12

1024 Words
"Kenapa aku di dandani? Aku hanya akan pergi ke rumah Ibuku." tanya Octavia saat ada dua orang yang merias wajahnya. Dan yang satu lagi memilihkan gaun untuknya. Bibi Marta disana, menemani gadis itu. "Tuan Renov ingin Ibumu melihat dirimu yang sehat dan cantik setelah tinggal bersamanya, dia hanya ingin kamu tampak lebih baik." jawab wanita tua itu. Octavia terdiam, menatap riasan wajahnya yang natural. Dua puluh menit kemudian, semuanya selesai. Tepat saat itu juga Renov telah datang, membuka pintu kamar mereka. Segera saja, dua orang penata rias dan Bibi Marta keluar dari ruangan itu. Meningalkan Renov yang saat ini memandang kagum istrinya. Ditatap sedemikian rupa, wajah Octavia memerah. "Kapan kita akan pergi?" tanyanya pelan, menyadarkan Renov dari lamunannya. Pria itu berdeham pelan. "Sekarang?" pria itu meraih tangan Octavia, membawa gadis itu bangkit dari duduknya. Mereka pergi menggunakan mobil pria itu. Renov tidak menggunakan sopir hari ini. Mobil itu sampai di rumah lama Octavia, tampaknya rumah itu telah di renovasi di beberapa tempat, membuatnya terlihat lebih bagus dan bersih. Octavia menatap Renov, apakah pria itu yang melakukannya? Namun Renov tidak memberikan jawaban apapun. Mereka masuk ke dalam rumah, Ibunya menyambut. Wanita itu segera memeluk Octavia erat. "Astaga, lihat dirimu sekarang, Nak." bisik Ibunya penuh haru. Renov hanya berdiri di samping Octavia, menatap dua wanita itu berpelukkan. Kini, Ibu Octavia merengekuh Renov dalam pelukannya, membuat pria itu membatu. "Terimakasih, terimakasih atas segalanya." ujar wanita itu dengan mata berlinang. Renov tidak tahu harus mengatakan apa, dia hanya mengangguk kaku. Selanjutnya, wanita itu membawa mereka ke meja makan, disana sudah banyak makanan terhidang, dua pelayan yang Renov jadikan pekerja di rumah Ibu Octavia cukup bagus. "Ibu lebih banyak menyuruh pelayan itu memasak masakan Indonesia, tidak apa-apa 'kan?" tanya wanita itu. Renov mengangguk. "Tidak apa-apa, Bu, aku menyukai makanan Indonesia." Octavia tampak berbinar menatap makanan disana. Renov yang melihat itu tersenyum kecil. "Kamu lapar?" tanyanya. Octavia menatap pria itu, mengangguk pelan yang terlihat lucu di mata Renov. "Kalau begitu makanlah," ucap pria itu. Octavia tersenyum, membuat Renob terdiam. Gadis itu sudah akan mengambil piring, namun Ibunya memukul tangan gadis itu. "Tidak sopan! Kamu ambilkan dulu suamimu." ujar sang Ibu menatap Octavia tajam. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, terdengar suara tawa kecil di sampingnya, Octavia menatap tak percaya Renov yang saat ini menutup mulutnya. "Kamu tertawa?" ucap Octavia tak percaya. Renov berdeham, berusaha terlihat tenang kembali. "Ambilkan nasiku, aku lapar." ujarnya, yang mau tak mau Octavia lakukan gadis itu mengambil nasi dan beberapa lauk pada pria itu. Mereka makan dengan pembicaraan kecil. Octavia tidak tahu apakah pria itu saat ini tengah berakting seperti awal pernikahan mereka, namun saat ini dia melihat Renov lebih banyak tersenyum. Octavia pamit untuk pergi ke toilet saat merasa kantung kemihnya penuh. "Renov," panggil Ibu Octavia, membuat Renov mendongak menatap wanita itu. "Jagalah Octavia untukku, ya?" ucap wanita itu lembut. "Dia... sudah banyak mengorbankan dirinya karena keluarganya yang miskin." Ibu Octavia tampak menghela nafas berat. Renov terdiam mendengarnya. "Dia anakku satu-satunya, jaga dia, ya? Jika nanti aku pergi, dia hanya memilikimu sebagai keluarganya." Renov menata wanita itu. "Kenapa kenapa Ibu mengatakan hal itu?" Ibu Octavia menggeleng. "Aku hanya mengatakan sesuatu yang harus aku katakan sebelum hal itu benar-benar terjadi." ucapnya. Rasa bersalah Renov kembali datang dan berjanji akan memperlakukan gadis itu lebih baik lagi. *** Setelah makan siang itu, mereka kembali ke rumah. Di tengah perjalanan, Renov menghentikan mobilnya mendadak. Octavia menatap Renov bingung. "Ada apa?" Pria itu memandang Octavia. "Sudah lama sejak kamu terakhir keluar dari rumah, apa kamu menginginkan sesuatu? Pergi ke suatu tempat?" "Kenapa?" tanya Octavia tak mengerti. Renov menghela nafas. "A-aku hanya ingin memperlakukanmu lebih baik, kamu juga sudah lama di rumah, kamu bilang bosan, maka dari itu aku membawamu pergi. Kamu ingin kemana?" Octavia terdiam mendengarnya, lalu tersenyum kecil, dia menggeleng pelan. "Aku tidak tahu." jawabnya. Karena gadis itu tidak memiliki satupun tempat yang ingin dia kunjungi selain rumah Ibunya. "Kamu ingin ke mall? Kita akan berbelanja apa yang kamu inginkan?" Renov buntu tentang tempat apa yang biasanya disukai wanita dan teringat dulu saat bersama Renata, wanita itu menyukai berbelanja. Octavia tampak kurang menyukai ide itu. "Atau kamu menginginkan makanan manis?" tanyanya mengingat apa hal yang disukai anak-anak. Hebatnya, Octavia tampak tertarik dengan ide itu. "Aku mau ice cream." ujarnya polos. Renov terpukau beberapa saat, tanpa sadar merangkum pipi gadis itu dengan tangannya, lalu mengecup bibirnya lembut. Octavia mematung, menatap mata pria itu lama. Detak jantung mereka seolah menjadi penanda awal dari segalanya. *** Mereka pergi ke mall, menuju stand ice cream di sana. "Kamu tidak mau?" tanya Octavia menyodorkan ice cream rasa coklat miliknya pada pria itu. Renov meringis melihatnya. "Aku tidak suka makanan manis." Octavia pun mengangguk, memakan ujung ice cream itu. Saat Renov menatap ke samping, tepat sebuah kaca yang membatasi lorong dan tempat makan, pria itu mendesis melihat gerombolan pria muda yang tengah makan disana menatap Octavia terkagum-kagum. Renov mendadak gusar, dia mendorong gadis itu agar berada di sisi lain. Gadis itu memang jauh lebih cantik hari ini. Pria itu menyampirkan tangannya di pinggang gadis itu. Dadanya tiba-tiba terasa panas, menyadari bahwa Octavia masih muda dan cantik, beberapa pria sepertinya menunjukkan ketertarikan berlebih pada gadis itu. "Mana cincinmu?" mata Renov melirik jari manis gadis itu. Octavia mengerjapkan matanya. "Cincin apa?" "Cincin pernikahan kita, mana dia?" tanyanya sedikit kesal. Octavia mengerutkan kening melihat perubahan mood pria itu. "Aku sudah lupa, aku tidak mengingatnya lagi." ringisnya. Octavia tak tahu kapan pastinya, namun yang jelas, sejak kejadian di Jepang itu dia benar-benar membenci dan kecewa dengan Renov hingga tidak mempedulikan lagi cincinnya. Renov menghela nafas, dia juga sepertinya telah menghilangkan cincin itu. "Selagi kita berada disini, kita sebaiknya membuat cincin pernikahan kita kembali, disini ada perancang perhiasan terkenal." ujarnya, menyeret Octavia untuk berbelok. "Apakah harus?" ujar Octavia sambil memakan ice creamnya yang tinggal separuh. "Harus! Aku bisa gila karenanya!" umpat pria itu. Octavia pikir Renov marah karena dia menghilangkan cincin itu yang harganya bisa saja mahal, padahal pria itu lebih kepada gusar karena cemas para pria-pria muda yang tampak tertarik dengan gadis itu dan tidak mengetahui bahwa gadis itu telah menikah. Renov tidak pernah menyukai ketika kepalanya membayangkan gadis itu bersama pria lain. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD