Eps 7

1177 Words
Pangeran masih duduk dengan santai diatas tempat tidur Yuna. Memegangi daada yang berdegup tak karuan saat melihat istri sahnya tak memakai baju. Udah sering lihat belahan milik Intan, tapi ada rasa yang berbeda saat melihat lekuk tubuh Yuna. Ceklek! Menoleh kearah pintu kamar mandi yang terbuka. Yuna keluar dengan kaos warna kuning dan celana pendek selutut. Muka jutek itu selalu saja terlihat saat berhadapan dengan Pangeran. “Keluar dari kamarku. Aku mau bobok siang.” Usir Yuna dengan nada juteknya. Tanpa berniat menjawab, Pangeran segera beranjak. Namun saat yang sama, Yuna tersandung sendal Pangeran yang ada dilantai. Bhuukk! Yuna jatuh menindih tubuh Pangeran diatas kasur. Bibir mereka benar-benar bersentuhan. Jantung keduanya sama-sama berdetak tak menentu. Ceklek! Mama menutup mulut yang membulat dengan telapak tangan. Nggak jadi buka pintu, menutup kembali dengan rapat dan berjalan menuruni tangga. Yuna dan Pangeran masih sama-sama diam. Ini pertama kali bibir Yuna bersentuhan dengan bibir pria. Berbeda dengan Pangeran yang udah sering lakuin ini sama Intan. Berulang kali Pangeran menelan salivanya, pengen ngomong, tapi sedikit saja dia gerakin mulut, udah pasti kesannya pengen melumat bibir Yuna. Dengan tergesa Yuna berdiri, lalu mengelap bibir dengan kasar. “Ma—maaf. Tadi aku kesandung.” Tanpa menjawab, Pangeran ngeloyor keluar dari kamar Yuna melalui pintu kaca yang menghadap ke balkon. Sesampainya dikamar, Pangeran merebahkan tubuh dengan kasar diatas ranjang. Mengulas senyum sambil memegangi bibirnya. 'Rasanya beda, ada manis-manisnya.' Gumam Pangeran. ** Mama ngambilin nasi buat Papa, sedangkan Yuna ngambilin nasi buat Pangeran. Nggak ada niat sebenarnya, tapi kembali ingat kata-kata terakhir Bapak sebelum benar-benar pergi itu. Mereka berempat makan dengan diam. Sesekali mama main lirik sama papa. Merencanakan sesuatu untuk kedua anak didepan mereka. “Ran, papa punya rencana.” Ucap Papa disela makan. Kedua anak dihadapannya mengangkat kepala, menatap Papa dengan penasaran. “Rencana apa?” kembali Pangeran memasukkan makanan kedalam mulutnya. “Seminggu lagi ujian tengah semester kan? Kalo nilai kamu masih aja lima, Papa akan jual motor dan mobil kamu. Kamu pergi ke sekolah naik angkot aja.” “Uhuk ... uhuk ... uhuk ....” Yuna ngambilin segelas air putih. “Nih, minum dulu. Biar nggak mati keselek.” Ucapnya dengan ketus. Mata Pangeran melotot mendengar kata-kata Yuna. Tapi tetap menerima gelas itu dan meneguknya. “Papa nggak boleh gitu dong. Masa’ aku naik angkot sih!” nggak terima dan mulai ngomel. Papa malah menarik bibir dan memiringkan kepala sambil mengangkat kedua bahunya. “Terserah, kalo nggak mau, ya ... buktiin sama papa. Jangan sampai besok dapat nilai lima.” Papa meneguk segelas air putih dan beranjak meninggalkan meja makan. “Ah, iya.” Papa noleh, menatap Pangeran lagi. “Tiga hari lagi Sultan pulang. Kamu pindah ke kamarnya Yuna.” “Uhuk ... uhuk ... uhuk ....” kali ini Yuna yang keselek. “Mampus! Mati keselek lo!” ledeknya sambil menyunggingkan senyum. Mama menahan senyum melihat interaksi Pangeran dan Yuna. ** Usai makan malam, Yuna sibuk membereskan piring-piring kotor dimeja makan. Tapi mama melarangnya, karna sudah ada Bik Sari yang akan mengerjakan semua. Karna nggak boleh bantuin, dia memilih balik ke kamar untuk belajar. Seminggu lagi ujian, tentu banyak pelajaran yang harus ia pelajari. Di sebabkan beda sekolah dan juga kemarin seminggu nggak sekolah. Mulai sibuk membaca materi dibuku paket. Hingga ia nggak sadar, pintu kaca yang menghadap ke balkon telah dibuka. Pangeran masuk dan kembali menutup pintu. “Hey!” serunya saat sudah berdiri dibelakang Yuna. Yuna njingkat kaget, menoleh kebelakang. Lebih kaget saat melihat lelaki tampan berdiri dibelakangnya. “Astaga! Ngapain kamu masuk kamarku lagi?!” ketus Yuna dengan kesal. “Ajari dong.” Pintanya melas. Yuna menelisih kedua tangan suami yang tak memegang apapun. “Ajari apa?” “Belajar lah, masa’ ciuman.” Mendudukkan p****t ditepi ranjang milik Yuna. Mendengar kata ciuman, Yuna mengingat kejadian tadi sore yang membuat bibirnya bertubrukan dengan bibir Pangeran. Langsung mengalihkan pandangan, kembali menatap buku didepannya. Konsentrasinya jadi hilang. “Udah, ciuman yang tadi nggak usah diingat-ingat. Gue tau, udah lama elo pengennya.” Sengaja jahilin Yuna. Yang dijahilin pun terpancing. Melotot kearah Pangeran dengan sangat kesal. Nabok kaki pangeran pakai gulungan buku. “Ngomong apa sih! Tadi murni kecelakaan ya!” mulutnya manyun, wajahnya jadi cemberut, tapi pipinya memerah. Pangeran menahan tawa, tau kalo Yuna malu. Meraih satu kursi putar yang ada didepan meja rias. Lalu duduk mepet ke Yuna. “Belajar materi apa?” tanyanya sok akrab. Tetiba Yuna merasa ada yang aneh. Perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dadanya berdebar nggak karuan. Apa lagi bau shampoo Pangeran tercium sangat wangi, bercampur parfum ditubuhnya yang menguar memenuhi indra penciuman. Memilih menggeser kursinya. “Jangan dekat-dekat.” Ketusnya. Pangeran menyunggingkan senyum. “Kenapa sih? Takut kecium lagi?” Tuuk! Memukul kepala Pangeran dengan pulpen ditangan. “Apa sih!” kembali cemberut. Tatapan Pangeran tertuju pada bibir yang cemberut itu. Asli, tanpa olesan lipstik ataupun lipgos yang sering digunakan Intan. Sejak kapan dia jadi membanding-bandingkan Intan dengan Yuna? Memukul kepalanya pelan. Menatap kembali istrinya yang udah sibuk mengerjakan latihan soal dibuku tulis. “Suruh ngajari kok malah belajar sendiri sih?” Yuna menoleh, masih dengan mulut manyunnya. “Kalo mau belajar, bawa buku kamu juga. Mana ada orang belajar pake tangan kosong gitu. Kamu pikir belajar ngoceh?!” Pangeran tersenyum mendengar omelan Yuna. Melihat wajah kesal Yuna, malah membuatnya jadi gemas dan seneng. “Iya, gue ambil buku dulu.” Beranjak, berjalan keluar lewat pintu balkon menuju kamarnya. Mengambil dua buku yang ada dirak. Matanya tertuju pada ponsel yang berkedip diatas tempat tidur. Meraih ponsel itu, tertera nama Intan si penelfon. “Hallo,” sapanya saat mengangkat telfon. “Hallo, sayang. Kamu kemana aja sih, dari tadi aku telfonin nggak diangkat.” Suara cempreng omelan Intan. “Baru belajar.” Jawabnya santai. “What?! Belajar? Tumben.” “Iya, Papa nggak bolehin bawa motor sama mobil kalo nilaiku besok ada yang merah.” Menghela nafas dengan pelan. “sayang banget, padahal aku pengen ngajak kamu main ke clubnya Caca. Zia ngrayain hari jadiannya sama Gavin di sana.” Mata Pangeran berbinar, cukup tertarik untuk hal dikeramaian. Apa lagi akan ketemu sama Intan, kekasihnya yang selalu berdandan cantik dan modis. “Aku usahain deh. Jam berapa?” Terdengar tawa riang dari Intan. “Jam delapan, beib. Aku tunggu ya. Love you baby.” “Love you too.” Terfon berakhir. Kembali meletakkan dua buku yang sudah berada ditangan. Lalu ganti baju. Nyemprotin parfum, masukin dompet kesaku celana dan ngambil kunci mobil. Papa dan mama yang duduk disofa depan tv hanya geleng kepala saat melihat anak bungsunya berjalan keluar rumah sambil bersenandung. “Papa nggak tegur Pangeran?” “Biarin, ma. Kita lihat aja besok. Biar dia tau rasa berangkat sekolah naik angkot. Nggak dikasih uang jajan.” Papa malah bersedekap dengan santai. “Papa yakin mau menghukum Pangeran seperti itu?” “Ma, tabrakan di Jogja itu udah kesalahan fatal lho. Beruntung keluarga pak Sarto nggak menuntut Pangeran. Bahkan Ayuna sangat menghormati kita. Pangeran memang harus dikasih pelajaran. Apa bagusnya gadis yang dipacari Pangeran itu. Cuma ngabisin duit terus.” Mama memilih diam, karna yang Papa sampaikan memang benar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD