2. Alergi

1053 Words
2. Alergi Christophen Aku menghentikan ciumanku pada Elisa si gadis bar yang menjadi pelayan primadona di Hansel Beer. Kuakui Elisa gadis yang sangat cantik dan sangat menggoda. Tubuhnya sangat ramping dan berisi, memiliki rambut panjang lurus keemasan, dan bibir mungilnya yang kemerahan. Semua pria pasti ingin mencicipi bibir mungilnya itu. Meskipun umurnya baru 17 tahun, Elisa sudah menjadi dambaan para pria di kotanya. Sejak Elisa bekerja di sana, bar itu selalu ramai dikunjungi terutama oleh para pria yang hanya sekedar melihatnya atau berbincang-bincang dengannya. Banyak pria yang menyukainya dan melamarnya, tapi Elisa selalu menolak setiap lamaran yang datang kepadanya. Awalnya aku tidak tergoda dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya, tapi Elisa selalu menggodaku dengan tubuhnya tiap kali ada kesempatan, akhirnya aku tergoda dan tidur dengannya satu kali. Sejak itu Elisa selalu mendekatiku dan memintaku untuk menjadi kekasihnya. Aku tidak mengiyakan keinginannya, karena aku tidak memiliki perasaan apa-apa padanya. Bagiku Elisa hanya sekedar hiburan dikala aku bosan. Sekarang di sinilah kami berciuman di bawah pohon apel dekat peternakanku. Elisa datang ke peternakanku dan mengajakku jalan-jalan dan kami memutuskan untuk beristirahat di sini. Awalnya kami hanya bercakap-cakap mengenai perkembangan desa Grasshallow dan juga para pria yang melamarnya. "Aku hanya menyukaimu, Chris. Sejak aku melihatmu di bar, kamu sudah sangat menarik perhatianku. Kamu sangat tampan dan jantan." Elisa nampak malu-malu mengatakan itu. " Kenapa para pria itu yang datang melamarku bukannya kamu?" Elisa mengerucutkan bibirnya. Cemberut. Aku menjadi gemas dan tanpa berpikir panjang aku melumat bibirnya. Desahan demi desahan keluar dari mulutnya. Ciuman kami berubah menjadi sangat liar dan berlomba saling mencecap satu sama lain, bahkan aku hampir hilang kendali akan meniduri Elisa di bawah pohon apel, jika saja aku tidak melihat Macaroon yang sedang melihat kami dengan terkejut dengan rahang hampir terjatuh. Aku cepat-cepat menyudahi permainan liar kami dan itu membuat Elisa kesal. Aku berlari ke arahnya dan memanggil namanya. "Macaroon, tunggu!" Tapi gadis itu berlari menjauh. Aku menjadi kesal sendiri, lalu mengosok wajahku dengan kedua tangan. "Seharusnya Macaroon tidak melihatnya,"gumamnya. Hal yang paling tidak diinginkan olehku adalah Macaroon melihat dirinya sedang bermesraan dengan wanita lain. Elisa menghampiriku dengan gaun yang masih berantakan. Bagian atasnya sudah setengah terbuka dan aku kembali menutupnya. "Sebaiknya kamu pulang saja." Elisa kembali menunjukkan rasa kesalnya. "Siapa gadis itu? Apa dia kekasihmu?" "Bukan. Hanya gadis yang aku kenal saja. Ayo aku akan mengantarmu pulang." Aku meraih lengan Elisa dan menyeretnya pulang. *** Aku berjalan dengan langkah cepat menuju rumah Macaroon setelah mengantarkan Elisa pulang. Entah kenapa aku memiliki perasaan bersalah kepada gadis itu. Macaroon bukanlah kekasihku. Kami berdua hanyalah teman seharusnya aku tidak perlu pergi ke rumahnya untuk menjelaskan apa yang terjadi antara aku dan Elisa, tapi aku memcemaskannya. Rumah Macaroon yang bercat hijau terlihat sangat sepi. Aku mengetuk pintu. Mrs. Harrington yang membukakan pintu. Ia terkejut melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Ia masih memakai celemek berwarna abu-abu. "Chris, ayo silahkan masuk!" Aku mencium aroma harum dan manis ketika menginjakkan kaki di dalam rumah. Suasana rumah sangat hening hanya terdengar suara jarum jam. Aku mengikuti Mrs. Harrington ke dapur dan sudah aku duga, ia sedang membuat macaroon. Aku duduk di meja makan tanpa disuruh langsung mencicipi kue-kue itu. Mrs. Harrington sedang membuat mentega yang akan dijualnya di pasar. Mentega buatannya sangat enak dan tidak ada tandingannya di Grashallow. Hampir semua penduduk di sini tahu mentega buatan Mrs. Harrington. "Aku ingin bertemu dengan Macaroon. Apa dia ada?" "Dia ada di kamarnya. Sepertinya ia sedang tidak enak badan." "Apa dia sakit?"tanyaku cemas. "Hanya terkena alergi itu sudah biasa tiap kali ia melihat orang yang bermesraan." Mrs. Harrington mengulas senyum. Aku langsung tersedak. Ini pertama kalinya aku tahu Macaroon punya alergi seperti itu. "Apa kamu baik-baik saja? Ini minumlah!" "Terima kasih." "Apa Macaroon bercerita siapa orang yang dilihatnya sedang bermesraan?" "Dia tidak mengatakan apa pun." Aku menghela napas lega. Tatapanku mengarah ke lantai dua yang nampak sepi seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. "Apa aku boleh melihatnya di kamar?" "Tentu saja." Aku beranjak dari kursi, lalu menaiki tangga kayu yang berkriut nyaring seiring setiap langkahku. Di lantai dua hanya ada tiga kamar yang saling berdempetan. Tercium aroma bunga Lavender di setiap sudut ruangan. Aku memperhatikan ketiga kamar di depanku, tidak tahu mana kamar Macaroon tadi seharusnya aku menanyakannya kepada Mrs. Harrington. "Macaroon ini aku, Chris," kataku. Hening. "Aku ke sini ingin bicara denganmu. Apa aku boleh masuk ke kamarmu?" Salah satu pintu kamar terbuka. Kamarnya berada di tengah. Aku menahan tawaku saat melihatnya dan gadis itu langsung memasang wajah cemberut. Seluruh wajah Macaroon dipenuhi oleh bercak-bercak merah dan itu membuat wajah gadis itu terlihat lucu. Apa lagi dengan rambutnya yang berantakan yang mencuat gak beraturan. "Masuklah!" Aku masuk ke kamarnya dan ini pertama kalinya aku masuk kamar seorang gadis. Di kamar hanya ada satu ranjang kecil. Aku tidak tahu apakah Macaroon cukup muat tidur di sana dan satu lemari pakaian yang tidak terlalu besar. Di langkan jendela ada beberapa pot bunga yang membuat kamarnya menjadi terasa lebih segar. Dinding kamarnya menggunakan wallpaper berwarnan pink yang warnanya sudah sedikit pudar dan beberapa robekan kecil di dekat atap kamarnya. Aku duduk di bangku kecil, sedangkan Macaroon duduk di ranjang kecilnya. Gadis itu nampak malu-malu tidak berani menatapku. "Ada apa kamu ke sini?" "Ah itu mengenai kejadian tadi siang tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Elisa tidak ada hubungan apa pun. Kami hanya...." "Kamu tidak perlu menjelaskannya. Itu hakmu jika ingin bermesraan dengan wanita. Itu wajar kamu seorang pria dan kamu masih lajang. Kamu dan wanita yang bernama Elisa sepertinya kalian pasangan yang serasi. " "Meskipun begitu aku tidak mencintainya. Kami hanya sebatas teman. Tidak lebih. Aku tidak ingin kamu berpikiran jelek tentangku, karena...." "Karena?" "Ah sudah lupakan saja. Bagaimana keadaanmu? Apa kamu masih gatal-gatal?" Aku beranjak dari kursi, lalu duduk di sampingnya. Secara reflkes aku menyentuh wajah dan tangannya yang dipenuhi bercak merah. "Keliahatannya tidak terlalu parah." "Ibuku sudah memberikanku obat, jadi sekarang aku tidak merasa gatal lagi. Nanti juga akan hilang dengan sendirinya." "Gara-gara aku, kamu jadi seperti ini. Maafkan aku." "Ini bukan salahmu. Aku sudah terbiasa dengan alergi ini, karena aku sering melihat orangtuaku bermesraan." Macaroon tersipu malu dan aku tersenyum. "Aku senang kamu baik-baik saja. Baiklah. Aku harus kembali ke peternakan. Aku sudah terlalu lama meninggalkannya. Sampai jumpa, Macaroon." Gadis itu hanya mengangguk dan aku menutup pintu di belakangku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD