Bab 74 : Prasangka

1339 Words
 “Loh ke sini, Mas?” Akram mengangguk kecil. Ia terus berjalan sambil meredakan amarahnya. Setelah keluar dari bioskop ia membelokkan tubuhnya ke salah satu pusat perbelanjaan yang menyediakan berbagai macam pakaian, sepatu, tas hingga aksesori. Akram tidak bermaksud mengajak Mia pulang. Ucapannya tadi hanya bentuk reaksi kekesalan akibat pria bernama Zaki yang sok akrab dengan Mia. “Mau beli apa emangnya, Mas?” Mia mencari tahu niat suaminya. Ia tak nyaman karena didiamkan. Akram tak menjawab. Ia terus berjalan hingga sampai pada salah satu tempat yang ia cari sejak tadi. Mia melihat ke sekeliling. “Duduk,” ujar Akram setelah mendapatkan salah satu sepatu yang ia cari. “Gimana nyaman nggak?” tanya Akram setelah berhasil memakaian sepatu olahraga di kaki Mia. “Eh, ngapain beli ini?” “Belum punya kan?” Akram bertanya balik untuk sekadar menutupi niat baiknya. “Udah, Mas. Cuma emang jarang make.” “Ya sekarang biar dipakai. Gimana? Apa mau warna lain?” Akram mendongak. Ia memastikan istrinya suka dengan pilihan warna yang diambilnya. Mia tersipu malu. “Ini aja, Mas.” “Oke. Dilepas dulu.” Akram berdiri. Ia tidak membantu Mia seperti tadi. Mia pun mengangguk seraya melepas sepatu itu. “Sekarang kita ke sana,” ujar Akram menunjuk salah satu stand pakaian. Lagi-lagi Mia hanya mengikuti. Memang seperti itu sikapnya sejak dulu. “Permisi, Mbak,” ucap Akram pada SPG yang berjaga di sekitar stand tersebut. “Ya Kak, ada yang bisa dibantu?” tanya SPG itu. “Ada stelan olahraga tapi longgar nggak? Ehm maksudnya yang rada syari gitu. Nggak ketat,” ujar Akram. Jelas istrinya tak akan mau memakai jika itu tidak sesuai dengan prinsipnya. “Oh, untuk sepedaan, Kak?” “Bisa, Mbak. Yang penting tertutup sama nggak mbentuk badan.” “Baik, Kak. Tunggu sebentar, ya.” SPG tadi pun meninggalkan Akram dan Mia. Ia mencari kriteria baju olahraga sesuai dengan yang diminta Akram. Sementara Mia terlolong. “Olahraga, Mas?” Akram mengangguk. Ia melihat-lihat beberapa jaket yang kadang dipakai untuk lari. Ia mengecek satu per satu sekadar untuk menghindari pertanyaan Mia. “Mas....” “Apa?” “Emangnya siapa yang mau olahraga, Mas. Aku nggak suka olahraga,” tutur Mia. Cukup aneh saat suaminya justru membelikan baju semacam itu. “Udah nurut aja, sih. Banyakan protes.” “Ya kalau beli nggak kepakai buat apa, Mas? Mubadzir, dong.” “Kepake. Bakal kepake,” jawab Akram sambil berjalan menghindar. Mia pun membuntutinya. “Ini Kak ada dua warna yang sesuai dengan keinginan kakak tadi,” ujar SPG tersebut sambil membawa baju yang diminta Akram. “Oke, Mbak. Biar dicoba istri saya dulu, ya.” Akram mengedikan dagu. Ia meminta Mia mengikuti SPG untuk mencoba baju olahraga tersebut. Mia dibuat kikuk. Buat apa? Namun, tatapan galak Akram membuatnya urung untuk sekadar menolak. Ia kembali menuruti meski tidak nyaman sekali. Sambil menunggu Mia, Akram kembali melihat-lihat berbagai macam fashion yang ada di sana. Satu hal yang belum dimiliki tokonya. Selain jalan-jalan ia juga berencana melakukan riset pasar. Bisa dibilang, D and M masih kalah pamor dibandingkan toko-toko seperti ini. “Mas,” panggil Mia dari balik pintu ruang untuk mencoba pakaian. Akram pun menoleh. “Apa?” Mia melambaikan tangan, meminta agar Akram mendekat. “Oke. Aku kesitu,” ujar Akram. Mia sudah selesai mencoba. Ia sebenarnya tinggal merapikan kerudungnya saja, namun ada hal tidak mengenakan terjadi. “Ada apa?’ “Risletingnya nyangkut, Mas.” “Hah? Apa?” tanya Akram terperangah. Ia takut salah mendengar. “Boleh minta tolong panggilkan Mbak SPGnya nggak?” “Ngapain panggil SPG?” “Ya ini aku mau minta tolong,” ucap Mia sedikit malu. Tindakan cerobohnya membuat hal semacam ini bisa terjadi. Akram menggeleng. Rupanya sifat asli sang istri seperti ini. “Sini biar aku, aja.” Akram mendorong pintu itu hingga keduanya berada di dalam. “Mas, ih,” celetuk Mia. Orang akan mengira mereka mencari kesempatan. “Mana?” tanya Akram agar masalah itu segera teratasi. Mia pun pasrah. Ia menunjuk punggungnya di mana risleting gamis yang ia pakai menyangkut dengan kerudungnya. Akram menggeleng. Sungguh istrinya luar biasa. Selalu membuat jantungnya berdegup lebih kencang. “Udah,” ujar Akram setelah berhasil membereskan masalah istrinya. “Makasih, Mas.” “Iya, buruan keluar sama pilih yang mana.” Mia pun mengangguk. Ia mengambil dua stelan baju olahraga kekininian di gantungan dan melangkah keluar tepat di belakang Akram. Begitu pintu itu terbuka, mereka disambut dengan tatapan penuh tanya oleh SPG tadi. “Ehem!” Akram berdeham untuk sekadar mengusir kegugupan dan penghakiman itu. Ia berlalu ke tempat lain demi menghilangkan rasa tak nyaman yang ada. “Eh maaf, Mbak, tadi kerudung saya nyangkut, suami saya membantu.” “Ohhhhh, begitu. Ya, ya ndak apa-apa, Mbak,” jawab SPG itu sambil tersenyum simpul. “Ah, ya. Saya cocok yang ini, Mbak,” ucap Mia sambil menyerahkan stelan olahraga yang berwarna dusty pink kombinasi abu. “Baik, biar saya bungkuskan, Mbak. Nanti dikasir, ya.” “Baik, Kak.” Mia pun menunggu SPG itu merapikan baju pilihannya dan memasukkan dalam tas belanja yang disediakan sebelum dibawa ke kasir. “Udah?” tanya Akram setelah melihat Mia membawa tas belanja yang sama dengannya. “Udah, Mas. Tapi beneran aku nggak ngerti ini buat....” “Ck!” Akram menyambar tas belanja itu dan berjalan menuju kasir. Ia tak peduli dengan tatapan bingung Mia. Setelah berhasil membelikan Mia sepatu dan stelan olahraga kekinian, Akram membawa Mia kembali ke lantai tiga. Ia tentu tidak akan menelantarkan perut istrinya setelah ia ajak berjalan-jalan untuk menemaninya. “Mau pesen apa?” tanya Akram setelah membuka buku menu. “Emmm, apa, ya? Ngikut aja.” “Kayaknya ngikut terus, ya.” Mata Mia membulat. Akram berkata tanpa melihatnya seolah itu komentar terbaik yang bisa ia berikan. “Sekali-kali tentuin sendiri jangan ngikut terus,” imbuh Akram. Mia pun mengambil buku menu itu seraya membacanya. Sayangnya, tidak ada yang menggugah seleranya. Namun, tak berani meminta pindah ke restoran lain. “Ya udah ini aja, Mas.” Mia menunjuk menu yang cukup umum. “Nggak mau nasi?” tanya Akram memastikan. Sepertinya ia jarang melihat Mia menyantap nasi saat bersamanya. “Itu aja.” “Oke.” Akram mencatat menu pilihan Mia beserta miliknya kemudian memberikan pada pramusaji.  Di lantai tiga, Akram sengaja memilih restoran yang paling ujung. Di mana dari sana ia bisa menyaksikan landscape kota Magelang. Sebuah kota yang terkenal akan kearifan lokalnya. Hawa sejuk juga menjadi daya tarik sendiri di kota ini. Bisa dibilang Magelang menjadi kota yang cukup ideal baginya mengingat ia tidak terlalu suka kepadatan. Sambil menunggu pesananya tiba, tanpa sadar ia menikmati keheningan yang dengan sendirinya menyapa. Terlupa jika ada perempuan cantik di depannya. “Ah, maaf, Mi,” ucapnya tak nyaman. Ia terkesan mengabaikan istrinya. Mia menggeleng. “Emang cantik kok Mas pemandangannya. Saya maklum.” Akram mengukir senyum. Mia selalu sabar menunggunya. Bahkan sekadar menegur pun seperti punya waktu sendiri. Akram menggaruk tengkuk. Ia setuju akan pendapat itu. “Ah ya, Zaki itu siapa, Mi?” Akram teringat akan pria yang membuatnya kesal sebelum akhirnya berbelanja dan berakhir di restoran ini. “Oh, dia temen SD, Mas. Kebetulan bapak ibunya deket juga sama bapak ibu.” “Temen SD? Berarti bareng waktu SD aja?” “Iya. Tapi sampai sebelum aku mondok biasa main. Emang dasarnya udah deket. Sama Kak Frans juga.” “Deket, ya. Berarti sekarang dia kuliah?” “Iya, Mas. Ambil kedokteran. Emang dasarnya dari awal pinter banget. Makanya suka diminta ibu ke rumah buat ngajarin aku.” Mia malu bagaimana bodohnya dirinya tentang pelajaran terutama matematika. Dokter? “Silakan, Kak,” ujar pramusaji yang membawa minuman pesanan Akram. “Makasih,” timpal Mia seraya tersenyum. Akram memerhatikan sikap istrinya itu. Memang selalu ramah pada siapa saja termasuk pada pria bernama Zaki tadi. Pikiran lain pun terlintas. Kalau kenalannya saja sekelas calon dokter, kalau kakaknya saja lulusan kampus luar negri, mengapa gadis ini menikah dengannya? “Mas....” “Hemmmm.” “Ini makanannnya.” “Iya.” Akram dibuat kesal dengan prasangkanya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD