Bab 3

2180 Words
Dua puluh menit kemudian mobil hitam mewah berhenti di depan Akbar. Supir cepat-cepat turun lalu hendak membukakan pintu mobil untuk sang tuan. Namun, ketika supir hendak membukakan pintu, supir bingung. Di mana majikannya? Yang ada hanya seorang pria gelandangan dengan penuh lumpur hitam, becek dan bau. Supir celingak-celinguk mencari keberadaan wujud sang majikan. Akbar mendekat ke arah mobil, tanpa menghiraukan sang supir yang bingung mencari keberadaan dirinya, Akbar membuka pintu mobil lalu masuk. Tutup kembali pintu mobil setelah dia duduk di jok penumpang. Supir, "...." ekstra bingung super kaget. Dia melihat menembus ke dalam kaca mobil, pria yang dia kira orang gelandangan itu duduk elegan di dalam mobil. Belum sadar, supir masih terlihat linglung. Akbar melirik dengan ekor mata ke arah sang supir. "Gusti Allah!" mata sang supir hampir copot dari tempatnya. Ternyata oh ternyata dia baru baru sadar. Pria yang dia kira gelandangan itu adalah sang bos. Duh Gusti! hamba mati, batin supir menangis. Dia cepat-cepat masuk ke jok kemudi lalu mengemudikan mobil. Supir takut melihat ke arah Akbar, supir juga takut bertanya apa yang terjadi. Saat mobil telah melaju, Akbar melihat ke arah ponselnya, masih ada becek, namun tak masalah. Ponsel yang dia rancang sendiri itu anti air hingga beberapa hari. Akbar terlihat mengetik pesan untuk seseorang. Kontak yang dia beri nama itu bertuliskan 'Sekretaris Sandi'. 'Sandi, batalkan rapat hari ini. Saya tidak enak badan.' Itu adalah isi pesan yang dikirimkan oleh Akbar pada sekretaris laki-lakinya. Kurang dari setengah menit, Sandi yang merupakan sekretaris dari Akbar itu membalas pesan. 'Baik, Pak Akbar. Saya akan segera memberitahu yang lainnya.' Akbar melihat isi pesan balasan dari Sandi, dia mematikan layar dan duduk bersandar. "Ke rumah." "Baik, Pak." Supir menyahut. *** Pria berusia 40 tahun berjalan masuk ke dalam ruang rapat. Saat dia membuka pintu, banyak peserta rapat yang menengok ke arahnya. Pria yang bernama Sandi itu hanya bisa menyayangkan hari ini. Sudah satu jam peserta rapat yang terdiri dari direktur, manager dan pimpinan perusahaan cabang di bawah naungan ArchiBigJen Enterprise menunggu bos besar mereka, namun sayang sekali sang bos tidak enak badan hari ini. Ini baru pertama terjadi dalam sejarah rapat-perapatan mereka, sang bos tidak hadir. "Sekretaris Sandi," sapa seorang perempuan cantik berusia 28 tahun ke arah Sandi. Sandi melihat ke arah perempuan itu, "Ibu Anita." "Pak Akbar sudah ada?" tanya perempuan yang bernama Anita itu. Sandi melihat ke arah peserta rapat. "Mohon perhatian dari bapak dan ibu sekalian yang ada di dalam ruang rapat ini." Sandi meminta perhatian. Dia tidak menjawab pertanyaan dari perempuan yang bernama Anita itu. Orang-orang seketika memberi perhatian mereka ke arah sekretaris sang bos. "Dengan menyesal saya harus mengatakan ini. Ini adalah pesan dari Pak Akbar, bahwa beliau tidak bisa mengadakan rapat antar perusahaan cabang dan antar pemimpin lainnya dikarenakan kondisi kesehatan beliau kurang bagus. Jadi, beliau harus istirahat di rumah, mengingat tadi beliau baru saja terbang dengan pesawat dari Surabaya ke sini." Sandi memberi tahu orang-orang. Ruang itu yang tadinya sunyi, kini riuh penuh suara-suara dari orang-orang. Anita terlihat kaget dengan ucapan Sandi. "Untuk itu, saya persilakan bapak dan ibu untuk kembali ke tempat masing-masing. Info lebih lanjut akan saya konfirmasikan dengan pimpinan tertinggi kami, Pak Akbar," ujar Sandi. "Mari, saya undur diri," pamit Sandi. Dia berbalik lalu berjalan keluar dari ruang rapat dan pergi ke arah ruang kerjanya yang berada di depan ruang kerja sang bos yang terkunci. *** Campak yang sedang berada di dalam angkot menuju ke restorannya, sedang membalas pesan. 'Maaf Pak Ridwan. Beribu maaf saya sampaikan. Seperti yang saya tulis sebelumnya bahwa manusia dapat merancang, tetapi Tuhan yang memutuskan. Hari ini ketika saya pergi ke tempat Anda, saya tidak sengaja memberikan makanan itu kepada seorang gelandangan yang kelaparan. Jadi, memilih membantu orang yang kelaparan itu lebih baik. Besoknya saya akan menggantikan dengan makanan lain, tetapi hanya jika Bapak berkenan.' Klik. Pesan terkirim. Saat Ridwan Kamil Usro melihat pesan masuk dari Amis Amis Asup, senyumnya melebar, namun saat membaca isi pesan dari pengirim itu, senyum lebar rontok. Ridwan Kamil Urso ingin mengunyah ponselnya saja. Setelah mengirim pesan dan membatalkan pesanan, Campak duduk lega di dalam angkot. Dia melihat ke depan. "Kang, di depan. Saya turun di depan." Angkot berhenti. Campak membayar ongkos angkot lalu turun dari angkot. Dia berjalan masuk ke restorannya. Ada dua orang, pasangan suami-istri melihat ke arahnya. "Campak," panggil seorang laki-laki berusia 54 tahun. Campak menengok ke arah laki-laki itu. "Sini, Emang mau bicara," ujar laki-laki itu. Campak berjalan ke arah laki-laki paruh baya itu. "Aya naon, Emang?" tanya Campak. (Ada apa, Paman?) "Berikan uangmu satu juta, Mang butuh sekarang." Pria yang merupakan paman Campak itu menengadahkan tangan kirinya ke arah Campak. "Mang, kemarin teh lima ratus ribu sudah Campak kasih, sekarang teh satu juta? hari ini Campak tidak dapat pelanggan," jawab Campak. Paman Campak itu mencebik kesal. "Kamu teh punya restoran, Mang lihat kamu jual makanan enak harga mahal, kenapa tidak ada uang?" "Campak, kamu pelit sekali!" Terdengar suara perempuan ke arah Campak. Campak melirik ke arah istri dari sang paman. "Bukan Campak pelit, tapi setiap hari teh Mang minta duit banyak-banyak buat apa?" bantah Cempaka. "Heh, Campak. Emang itu kakak kandung ayah kamu. Kamu jangan pelit," balas wanita itu. Campak melihat ke arah Marsudi yang merupakan kakak kandung dari sang ayah. "Kita tidak punya anak, kamu sudah kita anggap anak sendiri, tapi kamu pelit," ujar wanita yang bernama Dahlia, dia adalah istri dari Marsudi. Campak menarik dan mengembuskan napas. "Ya sudah, Campak kasih." Campak membuka pintu restoran lalu masuk ke dalam, dia mengambil uang di tempat penyimpanan uang miliknya. Melihat sang ponakan itu menuruti kemauan mereka, Marsudi dan istri tertawa girang. "Mas kenapa nggak minta dua juta aja, sih?" "Iya, yah?" Marsudi tampak menyesal. "Besok aku minta dua juta dari si Campak. Anak itu gampang dibodoh-bodohin," ujar Marsudi. Dahlia mengangguk. "Blo'on-nya sama kayak adik kamu," timpal sang istri. Marsudi tertawa girang. Tak berapa lama Campak turun membawa amplop berisi uang satu juta yang diminta oleh sang paman. Campak belum memberikan amplop itu, Marsudi sudah menarik amplopnya. "Nah, begini kan enak. Emang pergi dulu." Marsudi langsung pamit tanpa mengucapkan terima kasih. Dahlia melirik ke arah Campak. "Kamu hanya kasih uang ke Mang kamu? nggak kasih ke Tante?" Dahlia menengadahkan tangan kanannya ke arah Campak. "Kemarin teh sudah Campak kasih dua ratus ribu atuh, kenapa sekarang minta lagi?" tanya Cempaka sambil mengerutkan keningnya. "Ada orang tua yang minta anak untuk membalas jasa budinya?" Dahlia menaikkan sebelah alisnya. Campak menggaruk leher belakangnya. Sang bibi ini sangat ganas. Dia setiap hari meminta uang darinya. "Besok saja yah, Tante. Besok baru Campak masak lagi buat pelanggan." Dahlia merasa marah. "Eh Campak. Kamu memang pelit. Kasih uang ke tante sendiri saja pake perhitungan segala. Siapa yang lihat kamu di sini selama empat tahun kamu tinggal di sini?" Campak merasa pusing dengan kelakuan istri dari sang paman. Campak merogoh saku depan celana jeans lalu mengambil uang seratus ribu, diberikan kepada Dahlia. "Seratus ribu saja," ujar Cempaka. Dahlia menarik uang seratus ribu itu lalu mendengkus, "Heum! Pelitnya!" Dahlia berjalan pergi masuk ke rumahnya yang berada di sebelah restoran milik Campak. Campak hanya bisa merasa kesal dalam hati. Dia tak mampu mengomeli sang bibi dan paman. Sebab, orang tuanya selalu memberi dia nasehat jangan mengeluarkan suara besar pada orang tua, jangan menyakiti hati orang tua. Kalau bukan Marsudi itu adalah kakak laki-laki dari sang ayah, Campak tak akan memberikan uang setiap hari pada Marsudi. *** Akbar memasuki rumahnya. Rumah yang banyak penjaga di luar tapi sepi di dalam rumah itu hanya terdengar langkah kakinya. Dia memasuki kamarnya, lalu menuju ke kamar mandi. Saat membuka baju untuk mandi, dia melihat peralatan mandi di depan gantungan sabun. Kemudian Akbar teringat akan peralatan mandi yang dibelikan oleh gadis asing yang memberinya makan di pinggir got tadi. Otot perut kotak-kotak delapan terlihat. Tangan kokoh membuatnya terlihat mempesona. Akbar keluar dari kamar mandi lalu mengambil ponsel dan mengetik pesan singkat kepada supir. Akbar lebih nyaman berkomunikasi dengan tulisan daripada lisan, dia tipikal yang jarang bicara. 'Bawa tas kresek itu di depan kamar saya.' Tak berapa lama, supir lari tergopoh-gopoh menenteng tiga tas kresek. Akbar membuka pintu kamar lalu mengambil tiga tas kresek itu. Lalu dia menutup pintu kamar dan pergi ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Akbar membuka tas kresek berisi peralatan mandi. Keningnya berkerut. Dia tidak pernah menggunakan peralatan mandi murahan dari pasar. Harga satu sabun mandinya saja bisa mencapai jutaan. Ini hanya sabun mandi yang seharga tiga ribu di pasar grosir. Akbar juga tidak pernah memakai sampo yang harga sepuluh ribu per botol, harga samponya jutaan. Sikat gigi ini terlalu keras, dia tidak biasa memakai sikat gigi dengan bulu keras begitu. Pasta giginya juga pasta gigi murahan di pasar. Akbar meletakkan tas kresek itu ke tempat lain lalu dia melanjutkan mandinya memakai peralatan mandi miliknya. *** Dua minggu kemudian. 'Udang madu porsi jumbo untuk enam orang plus nasi jepang dan air minum, harga satu juta lima ratus rupiah, harga tidak lebih dan dilarang menawar, tersedia. Amis Amis Asup By Campak.' "Woi! udang madu porsi jumbo untuk enam orang, harga satu setengah juta, Amis Amis Asup dari Campak!" seorang karyawan wanita berusia 20-an berteriak heboh ke arah lima temannya. "Beli! beli! komen sekarang, Sinta!" teriak heboh teman wanita. "Ok!" perempuan itu memberi komentar pertama. "Yes! komentar pertama! hari ini makan udang madu dari Amis Amis Asup!" perempuan itu terlihat senang. "Nah, mendingan kamu nungguin makanannya di bawah aja deh! ayo cepetan!" teman lainnya berseru. "Ok." Perempuan itu berlari turun menunggu makanannya. Terlalu bersemangat, bahkan pemilik masakan saja belum membungkus makanan. *** Mata Campak hampir rontok. Setengah jam waktu pengiriman yang diminta oleh pelanggan, sedangkan dia belum makan. Campak makan buru-buru mengambil banyak makanan lalu memakannya. "Abis aing! aing belum makan!" Setengah jam kemudian di dekat pos satpam. Sinta yang adalah calon pelanggan dari Campak berdiri di depan pos penjaga. "Neng Sinta, nunggu siapa?" tanya satpam a. "Saya tunggu pesanan makanan," jawab Sinta. Satpam a merasa iba pada perempuan cantik itu. "Ini panas, Neng Sinta masuk saja, nanti kalau makanannya sudah ada, saya kasih kabar ke resepsionis untuk hubungi Neng Sinta." "Ini dari Amis Amis Asup. Saya mau ketemu langsung sama orang yang masaknya, dia unik," ujar Sinta. "Ya sudah, nanti saya hubungi kalau makanannya sudah ada, nanti disuruh masuk ke lobi saja, supaya Neng Sinta bisa bertemu langsung sama orangnya," balas Satpam memberi saran. Sinta mengangguk, lagian juga panas di luar. "Ya udah deh. Saya masuk tunggu di lobi saja." Sinta memutuskan untuk menerima saran satpam lalu berjalan masuk. Setelah Sinta masuk ke dalam lobi perusahaan, mobil hitam mewah memasuki gerbang jaga perusahaan. Satpam membuka palang. "Mobil bos, wei, jangan duduk-duduk saja, berdiri!" Satpam B buru-buru berdiri. Mobil itu berhenti di depan pintu. Beberapa detik kemudian terlihat Campak lari buru-buru ke arah perusahaan. "Neng, identitasnya mana? dilarang masuk-" "Pak! saya dari Amis Amis Asup! makanan orang saya telat antar!" jawab Cempaka pada ucapan satpam a. "Oalah Amis Amis Asup yang viral itu! masuk, Neng! ayo masuk! pelanggan sudah tunggu di dalam lobi! Cepat!" ujar satpam a. "Baik, Pak!" sahut Cempaka. Campak berlari masuk. "Aduh, makan banyak, nggak kuat lari!" Campak merutuk. Sementara itu, sampai di lobi, Sinta malah sering mondar-mandir tidak jelas. "Mbak Sinta, sedang menunggu apa?" tanya resepsionis bername tag Anti. "Anti, saya lagi nunggu makanan dari Amis Amis Asup, tapi sudah setengah jam belum datang-datang juga. Padahal ini sudah mau jam satu siang. Jam istirahat makan siang sudah mau berakhir, saya juga pengen ketemu langsung sama orang yang masak itu," jawab karyawan Sinta. Anti mengangguk mengerti. "Mungkin sedikit lagi. Mbak Sinta dari tadi mondar-mandir lihat ke arah pintu terus, sebaiknya naik saja, nanti kalau sudah ada orangnya, Anti beritahu, yah?" "Ok deh. Aku naik, yah? jangan lupa calling." Sinta mengangguk. "Baik, Mbak." Anti menyahut. Setelah Sinta berjalan masuk ke dalam lift, Anti melihat pintu terbuka dia cepat-cepat memperbaiki penampilannya agar terlihat rapi di depan pemimpin tertinggi perusahaan. "Selamat siang, Pak Akbar," sapa Anti dan teman kerja bername tag Ria. Akbar hanya berjalan melewati Anti lalu menuju ke arah lift eksklusif yang bertuliskan 'Only for Leader'. Beberapa detik setelah Anti menyapa pimpinan, pintu kaca perusahaan otomatis terbuka. Campak berlari masuk ke lobi menengok kiri-kanan tapi tak melihat orang lain selain dua resepsionis di meja depan. Campak berlari kecil ke arah Anti dan teman kerjanya. "Selamat siang-" "Selamat siang, Mbak, saya dari Amis Amis Asup!" ujar Cempaka mendahului sapaan dari Anti. "Oh, silakan naik lift, Nona Sinta baru saja menunggu Anda!" ujar Anti bersemangat. "Siap!" Campak lari ke arah lift, dia melihat pintu lift hendak tertutup, namun dengan kecepatan Ultraman, Campak terbang membuang diri masuk ke adalah lift itu. Akbar yang berada di dalam lift itu menoleh ke arah Campak yang ngos-ngosan sambil mengusap perut. Pandangan Akbar memandang ke arah Campak yang berdiri di depan lift tanpa tahu bahwa ada penghuni lain di dalam lift selain dirinya. "Uh, aing teh terlambat, terlambat antar pesanan." Campak mengusap perut. Akbar melihat wajah Campak dari samping. Gadis ini. Dia kenal gadis ini. Wajah Campak terlihat menahan sesuatu, namun sayang sesuatu terjadi. Prrruuukk! Buuuuup! Piiuuuu! Bunyi dahsyat tiga kali berturut-turut terdengar. "Ah … lega." "Um, bau. Huek!" Campak mengipasi hidungnya. Beberapa detik kemudian. "Halo?" suara bas magnetik terdengar. Mata Campak melotot. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD