu akibatnya.“ “Tapi apa yang Kakak lakuin itu pencurian.“ “Bacot ya lo! Jadi lo yang namanya Kyla.“ Matanya menatap puas ke atah name tag milik Kyla. “Gue bakal ingat wajah lo!“ “Kakak kira saya bakal diam saja. Kakak itu Bara Arendra kan. Meski kakak terkenal dengan kelakuan baik Kakak, tapi saya bakal tetap laporin apa yang udah Kakak lakuin tadi ke guru. Cuma ceritanya nggak bakal sampai ke guru kalau Kakak baoikin buku diarynya Gibran.“ Bara yang sudah kepalang emosi tanpa berfikir panjang lagi langsung mengangkat tangannya dan mengarahkan ke wajah Kyla. Tamparan kencang yang dihadiahkan Bara berhasil membuat gadis itu sampai terhuyung ke samping. “Lo mau mati!“ Belum sempat Kyla terbiasa dengan rasa sakit yang mulai menyebar di pipinya, Bara kembali berulah. Kali ini dia menarik kencang rambut Kyla sampai membuat gadis itu mendesis sakit. Rasanya kulit kepalanya mulai sedikit perih dan terasa panas karena ditarik terlalu kencang oleh Bara. “Sakit, Kak! Kenapa Kakak pakai kekerasan?“ protesnya tidak terima. Dia hanya memberitahu tapi balasan yang dia dapatkan malah jambakan rambut yang terasa menyakitkan. “Kakak kira saya bakal takut!“ Sebuah tinjuan amartir mengenai perut Bara. Dia sempat mengaduh dan mundur sampai melepaskan cengkramannya dari kepala Kyla. Meski terlihat lemah, Kyla juga sempat belajar taekwondo. Serangannya tadi mungkin terasa menyakitkan bagi Bara karena Kyla sempat mendengar pria itu yang beberapa kali meringis. Kesempatan itu Kyla gunakan untuk merebut buku diary milik Gibran. Setelah berhasil dia langsung melipir keluar dari kelas dengan langkah kaki ceoat. “b******k! BERHENTI NGGAK LO! WOI!“ “Padahal gue udah pertaruhin hidup gue buat selametin buku diarinya dia. Tapi ucapan terima kasih aja nggak gue terima dari Gibran. Kok menyesal jadinya,” gumam Kyla pelan sambil masih terus melanjutkan kegiatannya untuk menyuapkan bubur. Kemudian hening kembali. “Apa gue yang terlalu peduli. Kalau terjadi apa-apa, dia pasti nggak bakal sudi buat selamatin gue. Kayaknya gue harus siapin diri kalau kejadian buruk datang nantinya.“ Kyla nampak termenung. Dia hanya sendiri di sini dan bisa dipastikan kalau hal buruk terjadi, tidak akan ada seorang pun yang akan membantunya. Ditambah, ayahnya juga berada di nun jauh di sana. Meski dia sangat ingin bercerita, hal itu tidak akan mungkin dilakukannya. Yang ada dia malah akan membuat khawatir sang ayah. Meski dia sangat ingin berada di sisi ayahnya, tapi Kyla sebisa mungkin menekan perasaan manja itu. Tagihan rumah sakit mamanya terus berjalan dan menghasilkan uang adalah prioritas pertama untuk ayahnya saat ini. “Kangen mereka,” gumam Kyla pelan. Dia sangat berharap penyakit kanker yang diderita ibunya bisa segera sembuh dan mereka juga bisa berkumpul bersama seperti dulu. “Kayaknya gue harus buat rencana supaya besok terhindar dari amukannya Bara. Gue harus menghindar supaya nggak diganggu. Kalau pun ketemu, gue bisa jadi cewek gila.“ Mata Kyla berbinar seolah apa yang dia katakan barusan adalah ide yang teramat brilliant. “Jadi orang gila adalah pilihan terbaik untuk menghadapi orang gila juga.“ *** Maret 26 Hari dimana akhirnya aku menjadi pengacau tiba. Dan itu terjadi tadi siang disaat jam sekolah sudah berakhir. Harusnya aku bisa menahan diri karena itu bukan urusanku. Tapi… Sepertinya darah tukang ikut campur sudah mengalir kental di dalam jiwaku. Aku tidak bermaksud mencari masalah karena aku ingin menjalani kehidupan sekolah yang norme. Hanya sjaa, kedatangan kakak senior yang membawa bolt cutter itu terasa mengganggu. Dia bahkan tidak segar menghancurkan loker milik sekolah. Meski kami diberi kebebasan untuk menggunakan loker, cuma tetap saja itu sudah menjadi tempat pribadi milik kami dan orang itu dengan tidak tahu malunya malah menghancurkan gembok kunci yang terpasang cantik di sana. Itu adalah loker milik Gibran dan orang yang mendatangi kelasku adalah kakak tirinya. Mimpi apa aku semalam sampai masuk ke dalam pertikaian seperti ini. Aku sejujurnya ingin diam saja, tapi melihat Bara yang tersenyum dengan licik sambil mengancamku malah membuatku terpancing emosi. Tanpa sadar aku malah sampai mengepalkan tanganku. Dan nampaknya anak itu tidak akan melepaskanku dengan mudah untuk kali ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD