Rasa

1573 Words
Max memperbaiki dasinya yang agak miring, dia sangat tak sabar untuk pergi ke desa Anggrek dan bertemu dengan Amira. Pintu bel berbunyi mengesalkan si pemilik apartemen. "Siapa sih yang datang sepagi ini membuat moodku buruk." Walau dia merutuk kesal pemuda itu membuka pintu. "Hai kawan" sapa pria itu Dia membuang napas kasar melihat orang yang menyapanya berada di pintu apartementnya. "Kenapa kau datang ke sini?" "Maxi, kau tega sekali kenapa kau menyapaku ketus begitu ini pagi yang cerah untuk membagi senyuman" katanya menasehati Max. "Kau saja yang berpikir begitu, ayo cepat katakan padaku kenapa kau datang ke sini, Alvin?" Alvin merengut kesal pada sahabatnya tersebut dan masuk tanpa bertanya dulu. "Hei aku tak menyuruhmu masuk ke dalam rumahku?!" kata Max dengan kesal. "Aku ini'kan sahabatmu jadi tanpa ijinmu aku bisa masuk" sahutnya dengan nada enteng. "Tidak bisa Alvin, hari ini aku ingin pergi ke desa Anggrek untuk menyelesaikan pekerjaanku di sana." "Bukannya pekerjaanmu sudah selesai di sana untuk apa kau kembali ke sana?" tanyanya. "Bukan urusanmu, siapa yang memberi tahumu kalau aku tak punya urusan di sana." sergah Max cepat. "Sekretarismu, sebenarnya aku di sini karena aku ingin membahas soal pertemuan kita dengan klien di Jepang." tutur Alvin. "Tch, batalkan semuanya aku ingin memusatkan perhatianku pada desa Anggrek". "Ini tidak seperti dirimu yang biasa, apa kau--" katanya terhenti memikirkan alasan kenapa Max kembali ke sana. "Kenapa?!" Hardik Max. "Kau bertemu dengan seorang gadis di sana" tebak Alvin. Max jelas terkejut dengan tebakan sahabatnya itu. "Apa itu benar? Wah kau menyembunyikan hal yang sebesar ini pada sahabat baikmu tega sekali kau bagaimana penampilannya? Apa dia cantik? Tidak mungkin seleramu buruk." Max mendengus kesal mendengar pertanyaan Alvin yang kepo dengan kehidupan pribadinya. "Sekali-kali ajaklah dia datang ke sini, aku ingin mengenal orang yang sudah mengambil hati sahabatku yang terkenal datar dan dingin." lanjutnya. "Alvin, aku mohon berhentilah mencari tahu kehidupan pribadiku. Aku memang bertemu dengan seseorang tapi aku tak ingin mengenalkannya padamu". "Kenapa?! Takut ya kalau aku mengambilnya darimu?!" "Bukan bodoh, aku masih bingung soal perasaanku padanya!?" "Sudah jangan mengelak, aku pergi dulu ya maaf sudah mengganggumu." ucap Alvin yang bergerak menuju pintu. "Sampaikan salamku untuk gebetanmu itu dan juga yang semangat ya aku mendoakanmu di sini". Max hanya memandang jengkel pada Alvin yang terkekeh sambil keluar dari apartement itu. "Oh iya aku ingin mendengar semuanya besok temui aku atau kau akan mendapatkan apartementmu ini hancur berantakan." ancamnya dengan setengah berteriak pada Max karena pria itu sudah berada di luar. Max segera menutup pintu begitu Alvin keluar dari apartemennya "Nyesal aku bagi password sama Alvin awas saja akan ku ganti passwordku." gumamnya. Tak lama kemudian Max keluar dari apartemennya. Di perjalanan menuju Desa Anggrek berharap dia kembali bertemu dengan Amira. "Tuan, kenapa tuan datang ke sini lagi?" Tanya kepala rumah sakit yang heran dengan kedatangan pemilik rumah sakit. "Kenapa memangnya tidak boleh ya ?" Tanya Max ketus. "Bukan begitu tapi jarang sekali Tuan datang ke sini ...." "Boleh aku bertanya padamu?" "Tentu Tuan silakan." "Dimana rumah Amira ?" Kepala rumah sakit terkejut dengan pertanyaan Max. "Apa Tuan ?" "Di mana Rumah Amira ?" "Rumah Amira, kenapa Tuan menanyakan gadis itu ?" tanya Kepala Rumah Sakit penasaran. "Tch, kau jawab saja jangan bertele-tele" ujar Max dengan kesal. "Emm, Tuan lewat saja jalan ini, jika Tuan sampai diujung jalan ini, maka itu rumah Amira," jawab pria paruh baya itu. "Terima kasih." ucap Max. "Sama-sama." Balas Kepala Rumah Sakit. Max masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobil tersebut menuju rumah Amira. Tak lama kemudian Max akhirnya sampai di rumah Amira. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Max bisa melihat Amira sibuk menyapu. Pria itu hendak memanggilnya tapi suaranya tertahan kala melihat Amira di tarik kasar oleh seorang wanita paruh baya. Max bisa melihat wanita itu memperlakukan kasar Amira. Wanita itu akhirnya meninggalkan Amira dengan melempar sebuah baju pada Amira. Max menatap sendu pada Amira yang menunduk sedih, sesekali menghapus air matanya. Max mengepalkan tangannya menahan amarah, rahangnya mengeras melihat Amira di perlakukan kasar oleh wanita itu. Dia segera menjalankan mobilnya menuju rumah Amira. Pria itu mengetuk pintu rumah Amira setelah dia sampai di rumah tersebut dan memarkirkan mobilnya, wanita yang kasar pada Amiralah yang membuka pintu. "Pagi Nyonya." "Pagi, anda siapa ya ?" "Saya Maxi Anderson, pemilik rumah sakit di desa ini." "Oh Tuan Max, maaf saya tidak mengenal anda silakan masuk". Si wanita dengan girang memanggil semua anggota keluarga karena Max datang. "Tuan Max, wah aku terkejut sekali kau mau singgah di rumah kami. Silakan duduk" kata kepala keluarga dengan ramah. Wanita itu datang lagi mengantarkan dua gelas teh, Max menaikkan sudut bibirnya melihat tingkah sopan dari wanita itu. Dia pantas mendapat julukan 'Bermuka Dua'. "Kalau boleh tahu, ada urusan apa anda datang ke sini?" Tanya Nyonya pemilik rumah. 'Wah dia memang pantas di gelari wanita bermuka dua.' Tak lama kemudian, seorang gadis berusia 18 tahun turun dari lantai dua. Dengan anggun dia turun dari tangga, bibirnya selalu mengulum senyuman matanya terus menunduk melihat malu-malu pada Max. Dari tingkahnya dan cara berpakaiannya sudah pasti itu disiapkan dengan matang-matang. 'Ini satu lagi si muka dua.' desisnya lagi. "Oh iya, perkenalkan Tuan ini putri sulungku namanya Dea." katanya memperkenalkan anak gadisnya. Max menaikkan sudut bibirnya, 'dasar keluarga pencari muka' maki Max di dalam hatinya. "Aku langsung saja inti permasalahannya datang ke sini. Aku mencari Amira, apa dia ada?" Pertanyaan Max kontan membuat semua orang terkejut. "Amira?! Kenapa dengan dia? Apa dia buat masalah?" tanya pria paruh baya tersebut dengan nada marah. "Tidak, dia gadis yang baik itu sebabnya aku ingin mengajaknya jalan-jalan." Si pria dan wanita saling memandang satu sama lain. "Wah, maaf ya Tuan Max. Amira masih banyak pekerjaan jadi nggak bisa, tapi putri sulung saya boleh menemani anda--" "Saya ingin Amira bukan Dea, saya hanya ingin Amira untuk jalan-jalan bukan dengan putri sulung anda. Apakah anda mengerti?!" kata Max dengan intonasi setengah berteriak. Ayah Dea hanya membuang napas kasar dia lalu menatap pada istrinya. "Panggil Amira, suruh dia cepat datang kemari." Istrinya hanya mendengus kesal dan meninggalkan ruang tamu. Tak lama kemudian, si wanita paruh baya tersebut datang bersama Amira. Max melemparkan senyuman pada Amira yang juga gembira melihat Max. "Lihat Tuan Max, anak ini masih kotor dan kucel apa pantas anak ini pergi bersama anda?" tanyanya dengan nada tak suka. "Yang menentukan tak pantas atau pantasnya dia bersamaku adalah aku sendiri bukan kau!?" kata Max dengan dingin. "Amira, ayo sini sama om" pinta Max lembut. Amira langsung berlari menuju pria itu. "Bagaimana kabarmu?" "Baik, om." "Kau mau tidak, jalan-jalan sama om kita pergi ke pusat kota mau tidak?" Ajak Max pada Amira. "Pusat kota? Bagaimana ya om Amira mau sih kalau diajak sama om tapi Amira masih punya banyak pekerjaan sepertinya tidak bisa om." ujar Amira. Melihat si wanita paruh baya ingin berbicara Max dengan cepat membalas perkataan Amira. "Amira tak usah risau soal itu, kan ada mama Amira yang menyelesaikan pekerjaan Amira di sini, iya'kan Nyonya?" tanyanya dengan tatapan tajam. "I, iya Amira sebaiknya kau temani om Max saja biar kami yang menyelesaikan pekerjaan rumah" kata Ibu Amira sambil tersenyum palsu. "Ayo Amira." ucap Max sambil bangkit berdiri. "Ayah, Ibu Amira pamit dulu ya." "Iya, iya pergi sana." balas wanita itu. Mereka keluar dari rumah tersebut menuju mobil yang terparkir di rumah tersebut. Keduanya lalu masuk dan akhirnya meninggalkan rumah tersebut. Anita mendengus kesal melihat mobil itu pergi meninggalkan rumah tersebut secepat mungkin. "Cih, sialan! Apa yang di lakukan Amira sampai-sampai pria itu lebih memilih dia dari pada Dea." dengusnya jengkel. "Dia sama seperti ibunya, si penggoda." ejeknya. "Tenang saja Anita, nanti kalau dia pulang biar kita beri hukuman untuk dia." "Aku heran kenapa kita bisa mengadopsi dia? Seharusnya kita biarkan saja dia tinggal dengan ayah dan ibumu." "Hei Anita kau ini pura-pura bodoh atau memang lupa sih, ingat kita mengadopsi Amira untuk mengambil harta warisannya. Kalau bukan karena kita mengadopsinya, mungkin kau akan tidur di jalanan hari ini." "Hmm, benar juga ya. Beruntung sekali kakakmu punya banyak harta yang bisa kita habiskan ya dari pada kita berikan pada Amira." ❤❤❤❤ Max tersenyum melihat Amira tengah kagum melihat indahnya pemandangan kota. Mata sapphirenya menunjukan pancaran bahagia. "Kau suka?" "Ya om, baru kali ini aku lihat pusat kota, indah ya om". "Tentu saja indah, oh ya kau mau kemana? Om akan bawa kamu ke tempat yang kamu inginkan." "Terserah om mau bawa Amira kemana, Amira ikutin kemauan om." Max tak bisa melepas senyumnya mendengar suara polos Amira yang lembut. Tanpa sadar tangan keduanya bersentuhan menimbulkan kejut listrik tiba-tiba. "Ouchhh!!" Pekik Amira kaget. Sama halnya dengan Max dia meringis kesakitan merasakan kram yang tiba-tiba. Dia dengan cepat menepikan mobilnya di jalan. Max lalu mengibaskan tangannya sementara Amira meniup jarinya yang terasa sakit. "Amira, tidak apa-apa?" tanya Max pada gadis kecil itu. "Jari Amira sakit om." "Sini om lihat". Amira menghulurkan tangannya pada Max yang menerima tangan kecilnya. Dia lalu mulai meniup jari gadis itu. "Om juga ngerasa apa yang Amira rasain dari tadi?" Max mengangguk tetapi dia sibuk meniup jari Amira yang kesakitan. "Om tidak apa-apa?" "Iya Amira om tidak--" perkataannya lantas berhenti karena melihat Amira sangat dekat dengannya. Tiba-tiba saja dia merasakan jantungnya berdegup kencang melihat wajah Amira, dia juga bisa melihat wajah Amira memerah entah karena apa. Max melepaskan genggamannya pada tangan mungil Amira segera setelah dia sadar. "Bagaimana? Apa sudah baikan?" Tanyanya, suasananya menjadi canggung tiba-tiba. "I, iya om sudah hilang rasa sakitnya. Makasih ya om." ucap Amira kaku. "Sama-sama" balas Max. Berusaha untuk menghilangkan kegugupannya, Max menjalankan mobil menuju ke mall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD