Kejadian Mengejutkan

923 Words
"Gimana malam pertamanya, Dan?" Dari dapur rumah mertua ini, bisa kudengar dengan jelas suamiku yang masih duduk di meja makan bersama mamanya, tersedak saat tiba-tiba mendapat pertanyaan itu. Mungkin dia bingung mau cari alasan apa sama mamanya karena malam tadi tidak terjadi apa-apa diantara kami. Bagaimana mau terjadi apa-apa, orang lihat aku saja sepertinya dia malas. Sudah seperti melihat t*i cicak saja dia. Apa aku ini terlihat seperti najis di matanya? Astaghfirullah! "Masih aman," balasnya pelan, tapi masih terdengar juga sampai di telingaku. "Maksudnya, Dan?" Jelas sekali mama mertuaku penasaran dengan jawaban singkat anaknya. "Masih segel," ucapnya lagi. Aku meneguk ludah dengan berat. Rupanya, selain menyamakan aku dengan t*i cicak, suamiku juga menyamakan diriku dengan tutup galon Aqua? Bukankah dia bilang kalau aku masih segel barusan? "Hah? Kenapa nggak dibuka segelnya, sih, Dan?" Dari sini, terdengar mertuaku masih ingin menginterogasi anak sulungnya yang sok kegantengan itu. Ya, bisa dimaklumi kalau mertuaku sedikit kepo dan usil tentang malam pertama anaknya, karena katanya, beliau sudah sangat ingin menimang cucu. Tapi, ya … gimana, ya, calon bapaknya saja belum siap. Aku mah sebenarnya pasrah saja. Eh! "Geli, Ma." Suamiku menyahut dengan sangat ringan pertanyaan sang mama. Membuatku menajamkan pendengaran. Lagi dan lagi. Bagaimana tidak, bukankah mereka sedang ghibah? Membicarakan aku secara terang-terangan? "Kenapa geli?" What? Apa dia bilang barusan? Geli dia bilang? Memangnya aku uler keket apa? Huh! "Masih bau kencur begitu." Deg! Bau kencur? Apakah aku masih terlihat seperti seorang anak SMP di matanya? Atau jangan-jangan … dia tak tahan dengan bau badanku? Ah, rasanya tidak. Perasaan, aku wangi, cuma kalau di dapur begini saja kadang bau bawang. Tapi kalau di kehidupan sehari-hari aku wangi, kok. Deodorant dan pewangi pakaian selalu menemani hari-hariku. Bagaimana mungkin dia mengatai aku bau kencur. Rasanya dia harus buru-buru melakukan swab setelah ini. Menyebalkan! Aku memelintir jemari dengan kaku. Duh, jadi pendengar setia sekaligus jadi bahan ghibah ternyata rasanya begini, ya? Susah untuk dijelaskan pakai kata-kata. Aku yang sedari bangun tidur belum mandi, memaksa diri untuk meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar. Melewati dua orang yang tengah membicarakan diriku sedari tadi. "Tuh liat, tuh bocah nggak punya sopan santun. Gimana bisa Mama nyuruh aku bercocok tanam sama dia?" Lagi-lagi aku mendengarnya berucap sangat ketus ketika sepasang matanya menatapku dengan pandangan meremehkan. Huh! Apa lagi itu yang dibahas? Bercocok tanam katanya? Memangnya … aku benih jagung Hibrida? Atau bibit padi unggul Rajasa? Oh tidak. Aku cuma manusia biasa yang juga memerlukan cinta dan kasih sayang. Ya ampun, Lintang! Please serius sedikit! Bukankah sedari tadi laki-laki sok kegantengan itu tak berhenti memperolok dirimu? "Sabar, Daniel …, sekarang dia sudah jadi tanggung jawabmu." Dengan sangat lembut, mama mertua mengingatkan anaknya yang selalu saja terlihat seperti menahan emosi saat memandangku. Apa yang salah coba? Apa aku terlihat seperti tukang bank harian yang suka menagih hutang? Kan tidak. Mas Daniel menghela napas berat. Seolah menikah denganku adalah kutukan Malin Kundang yang menyiksa dirinya. *** Sore ini, aku yang sedang sibuk melamun sendiri di dalam kamar, tersentak saat menyadari pintu kamarku diketuk pelan. Apa Mas Daniel sudah pulang? Aku bangkit dan menarik langkah menuju pintu dengan penuh tanda tanya. Begitu membuka pintu, ternyata yang muncul adalah mama mertuaku. Nyonya Amara yang kaya, baik hati, dan tidak sombong. Aku merasa ada yang tak beres saat melihatnya datang dengan membawa satu buah paper bag warna merah dengan senyum indah merekah. Ada apa dengan mertuaku? Dan … apa yang beliau pegang? Duh, kenapa mendadak jadi kepo begini? "Mari masuk, Ma." Aku mempersilakan dengan canggung ketika menyadari mama mertua mengisyaratkan ingin memberikan sesuatu setelah memasuki kamar. Mataku membulat sempurna saat menyadari benda apa yang mama mertua keluarkan dari paper bag merah itu. "Pokoknya malam ini harus berhasil ya, Tang," ujarnya dengan wajah berbinar dan terdengar sangat antusias. "I-iya, Ma. Insyaallah, ya, Ma." Aku meraih dengan wajah pasrah lingerie yang diulurkan mertuaku sore ini. "Nggak jarang seorang suami lebih senang kalau istrinya yang minta duluan, Sayang." Mama mertua terkekeh kecil saat aku masih memegangi pakaian tipis menerawang ini dengan kaku. Meminta duluan? Bukankah ini terdengar sedikit menggelikan? Apa lagi kalau suaminya tipe angkuh yang memandang sebelah mata istrinya seperti Mas Daniel. Apa itu tidak berlebihan? Bayangkan saja, di awal-awal pernikahan seperti ini saja dia lebih mementingkan pancing dan kail daripada harus menemani di rumah atau membawa istrinya jalan biar otaknya fresh. Boro-boro! Dia mau memandangku dengan pandangan biasa saja sudah alhamdulillah. Huh! Sabar, Lintang. Sabar …. *** Setelah menunggu sekian jam, akhirnya malam mendebarkan pun tiba. Sungguh, rasanya seperti … hampir menghadapi perang besar saja saat dia memasuki kamar tadi. Aku buru-buru mengambil lingerie dari dalam lemari begitu Mas Daniel memasuki kamar mandi. Membasuh tubuhnya setelah melakukan aktivitas memancing yang membuatnya seperti lupa waktu dan lupa kalau di rumah punya istri. Benarkah dia lupa? Ah, entahlah. Rasanya akan lebih tepat, kalau aku menyebut diriku sebagai istri yang tak dianggap. Menyedihkan. Menyadari pintu kamar mandi hampir terbuka, jantungku mendadak seperti berolahraga dengan cepat. Bagaimana tidak. Saat ini aku sudah memakai pakaian yang tingkat keseksiannya bahkan lebih parah dari penyanyi dangdut. Duh, bagaimana ini? Haruskah aku berlari dan sembunyi di samping ranjang? Sumpah! Aku tidak begitu percaya diri tampil seperti ini. "Astaga! Lintang!" Mas Daniel berseru lantang dengan mata membulat sempurna begitu dirinya resmi keluar dari kamar mandi dan mendapati diriku … tampil dengan baju yang katanya baju dinas ini. Kalau dia terkejut, aku pun tak kalah terkejut. Bagaimana tidak, handuknya ikut terjatuh saat dia berteriak barusan. Ya ampun! Mataku sudah ternoda sekarang. Kalau sudah begini, akankah terjadi peperangan di antara kami? Doakan saja, ya, pemirsa. Biar mertuaku bisa cepat-cepat punya cucu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD