8

1245 Words
"Ini kamar Bella." Javas membuka pintu kamar bernuansa pink yang sangat luas, ada arena bermain yang hanya disekat oleh lemari boneka. "Ini kamarmu." Kali ini Javas membuka pintu kamar persis di sebelah kamar Bella. Tak klah besar tapi minim perabotan. Hanya ada kasur, sofa single, lemari pakaian, dan meja rias. "Silakan menata kamarmu, jadi saat Bella pulang sekolah semuanya sudah beres. Aku kembali ke kantor. Bingung, tanyalah pada mama. Ada apa-apa hubungi aku. Tapi kalau tidak urgent jangan menghubungiku. Paham?" "Ya." Akhirnya Kanin berada di rumah Javas tepatnya di kamar barunya yang sangt besar. Kanin melihat ke segala arah, miris. Berakhir di sini bukanlah kebahagiaan. Kanin meletakkan tasnya. Menyimpan surat perjanjian yang dia dan Javas sudah sepakati. Barulah dia mulai menata pakaian dan barang-barangnya. Boneka-boneka yang dia kumpulkan sejak dulu pun ikut dia bawa. Sekarang dia bingung meletakkan bonekanya di mana karena Javas melarang membawa lemari bonekanya. Dia melihat ke sana-ke mari mencari posisi yang pas. "Bagaimana?" "Astagah." Kanin terkejut, nyaris menjatuhkan boneka yang dia pegang. "Maaf mengagetkanmu." "Ah, nggak apa-apa Tante. Ada yang bisa saya bantu?" "Masih belum selesai menatanya?" "Sudah hampir selesai, Tante." "Kalau udah selesai segera ke bawah kita makan siang bersama." "Baik Tante." Sepeninggalan Dewanti, Kanin menjatuhkan bokongnya di atas kasur dan mengusap d**a. Ada ketakutan dan kecanggungan berhadapan dengan omanya Bella. Padahal jika Dewanti tak menyukainya itu bukan masalah, justru bagus jadi dia bisa dipecat lalu ke luar dari rumah Javas. Tapi Kanin tetap saja takut. Dia menggeleng pelan, bagaimana bisa dia menghadapi orangtua Aidan kalau menghadapi Dewanti saja dia takut? Demi kesopanan Kanin menghentikan kegiatan membereskan kamar karena jam sudah menunjukkan pukul 12. Segera dia cuci tangan dan turun ke meja makan. Melihat Dewanti tersenyum padanya, Kanin justru semakin takut. Dewanti sosok ibu yang masih terlihat muda padahal anaknya sudah sebesar Javas. Berambut pendek, memiliki wajah tirus, tatapan mata teduh, dan lembut, berbeda dengan Javas yang memiliki rahang kuat dan tatapan mata tajam dengan ekspresi sombong. "Silakan duduk, Kanin." "Terima kasih Tante." "Santai saja, kita hanya berdua jadi mari berteman." Sempat kaget dengan kata-kata Dewanti, Kanin pun mengangguk. Dewanti tipe oma zaman now, terlihat dari cara bicara dan pakaiannya yang modis. Mereka makan dalam diam karena Knain tak tahu harus memulai percakapan dari mana. Dia tak mau dianggap sok kenal atau tak sopan. "Kanin..." "Ya Tante." "Apa Javas memaksamu?" "Enggak Tante, saya memang butuh pekerjaan dan tempat tinggal," jawab Kanin setelah diam beberapa saat. Dia mengingat pesan Javas agar tak mengatakan bahwa dia bekerja karena membutuhkan pekerjaan. "Bella adalah segalanya bagi kami terutama bagi Javas. Bersabarlah menghadapinya ya?" "Iya Tante. Saya suka anak kecil dan saya nggak terpaksa untuk mengurus Bella. Saya menyukainya." "Maksud Tante, Javas. Sabarlah menghadapinya. Ada hal yang membuatnya seperti itu. Nanti kamu pasti memahaminya." "Oh, bukan masalah Tante. Lagipula saya bekerja untuk menemani Bella. Saya nggak berniat mendekati Pak Javas," jujur Kanin. Kanin mulai merasa diselidiki. Dia tak mau Dewanti salah paham padanya. Dewanti hanya tersenyum menanggapi ucapan Kanin. "Boleh saya tahu ke mana orangtua Bella Tante?" "Kamu tahu kalau Bella bukan anak Javas?" "Maaf Tante, bukan maksud saya menyelidiki tapi kebetulan sahabat saya bekerja di perusahaan Hi Jav." "Oh.... orangtua Bella sudah meninggal sejak Bella berumur 1 tahun karena kecelakaan. Bella hanya punya saya dan Javas karena itu Javas sangat memanjakan Bella." "Ya, sampai apapun yang Bella inginkan Javas, eh maksudnya pak Javas kabulkan. Bahkan permintaan yang aneh sekalipun," balas Kanin, lupa dia sedang bicara dengan mamanya Javas. "Permintaan Bella memang nggak ada yang nggak aneh. Anak itu selalu punya cara untuk mencari perhatian. Dulu Bella nggak begitu, Bella mulai begitu sejak Javas membawa Ralin ke rumah dua tahun lalu. "Mungkin Bella merasa perhatian Jav, maksudnya Pak Javas jadi terbagi, Tante." "Panggil Javas saja kalau memang terbiasa memanggilnya begitu. Kita keluarga sekarang." Kanin kembali kaget, tadi teman beberapa menit kemudian jadi keluarga. "Sebenarnya Tante justru kasihan dengan Ralin. Dia hampir tak punya waktu berdua dengan Javas. Bella selalu ikut ke mana mereka pergi. Tante juga heran kenapa Bella sangat nggak suka dengan Ralin." Perempuan yang malang, batin Kanin. Jodoh memang tak semudah kelihatannya. Sudah berhubungan lama tapi nyatanya ada saja penghalangnya untuk bersama. Apalagi yang masih sendiri sepertinya. Yang mengharapkan ada keajaiban mendadak dia kaya raya agar bisa sepadan dengan Aidan. Harapan yang mustahil terjadi. "Tante tahu kenapa Bella sangat menyukaimu." "Kenapa Tante?" "Kalau dilihat-lihat kamu mirip Jasmine, bundanya Bella, menantu Tante." "Masa Tante?" "Iya, nanti setelah makan Tante perlihatkan fotonya. Bella suka sekali melihat album foto orangtuanya. Dari sana dia mengingat wajah bunda dan ayahnya." *** Biasanya malamnya hanya diisi dengan membuka akun ** atau ngobrol di grup bersama Hani dan Wika. Malam ini berbeda. Kanin bersama Bella bahkan sejak Bella pulang sekolah. Jelas sekali terlihat raut wajah bahagia Bella. Dan Kanin ikut senang melihatnya. "Ma, Kanin senang akhirnya Mama di sini. Ternyata papa nggak bohong." "Memang papa pernah bohong?" "Pernah. Papa suka pergi sama Tante Ralin tapi bilangnya kerja. Sekarang Bella punya mama jadi Bella punya temen terus." "Kan ada Oma juga." "Kalau ada Mama, papa nggak akan pergi sama tante Ralin lagi. Nggak akan maksa Bella lagi buat main sama tante Ralin." "Tante Ralin kan baik." "Bella nggak suka. Bella sukanya mama. Besok yag antar Bella ke sekolah mama ya?" "Oke. Besok Bella mau sarapan apa?" "Mama mau masak buat Bella?" "Iya. Bella mau apa? Pancake owl mau?" "Mau mau mau." "Oke besok mama masakin ya?" "Makasih Ma," ucap Bella lalu menguap lebar. "Bella udah ngantuk tuh. Tidur yuk, udah malam. Bella mau dibacakan buku cerita?" "Enggak. Bella mau dipeluk aja," ucap Bella lalu memeluk Kanin dan Kanin membelainya. "Bella sayang Mama." "Mama juga sayang Bella," balas Kanin yang terharu mendengar seseorang mengatakan sayang padanya. Hanya butuh waktu sebentar Bella sudah terlelap di pelukan Kanin. Diusapnya kepala Bella, gadis kecil itu terlihat tertidur lelap. Kanin masih belum menemukan penyebab Bella tak menyukai Ralin. Semakin cepat dia menemukannya semakin cepat dia terbebas dari kondisi ini. Bukan dia tak menyukai Bella tapi tinggal di rumah Javas dengan Bella yang teranat dekat dengannya bukanlah hal yang baik. Suatu saat dia pun harus pergi karena itu dia harus menemukan cara agar Bella bisa dekat dengan Ralin seperti permintaan Javas padanya. Kanin keluar dari kamar Bella, masuk ke dalam kamarnya. Mengambil surat perjanjiannya dengan Javas. Dia merasa ini tak akan berakhir dengan mudah. Dibacanya sekali lagi isi surat yang menyebutkan perkerjaannya. Kanin mulai takut ketika hatinya mulai sayang pada Bella. Bella yang pemaksa, dan menginginkan perhatian semua orang. Bella yang sebenarnya manis dan menggemaskan. Bagaimana dia bisa melepaskannya nanti? Baru sehari saja Kanin merasa sangat dekat dengan Bella. Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Kanin. Dimasukkan lagi surat perjanjiannya ke dalam lemari. Kanin membuka pintu kamarnya ketika mendengar suara Javas memanggil. "Ada apa?" "Apa ada perkembangan?" "Belum?" "Kamu belum tahu penyebab Bella tak menyukai Ralin?" "Belum." "Kamu sudah tanya?" "Sudah tapi nggak semudah itu. Aku baru sehari dengannya. Aku nggak bisa memaksanya. Lagian poin utama perjanjian kita adalah menyayangi Bella sepenuh hati. Karena itu aku harus menjaga mood-nya." "Baiklah. Aku akan bersabar. Pastikan Bella bahagia. Jangan membuatnya sedih atau kecewa." "Siap. Ada lagi?" "Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?" tanya Javas seraya mengulurkan tangan menyentuh kening Kanin. "Kamu sudah menanyakan saat menjemputku tadi pagi. Aku baik-baik saja," jawab Kanin, menepis tangan Javas. Setiap tangan Javas menyentuhnya, Kanin gugup dan berdebar. "Bagus. Jangan sampai menulari Bella." Seketika Kanin kesal. Dia pikir Javas perhatian ternyata ujung-ujungnya kalimat Javas menyebalkan seperti biasanya. "Ah, ya. Gajimu sudah kubayar di muka. Cek rekeningmu." "Makasih." "Baiklah. Selamat malam." "Hmm..." balas Kanin lalu menutup pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD