01

1102 Words
Ini adalah hari pertama Aruna masuk di sekolah barunya. Dan ini adalah kali keduanya pindah sekolah, bukan karena dikeluarkan ataupun ada masalah. Hanya saja orangtua Aruna memang sering kali ditugaskan bekerja di luar kota. Yang mau tak mau, Aruna pun harus ikut juga dengan mereka. Dia sebenarnya agak sedikit malas untuk berangkat hari ini, ditambah lagi jika dia mengingat teman-teman di sekolah lamanya. Rasa sedih kembali meliputi hatinya jika mengingatnya. "Runa, kamu udah selesai belum?" Terdengar suara ibunya dari arah bawah, tanpa menjawab, Aruna langsung berjalan membawa tas miliknya dengan beberapa barang-barang lainnya. "Ayo makan dulu," ucap ibunya saat melihat Aruna turun. Dia hanya mengangguk dan terus berjalan sampai di tempat makan, di sana sudah ada ayahnya yang saat ini tengah duduk sembari memandangi layar laptopnya. Baru duduk di kursi yang ada, ibunya langsung menyodorkan sepotong roti panggang dengan selai coklat. Tak lupa juga s**u kambing yang masih hangat. "Dihabisin ya." ... Perjalanan di sekolah kala itu tak terlalu menyenangkan, sebenarnya Aruna sedikit merasa gugup. Hanya saja dia terus menyembunyikannya di balik wajahnya yang murung dan tak bersemangat. Meskipun begitu, dalam pikirannya dia terus mencoba menghapal beberapa kalimat yang akan dia ucapkan untuk berkenalan nantinya. Hingga tak berselang lama sampailah mereka di sebuah sekolah yang bisa dibilang biasa-biasa saja. Bukan yang internasional ataupun sekolah favorit. Aruna dan kedua orangtuanya langsung turun dari mobil, dan berjalan menuju ke ruang guru. Tentunya sudah ada beberapa anak murid yang sampai saat itu, diantara dari mereka mulai memandangi Aruna dengan tatapan yang aneh. Ada yang terlihat penasaran, dan ada juga yang terlihat berbisik membicarakannya. Selain karena wajahnya asing, seragam yang Aruna kenakan juga berbeda dari mereka. Setelah selesai dari ruang guru, kedua orangtuanya langsung pamit pergi dari sana, karena memang ada pekerjaan yang harus mereka lakukan. Sedangkan saat ini, Aruna tengah berjalan menuju ke kelasnya ditemani oleh seorang guru pria. Orangnya cukup ramah, cara dia berbicara juga mudah dimengerti. Namanya pak Alex, sepertinya dia masih muda. Mungkin saja belum menikah, atau sudah? Entahlah itu tak penting juga bagi Aruna. Tak lama, mereka pun sampai di kelas 8B. Sebelum Aruna masuk, dia sempat berhenti sejenak di depan pintu, kemudian menarik nafasnya perlahan, dan menghembuskan nya. Dia juga meyakinkan hatinya, jika ini adalah pilihan terbaik yang bisa dia lakukan. Barulah setelahnya dia masuk ke dalam, sembari memasang senyum yang lagi-lagi adalah senyuman palsu. "Nah anak-anak, ini kalian ada teman baru. Silahkan perkenalkan nama mu," Aruna mengangguk, sejenak dia memandangi siswa dan siswi yang saat itu tengah memandanginya. "Halo semuanya, perkenalkan nama aku Aruna attalya. Aku baru pindah beberapa hari yang lalu di sini, salam kenal ya!" Ada beberapa dari mereka yang menyapa Aruna dengan melambaikan tangannya, dan ada juga yang hanya diam saja. "Oke, kalian berteman yang baik sama Aruna ya. Sekarang, Aruna boleh duduk di bangku yang masih kosong ya." Aruna melihat ke arah sekitar, kemudian menatap ke arah beberapa bangku yang masih kosong. Ada satu yang di depan dan satu yang di belakang. Awalnya Aruna hendak berjalan menuju ke arah bangku yang di belakang, tapi tiba-tiba saja ada satu anak murid yang berkata begini. "Aku bukannya gak mau kamu duduk di sini, cuma bangku ini udah rusak." Ucapnya sembari menggerakkan bangku yang memang sudah rusak itu. Aruna yang mengerti pun mengangguk, mau tak mau dia pun akhirnya duduk di depan. Di mana tepat di samping tempat duduk yang akan dia tempati, sudah diduduki oleh seorang siswa yang terlihat begitu pendiam. "Halo, aku ijin duduk di sini ya." Tak ada jawaban, dia hanya diam. Bahkan tak sedikitpun menoleh ke arah Aruna, tapi Aruna sendiri tak mau ambil pusing. Dia langsung duduk saja di bangku itu, yang tepat bersebelahan dengannya. ... Tak terasa bel istirahat sudah berbunyi, awalnya Aruna tak berniat untuk pergi ke kantin. Tapi tiba-tiba saja datang beberapa anak murid perempuan menghampirinya. "Aruna, mau ikut kita gak?" Tanya salah seorang siswi. Aruna terdiam, dia sedikit kebingungan. Ingin menolak, tapi dia tak enak hati dengan mereka. "Ayo, ikut aja... daripada diem aja di sini bareng Ravin." Seketika itu juga mereka bertiga tertawa terbahak-bahak, seolah apa yang diucapkan siswi itu adalah lelucon yang amat lucu. Aruna yang tak enak hati akhirnya melirik sedikit ke arah murid laki-laki di sebelahnya yang ternyata bernama Ravin itu. Dia hanya diam, matanya sedari tadi juga terus menatap ke arah buku yang ada di tangannya. Saat tengah melihat ke arah Ravin, tiba-tiba saja salah satu dari murid perempuan itu menarik tangan Aruna, dan langsung membawanya menuju ke kantin. Di kantin, Aruna memesan mi goreng dan minuman yang dingin, beberapa dari temannya itu juga memesan makanan yang lain. Kemudian mereka duduk di kursi kosong yang masih tersedia di sana. "Itu anak yang duduk di sebelah aku namanya siapa tadi?" Tanya Aruna mencoba memulai pembicaraan. "Oh dia, namanya Ravin." Jawab seorang siswi yang bernama Tasya. Aruna mengangguk, rasa penasarannya sedikit muncul soal teman sebangkunya itu. "Kalian deket?" Seketika mereka bertiga tertawa kencang, seolah apa yang diucapkan Aruna barusan begitu lucu. "Mana mungkin kita temenan sama dia, dia aja aneh." Jawab Tasya lagi. "Aneh gimana maksudnya?" "Aku susah jelasinnya, yang pasti Ravin tuh beneran aneh. Kamu jangan terlalu deket sama dia deh, atau gak nanti ketularan anehnya juga." Mereka kembali tertawa lagi, tapi Aruna tak merasa itu lucu. Dia lebih merasa iba dengan Ravin yang sepertinya memang selalu dirundung oleh beberapa anak murid yang ada di kelasnya. Setelah selesai makan di kantin, mereka pun kembali lagi menuju ke kelas. Saat sampai, Aruna langsung duduk tepat di samping Ravin, yang sepertinya sedari tadi tak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya. "Kamu gak makan?" Tanya Aruna mencoba basa-basi. Tapi Ravin hanya diam, dia bersikap seolah Aruna tak ada di sampingnya. Aruna sendiri jadi sedikit kesal, tapi dia mencoba untuk sabar dan menganggap pertanyaannya barusan mungkin tak didengar oleh Ravin. "Mungkin dia emang gak suka diajak bicara aja." Gumamnya dalam hati. Tak berselang lama jam pelajaran kembali di mulai, guru yang mengajar di siang hari itu pun mulai masuk dan menjelaskan beberapa materinya. Hingga beberapa saat setelahnya, jam pulang telah tiba. Dan saat ini Aruna tengah menunggu ayahnya di depan gerbang sekolah. Sesekali dia juga melihat ke arah anak-anak lain yang sudah mulai pulang. Saat tengah memperhatikan mereka, matanya langsung otomatis terarah pada seorang siswa yang saat itu tengah menuntun sepeda miliknya. Dia terlihat dikerumuni oleh beberapa siswa yang lainnya. "Itu Ravin?" Tanyanya. Saat tengah fokus memperhatikannya, tiba-tiba ayahnya berhenti tepat di depan Aruna. "Aruna..." Panggil sang ayah. Seketika itu juga pandangan Aruna teralihkan, dia pun langsung masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk pulang. "Gimana sekolah hari ini nak?" Tangan ayahnya. Aruna menaikan bahunya sedikit, memasang wajah yang biasa saja. Dan berkata. "Biasa aja yah, gak ada yang spesial."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD