Bab. 2.

1178 Words
"Ehem!" Zavier berdehem agar rasa gugupnya tak membuat konsennya hilang. Tak jauh beda dengan wanita cantik itu juga curi-curi pandang kepada Zavier. Setelah duduk, suara Tuan Aksa memaksa keduanya untuk fokus pada pekerjaan. "Maaf kalau kedatangan saya sedikit terlambat, Tuan Zavier!" Zavier tersenyum tipis, sambil membenarkan duduknya. "Tidak apa-apa, Tuan Aksa. Karena saya juga belum lama sampai." 'Aku pikir bukan Zavier yang aku kenal dulu. Sudah lama sejak kita lulus sekolah SMA, sampai hari ini dipertemukan lagi,' ucap Bella dalam hati. "Sebentar lagi menjelang makan siang tiba, sebaiknya kita mulai saja rapat kali ini, Tuan," ucap Zavier membuka dokumen yang dia bawa. Namun sebelum di mulai, pelayan datang menghidangkan minuman dan beberapa makan ringan yang sudah di pesan Doni. Doni dan Zavier bekerja sama untuk mejelaskan detail perusahaan dan beberapa ide untuk menjalankan semua produknya. Agar Tuan Aksa tertarik untuk menanamkan saham dan akhirnya terjadi kerja sama. Hingga hampir satu jam akhirnya rapat selesai dengan sangat memuaskan. Penandatanganan kerja sama antar dua perusahaan ternama itu terjalin. Tuan Aksa dan Zavier berjabat tangan dengan senyum mengembang. Pertemuan untuk pekerjaan itu akhirnya berakhir dengan makan siang bersama. Meski Bella merasa tak nyaman bertemu dengan teman sekolahnya dulu, tetapi dia tak bisa lari dari keadaan atau bahkan takdir Tuhan yang sengaja mempertemukan. 'Ya, Allah mengapa dunia begitu sempit aku rasakan. Setelah sekian tahun berlalu, nyatanya aku harus kembali bertemu dengan masa lalu.' Bella hanya bisa berkeluh dalam hati. "Maaf saya sedikit lancang Tuan Aksa, tetapi, saya harus bertanya sesuatu," ucap Zavier sambil memegang buku menu. Tuan Aksa mengeryit bingung, tetapi lelaki paruh baya itu tak mempermasalahkan apa yang akan menjadi pertanyaan lawan bicaranya. Sedangkan Bella harap-harap cemas kalau lelaki yang kini tampak lebih gagah dan matang di usianya yang sekarang itu mengenalinya. "Silakan bertanya, Tuan Zavier! Jika saya bisa menjawab, akan saya jawab," jawab Tuan Aksa dengan sedikit kekehan. Zavier tersenyum, "Sebelum itu, silakan pilih menu makan siang dulu. Baru setelahnya, saya akan bertanya." Doni mengerti dengan ucapan tuanya, lantas memangil pelayan agar mencatat semua pesanan. Tak berselang lama, pelayan datang kemudian mencatat semua pesanan Zavier dan Tuan Aksa. "Saya merasa tak asing dengan sekertaris Anda, Tuan," ucap Zavier menatap bergantian ke arah Tuan Aksa dan juga Bella. Bella mengalihkan perhatiannya, dia tidak ingin kalau Zavier sampai tahu perubahan sikap dan mimik wajahnya. Kegugupan jelas terlihat di wajah cantik itu. "Benarkah begitu, Bella?" tanya Tuan Aksa. Panggilan nama 'Bella' menguatkan dugaan Zavier tentang perempuan cantik di hadapannya ini. 'Berarti benar Bella teman sekolahku dulu. Kenapa tampak berbeda sekali. Lalu kenapa dia seolah tak mengenaliku? Sedangkan jantungku malah berdetak tak karuan sejak pertama kali aku melihat dirinya,' ucap Zavier dalam hati. Sekertarisnya yang diam sambil menundukkan wajahnya, membuat Tuan Aksa kembali memanggil namanya dan minta penjelasan. "Bella, sepertinya kita memang menunggu klarifikasi darimu!" Bella menaikkan pandangan, menoleh ke arah bosnya. Kemudian dia menatap Zavier dan Doni secara bergantian. "Emmm .... Kamu dulu satu sekolah dan bahkan satu kelas, Tuan!" Bella akhirnya mengakui jika dirinya mengenal Zavier. "Lalu kenapa kau sejak rapat selesai diam saja, tidak menyapaku?" tanya Zavier menatap lekat ke arah Bella. "I-itu, aku pikir Zavier itu bukan kamu," jawab Bella gugup. Namun segudang pertanyaan yang akan dilontarkan Zavier harus terjeda karena hidangan makan siang yang sudah tersedia. * Sedangkan di tempat lain, Intan sedang berpose dengan begitu anggun di depan kamera. Gaun warna maroon sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih mulus. Rambutnya yang panjang sebatas pinggang di urai sehingga menutupi bagian belakang tubuhnya yang terekspose. William seolah tak ingin berkedip saat matanya awas dalam lensa kamera. Wanita cantik dengan segala keindahannya, membuat lelaki itu selalu terpana. Bahkan Intan tak sendiri dalam kamera. Ada dua temannya juga melakukan hal yang sama. Karena ketiga wanita cantik juga seksi itu pemotretan untuk majalah fashion. Semua terlihat cantik dengan keunikannya sendiri. Namun, mata Willian tak bisa berpaling dari satu wanita yaitu Intan. "Good! Sekarang kita istirahat sebentar untuk gaun ke dua!" titah William kepada semua modelnya. Intan berjalan menuju ruangannya, di sana Irma sudah menyiapkan kebutuhan modelnya. "Irma, apa kita akan pulang malam lagi?" tanya Intan menatap asistennya. "Sepertinya iya. Kamu ada syuting iklan sabun mandi juga kan?" Irma balik bertanya kepada modelnya. "Owh, iya. Aku pikir besok atau lusa!" Intan menjawab dengan suara lesu. Wanita cantik itu mulai duduk kemudian mengambil air mineral yang sudah disediakan oleh asistennya. "Kata William, ini adalah baju ke dua yang harus kamu pakai!" Irma memperlihatkan gaun warna hitam polos, ada garis terbuka di bagian kiri gaun. Saat dipakai, akan memperlihatkan kaki Intan yang jenjang. Tanpa menoleh, Intan menjawab Irma, "Dia selai pintar memilih gaun yang akan aku pakai untuk foto." Irma hanya mengagguk tanda membenarkan ucapan Intan. Karena kenyataanya, lelaki yang berprofesi sebagai model itu memang sangat memperhatikan penampilan modelnya. "Kamu mau pulang cepat apa ada acara?" tanya Irma sambil menyiapkan semua perlengkapan modenya untuk foto season ke dua. "Aku sudah lama pulang malam terus, malah kadang hampir pagi. Aku ingin pulang cepat agar aku bisa ada sedikit waktu untuk suamiku," jawab Intan menatap sendu ke arah asistennya. "Coba kalau kamu belum menikah, pasti karir kamu semakin bagus," imbuh Irma. Intan hanya diam tak menjawab, wanita cantik itu mulai melepas gaun yang dia pakai untuk ganti gaun warna hitam yang sudah di siapkan asistennya. Setelah memakai gaun, ada penata rambut yang sudah disewa untuk menunjang penampilan semua model. 'Aku harus meminta waktu sedikit kepada William agar besok bisa pulang sedikit cepat. Aku tidak mau kalau Mas Zavier marah dan akhirnya aku tidak boleh bekerja. Model adalah impianku aku tidak mau semua ini hancur karena sikap egoisku,' monolog Intan dalam hati. * Beralih di restoran, setelah makan siang, semua akhirnya kembali ke perusahaan. Tetapi, Zavier meminta sedikit waktu kepada Tuan Aksa agar ia bisa bicara dengan Bella sebentar. "Tuan Zavier, saya mengucapkan terima kasih atas jamuannya," ucap Tuan Aksa. "Saya yang harusnya berterima kasih karena kerja sama ini kita jadi kenal, Tuan," jawab Zavier dengan senyum ramah. Pandangan lelaki tampan itu selalu melirik ke arah Bunga yang terus menundukkan wajahnya. Namun saat Zavier meminta sesuatu ke Tuan Aksa, Bunga sangat kaget hingga dia menatap tak percaya ke arah lelaki yang dulu mejadi temannya. "Kalau boleh, saya minta waktu lima menit saja untuk bicara sebentar kepada sekertaris Anda, Tuan Aksa!" "Tentu saja, silakan bicara! Saya akan menunggu di mobil, lagi pula masih ada waktu sampai jam kerja di mulai, bukan?" Tuan Aksa membekas kesepian untuk partner kerjanya. Doni juga gegas berdiri agar bosnya bicara dengan temannya itu. "Tuan, saya akan ke mengambil mobil dulu," pamit Doni. Setelah kedua orang itu pergi, tinggal Bella yang duduk dengan gelisah dan jantung yang berdegup kencang. Zavier pun juga merasa yang sama. Entah perasaan apa yang tiba-tiba muncul kepada wanita yang sudah bertahun-tahun tak ia jumpai. "Vier ...! Ma-maksudku Zavier, ada apa?Aku merasa tidak enak dengan bosku!" Bella bertahta dengan gugup menatap wajah tampan di hadapannya. "Ada sesuatu yang harus aku minta kepadamu," jawab Zavier dengan tatapan menusuk ke kedua mata Bella. Hal itu menjadikan Bella seolah meleleh dan tak berdaya. Hingga beberapa detik berlalu, wanita cantik kembali bertanya dengan apa maksud yang diucapkan temannya ini. "A-apa yang akan kau minta?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD