PART 10

2513 Words
Sebuah pesan dari Nency membuat Elle tidak sadar ia sedang melewati sebuah mala petaka. Sebuah cuplikan layar kata-kata kecil dari Rei saat laki-laki itu meminta nomor ponselnya pada Nency membuatnya tanpa sadar berdiri di tengah badai yang siap menerpanya. Elle melangkah dengan tenang, tidak tahu bahwa ada jurang dalam yang menantinya di ujung, yang bersiap untuk menerkamnya dengan jahat. Merasakan hawa tidak enak, Elle mengalihkan pandangannya pada dua orang di depannya yang terlihat sedang berdebat sesuatu. Seorang perempuan berseragam dengan rambut panjang bewarna hitam dan berkulit putih bersih berdiri sekitar dua meter di depan Elle. Sedangkan laki-laki di depan perempuan itu terlihat ingin segera pergi dari sisi perempuan itu. Mereka berbicara dengan raut wajah yang tidak santai, membuat Elle berbalik ingin pergi jika saja sebuah suara tidak mengintrupsinya. "Elektra, pesan seperti biasa, ya?" tanya Bu Ijah, pemilik warung langganannya dengan raut wajah riang. Elle tampak berpikir sebentar sebelum sebuah anggukan diberikan Elle pada Bu Ijah sebagai jawaban. Kemudian, dua pasang mata menatap Elle dengan raut matanya masing-masing. Elle dengan hati-hati melangkah di antara dua orang itu dengan perlahan, takut sedikit saja pergerakannya akan membuatnya terjun dalam masalah lagi. Ia tidak ingin menghindar lagi, ia hanya ingin mencoba keberuntungannya. "Dia perempuan yang aku maksud." Langkah Elle yang ia atur senormal mungkin berhenti ketika mendengar alunan kata-kata lugas itu. Elle mematung sebentar lalu memutar badannya menghadap laki-laki yang berucap tadi. Mendapati laki-laki itu tidak memandangnya sama sekali membuat Elle mendesah lega. Sadar bahwa di kantin ini bukan hanya ada dia dan dua orang yang sangat tidak ingin ia campuri urusannya itu. "Benar, aku menyukainya. Namanya Elektra." Elle berdiri mematung di antara dua orang yang sedang membicarakan dirinya itu. Ia ingin segera pergi dari tempatnya berdiri, tetapi langkahnya terpaku pada ucapan laki-laki di sebelahnya yang membuatnya terbelalak kaget. "Jadi tolong jangan ganggu aku lagi, Selena. Aku lelah dengan sikap kekanak-kanakanmu ini. Jangan menambah kebencianku padamu dengan sikapmu ini," lanjut Langit sambil menarik tangan Elle mendekatinya. Elle berhadapan dengan sepasang mata yang ia hindari mati-matian selama ini, yang sekarang menatap Elle dengan pandangan menusuk. Elle yang tidak tahu apa yang terjadi hanya bisa bungkam ketika merasakan tangan Langit memegang tangannya dengan erat, membawa Elle berdiri di sampingnya. "Kenapa harus dia?" tanya Selena dengan tatapan tajam yang tidak beralih dari mata Elle. Elle dengan suara tertahan mencoba melepaskan diri dari pegangan Langit, "Apa yang kalian bicara-" "Karena aku menyukainya. Apa perkataanku kurang jelas?" potong Langit dengan ucapan yang lagi-lagi membuat Elle ingin menangis. Ia tidak mau terlibat dengan masalah seperti ini lagi. Elle menarik tangannya dari genggaman Langit tetapi laki-laki itu terlalu kencang mencengkram tangannya. "Aku pikir kamu sudah mengerti kalau perasaanku untukmu sudah benar-benar hilang, Selena. Jangan mengharapkan apapun lagi padaku." Tawa lepas Selena membuat Elle mengerutkan keningnya, begitu juga Langit yang tidak menyangka akan mendapat respon seperti itu dari Selena. "Aku ingin pura-pura mempercayai ini sampai akhir, tetapi aku tidak bisa menahannya. Aku tahu kamu sedang berbohong, Langit. Sayang sekali kamu membawa perempuan yang salah kali ini," kata Selena dengan lirikan tajam yang masih dilayangkan kepada Elle. "Apa maksudmu?" "Baiklah. Ayo coba kita luruskan masalah ini," kata Selena dengan seringai yang mengingatkan Elle pada kejadian yang membuatnya menangis seharian dulu, yang membuatnya ingin pindah sekolah jika saja ia tidak memikirkan perasaan ibunya yang pasti akan kecewa padanya, yang membuatnya harus tenggelam dan tak terlihat di tempat ini agar Selena tidak menemukannya lagi. "Jadi, apa hubunganmu dengan Langit?" Elle mendongak, melihat kedua mata Langit yang sekarang sedang menatapnya dengan keputusasaan yang dalam. Tetapi ia tidak akan mengorbankan dirinya kepada Selena apapun yang terjadi. Elle sudah berjanji dia tidak akan mau berurusan dengan perempuan itu lagi. Meskipun Langit bersujud di kakinya sekalipun. "Aku tidak memiliki-" Sebuah tarikan tangan membuat Elle tidak melanjutkan kata-katanya. Sekilas ia melihat Selena membelalakkan matanya kaget. Cengkraman Langit pada tangan Elle semakin mengerat. Tanpa ia tahu, sebuah benda hangat dan lembut menempel pada bibirnya. Mata Elle membesar, melihat sepasang mata Langit yang sangat dekat berada di depannya. Langit menciumnya. Langit menciumnya. Cium pertama Elle. Di bibirnya dan di depan Selena. Membuat Elle kehilangan kemampuan otaknya untuk menerka apa yang akan dilakukan Selena untuk ini. Langit melepaskan genggamannya di pergelangan tangan untuk menahan bahunya agar Elle tidak melepaskan diri. Meskipun hanya menempelkan bibir, tidak lebih, bagaimanapun juga Elle merasa takut, ia tahu Langit sempat mempunyai hubungan dengan Selena. Dengan tenaga yang bersisa di tubuhnya, Elle mendorong d**a Langit, membuat bibir laki-laki itu menjauh dari bibirnya. Elle menggertakkan giginya kesal dan menatap Langit tajam. Menunjukkan kemarahannya yang tidak main-main. Ia sangat marah. Berani-beraninya laki-laki itu membawa dirinya ke dalam masalahnya. Apa yang dipikirkan laki-laki itu sebenarnya? Apa ia tidak mengerti bahwa Elle setengah mati menghindari mantan kekasihnya itu? Dan sekarang ia telah berhasil membuat Selena semakin membencinya dan kejadian seperti dulu terulang kembali. Di saat Elle ingin berdiri kembali dengan sayap-sayapnya yang patah. Langit dengan tega menjatuhkannya pada kubangan yang dibencinya. "Dasar pengkhianat!" Sebuah tamparan mendarat di pipi Elle. Membuat Elle menatap Selena tidak percaya dan mengingat apa yang pernah dilakukan perempuan itu dulu. Elle lupa, bahwa perempuan itu pernah berkata sanggup membunuh Elle dengan kedua tangannya dan tidak akan membiarkan setetes darah pun jatuh menodainya. Jadi sebuah tamparan bukan masalah besar, kan? Bahkan Selena pernah hampir membuatnya mati kedinginan di kamar mandi. "SELENA!" teriak Langit yang membuat seisi kantin yang semula menatap mereka kini terlihat lebih tertarik. Elle menjadi bahan pembicaraan lagi, karena orang yang sama, dan dia sangat membenci itu. Air mata Elle menetes tanpa dapat ia cegah. Bahkan Selena tidak pernah memberi penjelasan kenapa dia melakukan hal ini pada Elle? Dia berubah begitu cepat. Dia berubah tanpa memberi ruang untuk Elle agar mempersiapkan jiwa dan tubuhnya untuk bertahan menerima kebenciannya. Selenanya yang dulu pernah dikasihinya, sebagai sahabat. Elle melihat Nency dengan langkah cepat mulai mendekatinya dari belakang Selena. Muka Nency yang terlihat marah membuat Elle ingin segera keluar dari lingkaran ini, ia ingin merangkak keluar jika saja tangan besar Langit tidak menggenggamnya lebih kuat dari yang sebelumnya, membuat kulit putihnya sedikit kemerahan dan terasa sakit. Tetapi Langit tetap menahannya di sampingnya tanpa tahu hal itu akan membuat semua bertambah rumit. "Apa masalahmu, hah?" teriak Nency sambil menarik tubuh Selena menghadapnya. Nency terlihat marah, ia berjanji untuk tidak membiarkan sahabatnya diperlakukan kasar oleh siapapun lagi seperti tadi. "Apa masalahmu? Kamu mau bertengkar di sini? Kamu memilih teman bermain yang salah, Selena. Kamu terlalu kasar untuk sahabatku, Elle. Dia tidak pantas menerima semua sifat brengsekmu itu. Kalau kamu butuh teman untuk menunjukkan kekuatanmu di sekolah ini, pilihlah aku. Aku bisa melayani apapun permainanmu, Selena. Tapi jangan ganggu sahabatku lagi. Ini peringatan terakhirku atau aku akan membuat hidupmu tidak tenang di sini. Selama ini aku diam bukan karena aku tidak punya kekuatan untuk melawanmu, tapi karena aku menghargai Elle yang masih menganggapmu temannya. Tapi sekarang, jangan menganggap aku akan bersikap bodoh lagi dengan menuruti Elle. Aku akan membuat hidupmu di sini seperti di neraka. Tunggu saja." Cengkraman Nency di kerah seragam Selena tidak membuat perempuan itu gentar sedikit pun meskipun tinggi Nency jauh berada di atasnya. Ancaman yang diucapkan Nency dengan wajah memerah karena marah dan tatapan tajam itu tidak membuat Selena mundur. "Aku suka sikapmu yang seperti ini. Kamu bisa menjadi teman yang menyenangkan jika saja kamu tidak berteman dengan anak pungut ini," ucap Selena sambil menunjuk Elle dengan jari telunjuknya. "Dan jangan sentuh bajuku dengan tangan kotormu itu. Baumu mirip sekali dengan sahabat jalangmu itu. Busuk." "Dan buat kamu, Langit. Kamu benar-benar membuat pilihan yang salah," kata Selena dengan suara tajamnya yang membuat Langit diam, sedikit bingung dengan akibat dari apa yang ia lakukan tadi. Ia terlihat bingung dengan ketiga perempuan yang terlihat saling membenci itu. Ini terlalu berlebihan, tidak seperti yang ia harapkan. "Hari ini kamu sedang membangunkan singa yang sedang tidur nyenyak. Kamu tidak tahu kalau perempuan ini punya iblis penjaga? Aku saja harus merenggangkan nyawa hanya untuk menyentuh ujung rambut perempuan ini. Apalagi hal yang kamu lakukan tadi benar-benar akan membawa masalah besar padamu, Lang. Dia dipanggil iblis bukan tanpa alasan. Ia tidak akan membiarkan siapapun menyentuh Elle, apalagi menciumnya seperti tadi," Selena melangkahkan kakinya mundur, menarik senyum miring ketika melihat Nency yang menatapnya bingung. Nency yang sedang mencerna apa yang diucapkan Selena. Mencari kepingan alur yang belum ia pahami sejak melihat Elle manangis malam itu di hadapannya. Tidak tahu seperti apa sebenarnya yang terjadi pada kehidupan perempuan paling baik yang pernah ditemuinya selama ini. *** Nency menatap laki-laki yang pernah ia puja dulu dengan tajam. "Kamu tahu apa yang kamu lakukan tadi?" Langit menjawab dengan sedikit keheranan di sudut lorong di dekat kantin. "Apa?" Jawaban singkat laki-laki di depannya itu semakin menggeram marah. "Kamu sedang menempatkan Elle pada masalah besar, Lang. Hanya karena sikap kekanak-kanakan kamu ini. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?" Suasana di kantin mulai mereda sesaat setelah Selena meninggalkan kantin dan Elle yang menyusul keluar tanpa memedulikan panggilan Nency. Ia tahu sahabatnya itu sedang menahan tangisannya dan sekarang sedang menyendiri lagi di taman belakang sekolah. Nency bersyukur bel masuk sudah berbunyi sehingga ia dapat melampiaskan kemarahannya pada biang masalah, laki-laki yang kini sedang meminta penjelasannya atas apa yang terjadi tadi. Rasanya Nency ingin menceritakan apa yang ingin Elle tutupi sejak dulu kepada laki-laki itu dan membuatnya menyesal karena ulahnya. "Kalau sampai Elle kenapa-kenapa karena hal ini, aku tidak akan tinggal diam. Aku tidak main-main dengan ucapanku pada Selena tadi. Tidak peduli kamu lelaki pun," Kata Nency sambil melihat Langit dengan wajah serius. "Kamu belum tahu seberapa bejatnya mantan kekasihmu itu." "Selena? Memangnya apa yang dilakukan Selena? " Tanya Langit masih dengan muka bingungnya. Apa yang dilakukan Selena? Nency menundukkan kepalanya tidak sanggup membayangkan apa yang dilakukan Selena pada Elle saat ia menemukannya dulu. Sendirian dan kehujanan di sebuah jalan gelap, dan Elle bahkan tidak memakai alas kaki. Ia hanya menangis di bawah dentuman hujan yang menggemakan tangisnya hingga ke telinga Nency. Semua itu masih teringat jelas di kepalanya. Bagaimana sahabatnya itu terluka oleh sahabatnya sendiri. Satu-satunya orang yang ia percaya dan mati-matian ia pertahankan meskipun orang itu melukainya berulang kali. Nency tidak tahu darimana Elle, perempuan yang waktu itu baru berusia 16 tahun mempunyai hati yang selembut dan sekuat itu untuk mempertahankan sahabat tidak tahu diri yang menyia-yiakan ketulusan Elle. Dua tahun yang lalu, dimana Elle meminta bantuan Nency untuk pertama kalinya. "Nency," kata Elle pelan sambil memeluk Nency dengan lemah. Nency terbelalak kaget melihat Elle yang selama ini terlihat kuat dan tak tersentuh itu menjadi perempuan menyedihkan seperti sekarang. Bahkan perempuan itu menghubunginya tadi- meminta tolong padanya - sesuatu yang Nency kira tidak akan Elle lakukan. Nency mendengar Elle menangis dan memintanya untuk datang menemuinya. Elle bilang ia butuh teman untuk bicara. Sudah lama ia menahan semuanya sendiri dan sekarang Elle tidak bisa bertahan lagi. Ia ingin melepaskan semuanya. Ia ingin tidak peduli lagi dan melupakan semuanya. Sambil terisak, Elle meminta Nency datang ke tempat itu, dan menemukan Elle dalam keadaan yang tidak diharapkan oleh siapapun. "Kamu kenapa? Ayo berdiri. Kamu di tengah jalan, El!" ucap Nency sambil menuntun Elle menuju sebuah kafe kecil tempat ia memarkir mobilnya tadi. Ia melihat Elle yang sedang menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangannya. Merasakan bagaimana dinginnya perempuan itu melihat pakaiannya yang basah. Wajah Elle pucat. Nency tidak tahu harus menghubungi siapa karena ia baru beberapa hari mengenal Elle dan Elle bukan tipe orang yang membuka dirinya dengan mudah. "El, jujur sekarang aku bingung harus bagaimana, wajahmu sangat pucat dan kamu butuh pakaian hangat. Boleh aku menghubungi orang tuamu dulu?" kata Nency akhirnya. Ia bisa saja membawa Elle pulang ke rumahnya, namun ia harus terlebih dahulu memberi tahu orang tua Elle, kan? Nency dapat melihat Elle menggigit bibirnya kasar hingga terlihat sedikit merah di pinggirnya. "Aku tidak tahu. Sepertinya aku ... tidak punya keluarga." Bunyi benturan antara permukaan gelas dan meja kafe membuat kalimat yang baru Elle lontarkan dengan kesedihan yang terdengar jelas dari rintihan suara Elle itu menjadi berkali-kali lipat menghantamnya. "Maksud kamu?" "Mereka bukan keluarga kandungku dan aku baru tahu sekarang - hari ini. Aku tidak tahu lagi siapa yang melahirkanku ke dunia ini. Sekarang aku harus bagaimana?" ucap Elle dengan nada yang mengiris hati Nency. Tanpa sadar, ia menggenggam tangan Elle yang ada di meja dengan erat, merasakan kedinginan, kesendirian, kekecewaan, dan keputusasaan di sana. "Kenapa mereka tidak memberitahuku dari awal? Mereka berniat menyembunyikan ini selamanya? Aku juga berhak tahu, kan? Aku berhak tahu siapa ibu dan ayahku yang sebenarnya dan alasan kenapa mereka tidak menginginkanku. Aku juga ingin tahu." Nency semakin mengeratkan genggamannya. Mencoba memberikan kekuatan pada Elle. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang kamu bicarakan, El." "Rasanya sakit. Bahkan lebih sakit dari serpihan kaca yang tidak sengaja aku injak waktu kecil. Aku tidak tahu harus percaya dengan siapa lagi." Elle melepaskan tudung jaketnya yang menutupi wajahnya, saat itulah Nency tersentak sambil menutup mulutnya tak percaya. Wajah Elle benar-benar berantakan. Rambut Elle yang sebelumnya hitam panjang tak berbentuk lagi. Ia dapat menemukan bekas potongan rambut yang tidak beraturan di kepalanya. Tidak tahu siapa yang tega melakukan semua ini pada Elle. Tak hanya itu, sebuah sayatan kecil di pipi Elle membuat sedikit darah menetes hingga membasahi jaket hitam yang Elle gunakan, ia tidak menyadarinya tadi karena tidak meninggalkan bekas warna di jaketnya yang gelap. Wajah Elle benar-benar sangat kacau. Elle yang terlihat rapi dan dingin di sekolahannya itu berubah menjadi Elle yang menggigit bibirnya untuk menahan tangis hingga bibirnya mengeluarkan darah. Nency tidak tahu kenapa di umurnya yang masih 16 tahun, mata perempuan itu dapat terlihat sangat terluka seperti ini. Ia benar-benar tidak mengetahui sedikitpun tentang teman sebangkunya itu. Dan ia ingin tahu. Ia ingin menolong. "Nen, aku menghubungimu karena aku tidak tahu lagi harus meminta tolong kepada siapa. Kamu dulu pernah bilang kan kalau aku tinggal menghubungi jika ingin menerima tawaran pertemananmu? Dulu aku hanya menganggapnya angin lalu karena yang aku tahu, teman dan sahabatku hanya satu. Selena sahabatku dan aku tidak ingin menggantinya dengan siapapun. Tapi sekarang, aku ingin menghilang, Nen. Bawa aku pergi karena udara di sini sudah tidak bisa kuhirup lagi," kata Elle, perempuan itu menangkupkan tangannya pada gelas kecil berisi kopi yang masih panas, mencari sedikit kehangatan yang dapat menjalari hatinya. "Aku tidak tahu kenapa dia melakukan ini padaku, tapi aku tidak bisa lagi menerimanya, Nen. Tolong lindungi aku. Karena kupikir aku akan gila sekarang juga." Waktu itu, Nency tidak tahu apa yang dikatakan Elle. Ia tidak mengerti sedikitpun, namun ia tetap menampung Elle di rumahnya selama beberapa hari. Menjadi perantara Elle dan kakaknya, Abra yang setiap saat menanyakan keadaan Elle padanya. Elle tetap bungkam tanpa bertanya pada Elle, tetapi ketika melihat Elle menangis di kamar mandi dengan wajah kacau sambil menyebut nama Selena, saat itulah Elle memutuskan untuk ikut campur dan berusaha membuka hati Elle untuk bercerita padanya. Walaupun sampai sekarang tak pernah keluar dari mulut Elle sebuah alasan kenapa memar di kulitnya itu turut serta melukai hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD