Book 3 PART. 2 ANDREA

1016 Words
Adyt menjemput Andrea di stasiun televisi. Andrea duduk sambil bermanja di lengan Adyt yang tengah menyetir. "Yang" panggil Andrea. "Hmmm" jawab Adyt yang berkonsentrasi menyetir "Kamu tuh cinta nggak sih sama aku?" Tanya Andrea. "Kenapa?" Adyt balik bertanya. "Kamu nggak pernah cemburuin aku, kata orang cemburu kan tanda cinta." Andrea mengelus lengan Adyt pelan. "Cemburu bukan tanda cinta, tapi bagian dari rasa yang ada karena ada cinta, jadi meski tanpa cemburu cinta bisa tetap ada, De," jawab Adyt tanpa mengalihkan pandangan dari jalan. "Tapi kamu belum pernah sekalipun memperlihatkan rasa cemburu, meski sering melihatku mesra dengan lelaki lain." Andrea belum puas dengan jawaban Adyt. "Mesranya cuma di depan kamera, aku harus mengerti kalau itu bentuk profesionalitas kamu." Adyt menolehkan kepala, untuk menatap Andrea sekilas. Lalu ia kembali fokus untuk menatap jalanan. "Jadi nggak ada rasa cemburu sama sekali?" Andrea masih bertanya penasaran. Ia belum puas dengan jawaban yang diberikan Adyt. "Bukan nggak ada, tapi aku hanya mencoba memahami profesimu, lagi pula aku percaya sepenuhnya sama kamu" jawab Adyt meyakinkan. "Terima kasih ya, Yang sudah memahami, dan mau mengerti aku selama ini." Andrea mengecup pipi Adyt. Wajahnya sumringah, dan cukup puas dengan jawaban yang diberikan Adyt. "Aku lagi menyetir De, jangan mengacau konsentrasiku" tegur Adyt. Andrea hanya tersenyum, sudah biasa dengan sikap Adyt yang seperti itu. Datar, dingin, tanpa ekspresi. Tiba di rumah Andrea. "Turun dulu, Sayang," ajak Andrea. "Aku langsung pulang saja, salam buat Mamah ya," jawab Adyt. Andrea mendekatkan wajahnya ke wajah Adyt, niatnya hanya mengecup bibir Adyt, tapi Adyt menahan tengkuk Andrea, dan mencium bibirnya lembut. Cukup lama mereka berciuman. Adyt melepaskan ciumannya. "Aku pulang ya," katanya sambil menyeka bekas ciuman di bibir Andrea dengan jarinya. Andrea menganggukkan kepala. "Salam buat Mamah Papah ya, Sayang," kata Andrea. Harusnya ia memanggil orang tua Adyt dengan sebutan Mas, dan Mbak, karena orang tua Adyt adalah saudara sepupunya, kalau melihat dari silsilah keluarga. Adik dari mamah Andrea, adalah ayah tiri mamahnya Adyt. (Baca Bukan Istri Pilihan/Adams Family #2) Adyt mengangguk. "Bye, De." "Bye, Sayang." Adyt menjalankan mobilnya menuju pulang ke rumah. ---- Hari kedua bekerja, Adysti berangkat lebih pagi lagi, dikayuh sepedanya pelan. Tiba-tiba seseorang mensejajari jalan sepedanya dengan menggunakan motor. "Eeh Mas Ikbal, kok bisa barengan ya kita," sapanya ramah. "Iya ya, mungkin jodoh barangkali," sahut Ikbal sambil tersenyum. "Aah Mas ada-ada saja." Adys tertawa pelan. "Dys nggak cape mengayuh sepeda sampai kantor?" Tanya Ikbal. "Enggak Mas sudah biasa kok," jawab Adys. "Hmmm bagaimana kalau aku antar jemput saja setiap hari," tawar Ikbal. "Enggak usah Mas, aku senang kok naik sepeda, hitung-hitung olah raga," jawab Adys. Ikbal berusaha tersenyum meski hatinya kecewa. Tiba di kantor, mereka langsung melaksanakan tugas mereka, membersihkan area di sekitar ruangan Adyt. Dari mengepel lantai sekitar ruangan, sampai melap kaca dinding ruangan Adyt. Juga melayani permintaan dari para karyawan di divisi itu, dari memfoto kopi berkas, sampai membuatkan minum mereka, atau membelikan sesuatu yang mereka inginkan. Adysti merasa senang dengan pekerjaannya, meski tidak semua orang langsung menyukainya. Tapi itu tantangan baginya, akan ia tunjukan kalau ia tidak bisa diremehkan. Akan ia tunjukan, kalau ia orang yang suka bekerja keras. Adys, dan Ikbal tengah melap kaca ruangan Adyt, Adys di bagian bawah, Ikbal bagian atas, dengan naik ke atas tangga. Adys juga tidak tahu, kenapa kaca ini harus dibersihkan setiap hari, padahal menurutnya tidak kotor sama sekali. Adyt melangkah masuk ke dalam kantor, ia hanya menggangguk kepada karyawan yang menyapa, tanpa senyuman, sama seperti biasa. "Pagi, Pak." Sari mengangguk ke arah Adyt. "Pagi," jawab Adyt singkat, tanpa menoleh ke arah Sari. Ikbal turun dari tangga, ia mengangguk ke arah Adyt sambil menyapa. "Pagi, Pak." . Ikbal menyenggol lengan Adys, menyuruh Adys juga menyapa Adyt seperti yang dilakukannya. "Pagi, Pak." Adys membungkuk sedikit ke arah Adyt, Adys malas terkena masalah karena tidak menyapa bossnya ini. "Pagi, tolong bawakan saya kopi s**u seperti biasa," perintah Adyt, sebelum masuk ke ruangannya. "Baik, Pak." Ikbal yang menjawab. Adyt menjatuhkan pantatnya, di kursi empuk, di belakang meja. Tiba-tiba Andrea muncul di ambang pintu ruangannya. "De!?" Serunya kaget, sembari berdiri, bermaksud menyongsong Andrea. Tapi Andrea sudah berjalan mendekatinya, Andrea mengecup pipi Adyt sekilas. Lalu duduk di lengan kursi Adyt. Satu tangannya melingkari bahu Adyt. "Ada apa pagi begini ke sini, De?" Tanya Adyt heran, Adyt mengangkat wajahnya agar bisa menatap Andrea. "Aku mau pamit, mau syuting ke luar kota," jawab Andrea. "Syuting iklan itu?" Tanya Adyt. Andrea mengangguk. "Iya" jawabnya. Suara ketukan di luar pintu terdengar. "Masuk!" perintah Adyt. Pintu terbuka, Adysti muncul dengan nampan berisi kopi s**u di tangannya. "Maaf Pak, saya mengantar minum Bapak" Adys melangkah mendekati meja Adyt, ia meletakan kopi s**u di sana, tanpa mengangkat kepala Adys mengangguk. "Permisi, Pak, Bu," angguknya sopan, sebelum berbalik ke luar ruangan. "OG baru ya?" Tanya Andrea usai Adys ke luar. "Heem" jawab Adyt mengangguk. "Cantik," gumam Andrea. "Jangan bilang kau cemburu pada OG itu, De," kata Adyt pelan. Andrea terkekeh. "Sampai saat ini aku masih pede, kalau kamu takkan berpaling dariku, Sayang." "Baguslah." Adys kembali ke pantry, ia mendekati Ikbal. "Mas, itu ada cewek di ruangan boss, mirip banget sama Mbak Andrea, artis ngetop itu." kata Adys, membuat Ikbal tertawa. "Bukan mirip Dys, tapi itu emang Mbak Andrea." "Apa? Jadi ... dia pacar boss? Tapi mbak Andrea bilang di infotainment, belum punya pacar." Adys sedikit bingung. "Mbak Andrea nggak diijinkan mempublish hubungan asmaranya, tapi kedekatan boss, dan Mbak Andrea itu sudah jadi rahasia umum." Ikbal menjelaskan. "Ooh ... begitu ya ...." Adys manggut-manggut. Pikirnya kok bisa boss nya yang jutek itu, pacaran dengan Andrea yang terkenal baik, dan ramah. *** Rama mendekati Sari. "Ada tamu ya?" Tanyanya, menunjuk ke arah ruangan Adyt. Sari mengangguk. "Mbak Andrea," jawab Sari singkat. Sari merasa kalah bersaing dengan Andrea. Bagaimanapun Andrea lebih segalanya dari dia, jadi mungkin cuma mimpi saja kalau ingin merebut Adyt, dari Andrea, baginya. Yang bisa dilakukan Sari hanya berdoa, semoga Adyt putus dengan Andrea. "Heey, melamun ya?" Tanya Rama menggoda Sari. "Eeh ... enggak Mas." Sari tergeragap. "Aku ke ruanganku dulu." Rama melangkah menjauhi Sari. Sari menatap punggung Rama. 'Mas Rama tidak kalah ganteng, dan gagah dari Pak Adyt, tapi sayangnya tidak kaya,' gumam hati Sari. *** ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD