Alya Introvert Parah

1014 Words
Alya memesan satu mangkuk bakso berukuran sedang dan segelas jus jeruk, begitu juga dengan Fathia. Mereka menikmati dengan nikmat, meskipun warung bakso Mang Ujang terlihat cukup kumuh, nyatanya kelezatan bakso Mang Ujang membuat warung bakso tersebut selalu ramai. "Besok kamu Off kerja kan Al?" "Iya Thia, besok aku libur kerja," "Ada rencana kemana Al?" "Gak kemana-mana kok Thia, paling aku di kost-an aja, beres-beres," "Gak asik dong Al, emang kamu gak punya pacar apa?" Alya bahkan sampai terbatuk karena tersedak mendengar pertanyaan Fathia. Melihat temannya terbatuk membuat Fathia langsung menyodorkan sebotol air mineral yang tersusun rapi di atas meja. "Ya ampun Al, hati-hati dong," ledek Fathia. "Iya Thia, sorry aku kaget sama pertanyaan kamu," kekeh Alya. Semenjak dirinya berhenti menjadi seorang wanita malam, Alya memang tak pernah ingin berhubungan dengan pria manapun, setelah menjual rumah peninggalan Ibu dan Bapaknya, Alya membayar semua hutangnya kepada Mami Monic, Alya juga memilih pindah ke kota lain karena tak kuat dengan gunjingan para tetangga yang sudah mengetahui pekerjaannya. Dengan sisa uang penjualan rumah yang tak seberapa di banding dengan hutangnya yang banyak kepada Mami Monic, dengan terpaksa Alya nge-kost. "Kenapa kaget si Al, kamu itu cantik loh, temenku banyak yang pengen kenalan sama kamu, tapi kamu selalu nolak, kita itu udah umur dua puluh tiga tahun loh Al, emang kamu gak mikir pengen nikah," ujar Fathia. Alya tersenyum tipis, ia merasa tak pantas menjadi Istri siapapun dengan masa lalu yang mengerikan, Alya tak mau kelak suaminya harus menelan rasa malu karena pekerjaan di masa lalunya. "Aku belum kepikiran Thia, aku masih mau fokus kerja dan beribadah aja," ucap Alya. Alya kembali menyantap baksonya, Fathia pun hanya bisa menghela pelan nafasnya, sejak dulu itu saja yang menjadi jawaban Alya ketika di tanya tentang pasangan. Namun saat mereka tengah menikmati bakso, terdengar suara pria yang berdehem. "Emm ...boleh kita gabung disini," ujar Arkan. Alya dan Fathia melihat ke arah asal suara itu, ternyata itu adalah Arkan dan juga Biyan. Arkan awalnya tak mau menyusul Fathia dan juga temannya yang di anggap Arkan sombong, namun karena bujukan Biyan akhirnya Arkan menuruti keinginan teman baiknya itu. "Ma-s Arkan, kok bisa disini Mas?" tanya Fathia gugup. Fathia langsung menatap wajah Alya, ia takut Alya tak nyaman dengan kehadiran Arkan dan temannya yang menurut Fathia sangat tampan. "Iya Thia, kami juga laper seperti kalian, dan sepertinya makan bakso sangat pas," titah Arkan berusaha tersenyum. Arkan masih memperhatikan Alya yang tetap melanjutkan makannya tanpa menjawab atau sekedar berbasa basi. Hal yang sama juga di lakukan Biyan, matanya tak sekalipun melepaskan pandangannya pada Alya. "Emm ...itu..." Fathia yang bingung harus menjawab apa. Namun Arkan langsung duduk tanpa mendapatkan persetujuan dari Fathia dan temannya. Fathia menghembuskan pelan nafasnya. Melihat Arkan yang sudah duduk membuat Biyan mengikuti sang teman. Arkan duduk berhadapan dengan Fathia sedangkan Biyan duduk berhadapan dengan gadis yang ia belum tahu namanya. Fathia menyenggol lengan Alya dan berbisik pada temannya itu "Al, aku minta maaf ya, gak apa kan temanku duduk bersama kita," bisik Fathia yang merasa tak enak hati pada Alya. Alya mengangguk pelan, pertanda ia tak marah pada Fathia, lagipula mangkuk bakso milik Alya dan jus jeruknya masih banyak, tak mungkin Alya membuang makanan yang masih banyak. Alya menikmati makanannya seakan-akan tak ada orang di hadapannya, bagi Alya hal biasa bila orang-orang berbagi meja bila makan di warung seperti ini, meskipun kita tidak saling mengenal. Biyan terus menatap wajah cantik Alya yang tak pernah melihat ke arah dirinya, padahal mereka duduk berhadapan. Arkan dan Fathia sejak tadi terus berbincang-bincang, berbeda dengan Biyan dan Alya. Biyan menyenggol lengan Arkan dan berbisik " Sejak tadi kau terus berbicara pada temanmu, kapan kau akan menyuruh temanmu memperkenalkan temannya pada kita," bisik Biyan. Arkan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa tak menyukai Alya yang terlihat sombong, namun demi pertemanannya dengan Biyan, dengan terpaksa Arkan mencoba bertanya kepada Fathia. "Em ...Thia kenapa kau tak mengenalkan temanmu pada kami?" "Ooo ...itu," Fathia yang gugup tak tahu harus berkata apa. "Saya Alya," ujar Alya tiba-tiba melihat ke arah Arkan. Fathia bahkan sampai kaget mendengar Alya menyebutkan namanya. "Aku Biyan," ucap Biyan yang sudah menjulurkan tangan kanannya. Namun Alya tak membalas uluran tangan Biyan. "Aku sudah selesai Thia, bisa kita pulang?" tanya Alya. Alya juga sudah melihat mangkuk dan gelas Fathia sudah lebih dulu kosong. Sedangkan pesanan Biyan dan Arkan belum lagi terhidang. "Iya Al, ayo kita pulang," jawab Fathia. Alya langsung berdiri dan tersenyum kearah Arkan dan Biyan. "Maaf saya tidak membalas uluran tangan kamu karena kita bukan muhrim," ucap Alya melihat ke arah Biyan. Biyan menarik kembali tangannya yang masih melayang di antara dirinya dan gadis yang bernama Alya itu. "Iya, saya mengerti," jawab Biyan. Biyan semakin kagum dengan Alya, akhirnya gadis yang ia kagumi sejak pandangan pertama menatap ke arah dirinya, meskipun terlihat dingin dan sombong namun Biyan merasa kalau Alya adalah gadis yang baik dan hangat. Setelah mendapatkan jawaban dari Biyan, Alya menarik lengan Fathia dan mereka membayar kepada Mang Ujang. Biyan tak berhenti melihat ke arah Alya dan Fathia berjalan. "Wanita sombong gitu ngapain di taksir sih bro," ujar Arkan menepuk pundak Biyan. "Dia gak sombong bro, cuma menjaga jarak saja," jawab Biyan. "Susah bicara sama orang yang sudah di mabuk cinta, kalo orang dulu bilang percuma bicara sama timses ataupun orang yang sedang di mabuk cinta," ledek Arkan yang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Biyan hanya tersenyum tipis, wajah tampannya terlihat begitu bahagia meskipun hanya mendapatkan jawab singkat seperti itu dari gadis yang sudah ia taksir itu. "Bantu gue bro," ujar Biyan. "Bantu Apaan?" tanya Arkan. "Bantu gue deket sama temannya teman loh itu," "Kagak!!" "Kenapa?" "Gue akui sih temennya si Fathia itu cakep, tapi gue paling anti sama perempuan yang sok jual mahal," gerutu Arkan. Biyan terkekeh sambil merangkul pundak Arkan. "Dia kan bukan untuk Loe, tapi buat gue, gue suka sama perempuan yang tidak suka tebar pesona, pokoknya loe harus bantuin gue," titah Biyan. Arkan yang mengetahui sifat Biyan yang tidak pantang menyerah pun akhirnya menyetujui keinginan sahabatnya itu. "Oke oke, ntar gue bantuin deh," jawab Arkan. Mang Ujang pun membawa pesanan Biyan dan Arkan, kini mereka berdua menikmati makanan yang terlihat menggiurkan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD