Bab 2 : Praktikum yang Gagal

1530 Words
Tak terasa mobil yang ditumpangi Syeril dan kawan-kawan telah tiba di parkiran sekolah. Ketiga sahabat ini melenggang manis menyusuri koridor hingga ke kelas mereka. Kelas XII IPA 2 tampak riuh, karena jam pertama kosong. Sembari menunggu para mahasiswa dari salah satu universitas kenamaan di Bandung ini, para siswa dan siswi saling bercanda. Ada yang saling lempat kertas, membaca, menggambar, bersenda gurau, ada yang ke kantin, dan ada juga yang mengobrol ringan. Syeril masih terlihat cemas, dia khawatir bila Rafael tak ikut berkunjung ke sekolahnya. Kelas yang dinaungi Syeril ini adalah kelas luar biasa di antara kelas seangkatannya. Kelas yang terkenal dengan siswa paling malas, sebab itulah mereka harus remidial pelajaran biologi dengan melakukan penelitian terhadap makhluk hidup. Guru Biologi sudah bekerja sama dengan anak-anak dari fakultas biologi dari kampus yang beliau sendiri ialah alumni dari sana. Tampak beberapa mahasiswa dan mahasiswi melenggang menapaki koridor sekolah. Mereka mencari ruang Kepala Sekolah untuk melapor. Setelah bertemu dengan Kepala Sekolah dan wali kelas XII IPA 2, mereka langsung menuju tempat yang sudah ditunjuk oleh wali kelas tersebut. Enam mahasiswa tersebut langsung berbaris di halaman sekolah. Mereka menunggu para siswa yang akan dibimbing beberapa jam ke depan. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya para siswa keluar kelas dan berbaris rapi sesuai isyarat wali kelas. Sedetik kemudian, wali kelas memberi kesempatan pada para mahasiswa tersebut untuk memberi sambutan. Lihat saja, Syeril dan dua temannya begitu antusias. Mereka berada di barisan paling depan. Mata Syeril jelalatan, mencari sosok yang sedari kemarin dia tunggu hadirnya. Ketemu! Bahkan, saat ini Rafael maju ke depan untuk menjelaskan kegiatan mereka selama di sini. "Gila, kece-kece banget, ya, mereka!" seru salah satu siswi. Hal itu membuat Syeril langsung menoleh. Dia mengikuti arah pandang siswi yang berkata demikian. Rafael! Seperti ada kilatan di mata Syeril, dia langsung menegur siswi dengan bandana kelinci tersebut. "Heh, nggak usah kecentilan bisa?" kata Syeril dengan wajah sinis. Dia tidak rela ada yang memuji Rafael di depannya. Biar bagaimanapun, Rafael adalah incarannya. Siswi tadi langsung kicep, melipat wajahnya dan tak berani menatap Syeril lagi. Di sekolah ini memang Syeril terkenal galak dan tak pandang bulu bila ingin menegur seseorang. "Jadi, kami harap kalian bisa bekerja sama dengan baik selama kami membantu kalian." "Baik, Kak!" jawab para siswa serempak. Syeril kembali menatap barisan mahasiswa terpilih tersebut. Rafael sudah kembali ke barisannya. Gadis itu mengagumi paras chinese Rafael yang berbeda dari wajah chinese lainnya, begitu tampan dan membuat Syeril meleleh. Apalagi, badan Rafael kekar dan berotot, itu semakin membuat Syeril terkesima. Seorang pemuda baru saja bergabung, sepertinya dia sedikit terlambat. Membuat pandangan Syeril beralih karena terganggu. "Sialan! Itu, kan cowok kemarin? Ngapain dia di situ?" batin Syeril dengan wajah tak suka. Syeril menunduk, sebisa mungkin dia menyembunyikan wajah. Hal tersebut membuat Faivi dan Adel heran. "Lo kenapa sih, Sas?" tanya Faivi curiga. "Tau, nih! Dari tadi aneh banget deh," timpal Adel. Mereka berdua sangat heran melihat Syeril yang awalnya begitu antusias, tetapi sekarang malah menunduk dalam. "Ssssttt, kalian nggak usah berisik, deh," desis Syeril dengan mengibaskan tangan. Faivi dan Adel saling pandang, kemudian mengendikkan bahu masing-masing. Mereka sudah paham, bila seperti itu tandanya Syeril tak mau diganggu. "Oke, kalian akan dibagi menjadi 6 kelompok. Tiap kelompok berisi 5 anggota, dan akan dipimpin oleh 1 dari kakak-kakak di sini," ujar seorang perempuan dari mahasiswa tersebut. "Semoga aja gue nggak dapet pemimpin cowok itu. Males banget ketemu dia lagi." Syeril berdoa dalam hati, dia ingin Rafael lah yang akan memimpin kelompoknya nanti. Namun, sampai kelompok ketiga, namanya tak kunjung disebut. Dia menatap ke depan penuh kehati-hatian, takut bila cowok yang dia temui di food court menjadi pembimbing dalam kelompoknya. Kecemasannya semakin meningkat ketika Syeril melihat cowok itu masih berdiri di samping Rafael. "Mati gue. Semoga bukan dia, Tuhan! Semoga bukan dia!" Batin Syeril terus merapal. "Kelompok empat. Yang namanya saya panggil harap maju, ya," kata Rafael. Dalam hati, Syeril sangat berharap kali ini Rafael menyebut dirinya. Dia yakin, pemuda itu akan memimpin kelompok empat. "Adel, Vita, Joana, Sintia, dan Syeril." Ketika namanya disebut, Syeril langsung menatap Rafael tak percaya. Akhirnya, dia bisa dibimbing oleh Rafael juga. Andai saja tak malu, Syeril pasti sudah jingkrak-jingkrak saat ini. Dia berdiri di dekat Adel. Sementara itu, Faivi masih menunggu giliran untuk disebut. Dia tidak berada dalam satu kelompok dengan Syeril juga Adel. "Reval, kamu yang memimpin kelompok empat, ya." Syeril menatap sosok yang akan menjadi mentornya. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat siapa yang berjalan ke kelompoknya. "Gilak! Dia yang bakal pimpin kelompok gue? Alamak! Sial tujuh turunan gue kalau begini mah!" batin Syeril. Dia sangat cemas. Perlahan dia mundur ke belakang tubuh Adel. "Syeril, ini bukannya cowok yang waktu itu? Iya, 'kan?" "Iya, kali," jawab Syeril sekenanya. Adel tak peduli lagi dengan Syeril. Dia memperhatikan Reval yang sedang memberi arahan pada kelompoknya untuk memilih tempat. Adel yang menjadi ketua kelompok kali ini. Dia menunjukkan tempat yang bisa mereka pakai untuk penelitian. Sebuah ruangan tak jauh dari perpustakaan dan ruang UKS. Adel memilih tempat tersebut karena juga dekat dengan ruang laboratorium sekolah. Reval memperkenalkan dirinya sebelum memulai kegiatan. Dia juga sudah memikirkan apa saja yang akan dia lakukan untuk kegiatan hari ini. Bahkan, dia sudah menyiapkan beberapa bahan dan alat untuk digunakan kelompoknya nanti. "Oke, saya harap, hari ini saya bisa menjawab pertanyaan kalian. Dan kalian bisa mengerti apa yang akan saya jelaskan nanti." Reval memungkasi. Sejak tadi Syeril hanya menunduk. Entah mendengar ucapan Reval atau tidak, yang pasti dia hanya tak ingin Reval mengenali wajahnya. Namun, sejak pertama dipanggil tadi, sepertinya Reval memang tidak mengenali wajah Syeril. Gadis itu saja yang besar rasa. Reval mengeluarkan beberapa hewan berjenis serangga ini dari dalam tasnya. Serangga tersebut dia masukkan ke dalam toples kecil, lalu dia jejer rapi di meja yang tersedia. "Kalian tahu, ini hewan jenis apa?" "Serangga." Kelima siswi ini menjawab kompak, termasuk Syeril. Walaupun dia agak malas menanggapi. "Serangga itu apa? Ada yang bisa jawab?" tanya Reval lagi. "Ya, binatanglah. Gitu aja pake nanya," jawab Syeril pelan dengan bola mata mengarah ke langit-langit ruangan. Mendengar ucapan tersebut, Reval langsung fokus pada Syeril. "Iya, kamu. Bisa dijelaskan lebih detail lagi biar teman-teman kamu paham?" pinta Reval dengan sopan. "Kok gue?" kata Syeril. "Tadi yang jawab kamu, 'kan?" "Iya, sih, tapi ...." "Oke, lain kali kalo tidak berniat menjawab lebih baik diam." Syeril mati kutu di-skak mat oleh Reval. Lihat saja, bibirnya tak berhenti mendumal. "Ada yang bisa menjawab?" tanya Reval. Kali ini pandangannya mengedar ke siswa di depannya. Sepertinya memang tak ada yang berniat menjawab pertanyaan Reval. Semua diam. "Serangga adalah salah satu kelas avertebrata di dalam filum arthropoda yang memiliki exoskeleton berkitin. Bagian tubuhnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Punya tiga pasang kaki yang terhubung ke thorax, memiliki mata majemuk, dan sepasang antena." Reval menjelaskan dengan fasih. Beberapa di antara lima siswi ini berdecak kagum, termasuk Adel. Hanya Syeril saja yang memang sudah memandang Reval sebelah mata sejak awal. Jadi, dia biasa saja mendengar penjelas tersebut. "Kali ini, kita akan meneliti cara berkembang biak makhluk hidup, khususnya serangga. Saya bawa jangkrik dan telur kupu-kupu." Reval mengambil satu per satu wadah plastik tersebut tanpa membukanya. "Kalian tahu, teramat susah mencari telur kupu-kupu di masa sekarang. Tapi nggak apa-apa, demi kalian saya harus maksimal, 'kan?" Reval mengulas senyumnya. Adel terpesona melihat senyum Reval. "Kamu." Reval menunjuk Syeril. "Gue?" Syeril mengarahkan telunjuk ke wajahnya sendiri. Reval mengangguk. "Sial, kenapa harus gue, sih? Apa dia sengaja mau ngerjain gue? Awas, aja!" batin Syeril. Dia maju, mendekati Reval. "Ini, tolong dipegang." Reval menyerahkan sebuah kotak berisi ulat berwarna hijau. Ulat berukuran cukup besar, yang dia dapatkan di pohon jeruk di belakang rumahnya. "Apa ini?" Mata Syeril membola melihat seonggok binatang menjijikkan itu. "Ulat? Mama!!!" Syeril teriak dengan melemparkan kotak tersebut sembarang arah. Dia lompat-lompat ketakutan sambil bergidik dan mengerang. "Gue takut! Nggak mau! Mama, takut!" Syeril menutup wajahnya. "Kamu kenapa?" tanya Reval. "Gue takut. Gue nggak mau!" kata Syeril dengan suara yang benar-benar ketakutan. "Ini cuma ulat, nggak gigit." Reval mengambil wadah tersebut, lalu membukanya. Niat dia baik, hanya ingin menunjukkan bahwa ulat tersebut tidak bisa berbuat apa pun selain makan daun yang Reval letakkan di dalamnya. "Bodo amat, pokoknya gue takut. Lo sengaja banget, ya, bikin gue ketakutan?" "Anak Biologi liat ular aja takut. Anak Biologi harus tahan banting." "Lo kira silat pakai tahan banting?! Anak Biologi nggak gini-gini amat kali!" decak Syeril. Dia menatap tajam ke arah Reval. "Kata Bu Osa, ini sebagai hukuman kalian karena nilai ulangan kalian jeblok semua," ucap Reval. "Masa baru liat ulet udah ketakutan? Belum saya suruh memegang nanti." "Apa? Nggak waras ni orang!" batin Syeril dengan mata masih sama seperti sebelumnya. Reval berjalan mendekati Syeril. Dia kembali menyerahkan wadah tersebut. Kali ini tanpa tertutup. Tentu saja hal itu membuat tangan Syeril spontan menepis wadah yang dipegang Reval. Alhasil, ulat dan wadahnya jatuh tepat di bawah kaki Syeril. Mata Syeril melebar, lebih lebar dari sebelumnya. "Mamaaa!!" Bruk! Syeril pingsan ketika ulat tersebut bergerak ke sepatunya. Melihat Syeril pingsan, Adel langsung menolong. Dia membawa kepala Syeril ke pangkuannya. "Syeril! Lo nggak apa-apa, 'kan?" Adel menepuk pipi Syeril. "Syeril, bangun dong! Kak, gimana nih?" tanya Adel pada Reval. Setelah menyelamatkan ulat, Reval langsung membawa Syeril ke UKS sebagai bentuk tanggung jawabnya. Karena tidak mau mengecewakan, Reval meminta bantuan temannya melanjutkan praktikum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD