Bab 1: Kau, Aku Dan Masa Lalu 1

1564 Words
# Udara Bogor tidaklah begitu ramah untuk Jenny yang memiliki alergi pada udara dingin. Selama ini dia melatih dirinya untuk tidak mudah sakit dan juga tidak mudah terpengaruh dengan alergi sudah bersarang di tubuhnya sejak kecil dengan menjaga kondisi tubuhnya selalu fit. Akan tetapi, ada masa ketika perasaannya terasa kacau dan tidak menentu, entah kenapa tubuhnya menjadi mudah tumbang juga. Seperti hari ini, alih-alih bisa menikmati suasana kota hujan Bogor dengan nyaman untuk menghibur dirinya, dia malah harus ke Rumah Sakit karena alerginya kambuh. Kalau tahu akan seperti ini, dia seharusnya memilih kota yang lebih hangat sebagai tempat untuk menenangkan diri. “Jenny!” Jenny mendengar suara seorang wanita yang memanggilnya, jadi dia menoleh dan tidak menyangka akan melihat wajah yang sangat dikenalnya di tempat seperti ini. “Karen?” ucap Jenny tidak percaya. Wanita cantik itu tersenyum dan memeluk Jenny. “Tidak kusangka akan melihatmu lagi di sini. Bisakah kau memanggilku Kinan saja? Karen adalah nama yang hanya dipakai saat itu berhubungan dengan perusahaan keluarga Tan, aku lebih suka menggunakan nama Kinan untuk orang-orang yang dekat denganku,” ucap Kinan. Jenny tersenyum. Dia membalas pelukan Kinan dan kemudian mengamati wanita di depannya itu. Tidak disangka, wanita yang sebelumnya terlihat jauh lebih muda darinya dengan wajah yang dulu sedikit terkesan kekanakan, kini telah berubah menjadi wanita elegan yang mampu memberi kesan kuat bagi setiap orang yang melihatnya. “Apa kabarmu? Apa kau ke sini bersama Arther?” tanya Kinan. Bukan sesuatu yang aneh untuk melihat Jenny dan Arther sebagai satu paket karena bagaimanapun, di mana ada Arther, biasanya di situ juga ada Jenny, begitu juga sebaliknya. Jenny menggeleng kikuk. “Uhm, aku datang kemari untuk berlibur sejenak. Jadi aku sendirian,” ucap Jenny. Kinan dengan cepat memahami kalau saat ini ada hal yang terlalu pribadi telah terjadi di antara Jenny dan Arther, dua orang yang sudah dia anggap sebagai sahabatnya itu. Terlihat jelas kalau Jenny sepertinya menghindari untuk membahas tentang Arther. “Jangan bilang kau berlibur di Rumah Sakit?” tanya Kinan dengan nada mengejek. Jenny tertawa. “Ya, ini di luar rencana. Aku tidak menyangka akan jatuh sakit hanya karena sesekali terkena hujan saat mengunjungi beberapa tempat wisata,” ucap Jenny. Dia berbicara jujur tentang mengunjungi beberapa tempat wisata sendirian. Dia bahkan menyewa motor untuk dikendarai, alih-alih mobil dan inilah hasilnya. Kinan ikut tertawa. “Aku tahu kau itu tangguh, tapi terkadang alam tidak ingin dikalahkan. Kalau kau ingin jalan-jalan ke kota hujan, bawalah payung dan jas hujan kemanapun kau pergi,” ucap Kinan. “Oh, kau sendiri kenapa kesini? Jangan bilang kalau sekarang kau juga ikut-ikutan Tuan Tan ingin menginvasi Rumah Sakit,” ucap Jenny. Dia sedikit mengejek dengan mengungkit kejadian di masa lalu, di mana Kakek Kinan yang bernama William Tan sempat membeli sebuah Rumah Sakit mewah dan besar di Jakarta. “Tentu saja tidak. Aku bukan Opa. Aku datang ke sini karena bisnis memang tapi kedua putriku memaksa untuk ikut dan sepertinya sama sepertimu, mereka tidak terbiasa dengan udara Bogor di musim hujan dan berakhir terkena flu ringan,” ucap Kinan. “Ava dan Lilian? Kalau tidak salah seharusnya usia mereka sudah empat tahun kan?” tanya Jenny. Kinan mengangguk. “Benar, empat tahun. Tidak kusangka waktu cepat berlalu dan anak-anak tumbuh dengan cepat,” ucap Kinan. Tidak berapa lama setelah Kinan berbicara, dua orang anak perempuan kecil dengan di ikuti oleh pengasuh masing-masing berlari ke arah Kinan. Salah satunya memeluk Kinan. “Mama!” teriak keduanya bersamaan. Jenny nyaris terpana melihat dua orang anak perempuan cantik di hadapannya itu. Dua malaikat kecil yang sangat menawan dan hebatnya dirinya adalah orang yang tahu cerita di balik kehadiran dua gadis kecil tersebut. “Mama, kangen,” ucap salah satu anak yang saat ini bergelayut manja di kaki Kinan. “Yang ini Lilian?” tanya Jenny. Kinan tertawa. “Ini Ava, masa kau tidak melihat betapa miripnya dia dengan kakakku,” balasnya. Jenny akhirnya menyadari kalau anak perempuan itu mirip dengan Rheina. Dia menengok ke arah gadis kecil satu lagi yang justru sekarang sedang menatapnya dengan pandangan meneliti. “Astaga, bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya. Berarti yang sekarang sedang menatapku curiga ini adalah Lilian bukan?” tanya Jenny. Dia menoel gemas pipi gadis kecil cantik yang sekarang ini menatapnya tidak ramah. Di matanya, itu justru terlihat menggemaskan. “Lilian, Ava, ini Tante Jenny. Sahabat Mama, beri salam,” ucap Kinan pada kedua putrinya. Ava memalingkan wajahnya ke arah Jenny dan tersenyum ramah. “Halo Tante, aku Ava. Salam kenal,” ucap Ava dengan lancar. Tapi Lilian mendekati Jenny dan mengamati wajahnya. “Kung Kung biyang, aku tidak boleh dekat dengan oyang cembalangan,” ucap Lilian. Berbeda dengan Ava yang bisa berbicara lancar, Lilian justru masih terdengar cadel saat mengucapkan beberapa kalimat. Meski begitu, dia terlihat angkuh dan jauh lebih percaya diri dibandingkan dengan Ava. “Lilian!” tegur Kinan. Lilian menarik napas panjang. “Hayo Tante, Aku Yiyian. Calam kenal,” ucap Lilian. “Salam kenal juga Ava, Lilian,” ucap Jenny sambil tertawa. “Maafkan sikapnya Jen. Kau tahu, Opa terlalu banyak ikut campur dalam mendidik Lilian serta memanjakannya dan akhirnya membuatku kesulitan untuk meluruskannya kembali. Ini benar-benar membuat frustrasi,” ucap Kinan. “Seperti yang diharapkan dari cucu Tuan William Tan serta anak Hansel. Aku malah akan heran kalau dia selembut dirimu,” ucap Jenny. “Jangan mengejekku, oke. Omong-omong, di sini kau menginap di mana? Aku akan berada di Bogor selama beberapa hari ke depan. Kalau kau mau kita bisa bertemu untuk makan siang atau makan malam,” ucap Lilian. “Kalau aku memberitahu tempatku menginap, kau pasti akan langsung memberitahunya pada Arther. Tidak terima kasih. Aku sudah cukup senang bertemu denganmu Kinan tapi aku tidak mempercayaimu kalau menyangkut Arther,” ucap Jenny sambil tertawa. Kinan mendesah pelan. “Wah, kau cepat tanggap sekali. Aku tidak menyangka niatku akan ketahuan secepat ini,” ucap Kinan. “Jangan lupa kalau kau pernah menjadi orang yang mengawalmu kemana-mana. Dan aku pandai menebak gerak-gerik seseorang, tidak peduli kau itu Nona keluarga Tan atau bahkan Nyonya Adiwarman,” balas Jenny. “Sayang sekali. Aku kira setelah kapan hari, hubunganmu dan Arther akan lebih baik. Padahal kalian cocok sekali. Memangnya kalian tidak lelah dengan permainan ‘hide and seek’ seperti ini?” tanya Kinan. “Kami cocok sebagai atasan dan bawahan, tidak lebih. Aku tidak mengharapkan hubungan lain karena itu hanya akan membuat segalanya menjadi canggung di antara kami,” ucap Jenny. Raut wajahnya seketika berubah menjadi serius. Namanya akhirnya dipanggil untuk menemui dokter tepat setelah Jenny selesai berbicara. “Nah, sepertinya sudah giliranku menemui dokter. Lain kali, mari bertemu saat aku sudah kembali ke Jakarta dan kau sedang tidak sibuk,” ucap Jenny. Dia bangkit berdiri kini, bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Kinan tersenyum penuh makna. “Pastikan saja kau kembali bekerja di Jakarta dan bukannya melarikan diri lagi ke kota lain di Indonesia,” sindir Kinan. Jenny hanya tertawa menanggapi ucapan Kinan. Dia hanya melambai ringan ke arah Kinan sebagai kode kalau dia harus segera masuk ke ruang pemeriksaan. Kinan memandangi Jenny hingga sosoknya menghilang di balik pintu Rumah Sakit, sebelum akhirnya dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. “Hai Arther, aku sengaja mengganggumu karena aku tahu kalau saat ini kau pasti sangat membutuhkan berita ini. Jenny ada di Bogor. Aku bertemu dengannya di Rumah Sakit. Sebaiknya kau cepat kalau tidak mau kehilangan dia lagi kali ini,” ucap Kinan tepat begitu terdengar suara Arther di seberang. Belum sempat Arther menanggapi ucapannya, Kinan dengan sengaja lebih dulu mematikan panggilan tersebut. “Mama, ayo puyang. Kak Ava itu cudah ketidulan,” ucap Lilian sambil menunjuk ke arah Ava yang saat ini berada dalam gendongan pengasuhnya. Kinan menatap putrinya itu. “Kau mau Mama gendong?” tawar Kinan. Namun Lilian menggeleng. “Nah, aku bukan anak keciy yagi,” ucap Lilian. Dia kemudian melangkah lebih dulu dengan menggandeng tangan pengasuhnya mendahului sang Ibu. Kinan hanya bisa menarik napas panjang melihat tingkah putrinya itu. Dibandingkan Ava yang penurut dan lembut. Lilian lebih suka bersikap sedikit tangguh dan ada kalanya arogan. # Jenny merasa lega karena kali ini dia tidak diberi terlalu banyak obat oleh dokter. Saat melewati ruang tunggu, dia sudah tidak melihat lagi sosok Kinan dan dua anak perempuan kecil itu. Dia menarik napas lega. Sebenarnya dirinya senang bertemu dengan Kinan, tapi dia juga tahu kalau hubungan Arther dan Kinan termasuk dekat sekarang. Mereka seperti saudara meski jarang bertemu, sampai kadang-kadang membuat Hansel, suami Kinan yang masih berada di luar negeri merasa sangat cemburu. Jenny memutuskan untuk memesan ojek online lewat aplikasi ponsel. Namun baru saja dia hendak memesan, seseorang menepuk pundaknya. Dia berpaling dan seorang pria kini berdiri di belakangnya sambil menatapnya dengan tatapan ceria. “Jenny kan? Kukira aku salah. Tidak kusangka, akan bisa melihatmu lagi,” ucap pria itu. Jenny mengerjap sesaat menatap pria itu. Dia sama sekali tidak mengenal pria tersebut. “Maaf, apa aku mengenalmu?” tanya Jenny. Pria itu kemudian mengambil ponselnya dan menunjukkan foto lama yang selama ini dia simpan di ponselnya sambil menggembungkan pipinya. Bola mata Jenny kemudian membesar melihat itu dan kemudian berseru kaget. “Wawan Kurniawan!” teriaknya. Pria bernama Wawan itu tertawa. “Akhirnya kau mengingatku,” ucap Wawan senang. Jenny langsung menghambur memeluk Wawan erat, yang dibalas oleh Wawan dengan cara yang sama, layaknya dua orang sahabat yang sudah amat sangat lama tidak bertemu. Tidak ada yang menyadari kalau saat ini ada orang yang sedang mengambil video dan foto mereka dari jauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD