MPL - Chapter 2

2000 Words
“Kamu belum jawab loh pertanyaan kaka tadi. Kenapa keliatannya murung? Inget Viola ya?” tanya Deliza begitu menaruh Daanya di ranjangnya.                 Bocah kecil itu sepertinya kecapean karna berlari mengelilingi toko buah dan tidak mau naik di strollernya. Dante hanya mengangguk menjawab pertanyaan kakanya. Biar bagaimanapun, Viola adalah cinta pertamanya. Wanita yang sudah ia cintai sejak kecil dan bertemu lagi ketika mereka sudah SMA di sekolah yang sama. “Kaka sih ga bisa ngomong apa-apa, Dante. Kaka cuma bisa berdoa, kalau kamu bisa menemukan pengganti Viola. Viola sudah tenang dan ga kesakitan lagi. Mau sampai kapan kamu seperti ini? Ga kasihan sama Daanya, kamu?” Deliza sedikit menaruh emosi pada kalimatnya. “Ada satu Ka yang selalu menarik perhatianku. Tapi sayangnya dia sudah punya kekasih dan aku tidak mungkin merebutnya.” Dante menatap serius pada kakanya yang duduk di sampingnya. “Siapa, Dante?” tanya Deliza mengernyitkan dahinya penuh dengan penasaran. “Namanya Sienna. Dia mahasiswiku di kampus. Dia selalu ikut kelasku di setiap semester. Termasuk anak yang pintar di angkatannya, dia sangat cantik dan juga anak salah satu pengacara terkenal.” Jelasnya singkat. “Lalu apa lagi yang kamu tunggu?” tanya Deliza sedikit tersenyum mendengar adiknya mulai tertarik dengan anak didiknya walaupun masih ada halangan.   “Aku ga yakin dia akan menerima statusku, Ka. Biar bagaimanapun, aku masih ga punya muka untuk menghadapinya dan menceritakan statusku padanya. Seperti yang tadi aku bilang,  dia juga sudah punya kekasih Ka.” Dante mengusap wajahnya dengan kasar. “Lalu, kamu mau bagaimana?” tanya Deliza begitu melihat kegusaran adik semata wayangnya. “Aku juga masih belum tau harus bagaimana. Jalani saja seperti ini dulu, Ka. Aku tidak ingin terlalu berlebihan dalam menghadapi hatiku. Lagi juga, Sienna masih punya kekasih yang aku yakin. Dia pasti jauh lebih memilih lelaki itu dibanding aku yang sudah tua ini.” Katanya tersenyum miris.                 Deliza hanya bisa menepuk pundak adiknya sambil terus berusaha memberikan kekuatan untuk adiknya agar tak terlalu banyak memikirkan yang tidak baik.   / / / / / /   “Sienna!” panggil Aleta.                 Aleta Frananda adalah sahabat Sienna satu-satunya di kampus. Mereka berdua selalu kesana kemari berdua. Aleta merupakan sahabat Sienna sejak dirinya dan Aleta bertemu di kampus ini. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama. Orang tua Aleta tinggal di Palembang dan Aleta disini hanya sendirian, merantau ke Jakarta demi menuntut ilmu. Sebenarnya ada alasan lain yang membuatnya rela jauh-jauh ke Jakarta dan meninggalkan orang tuanya di Palembang.                   Aleta sendiri berasal dari keluarga biasa saja. Bukan dari keluarga milioner tapi juga bukan dari keluarga tak mampu. Namun, Aleta lebih senang melakukan segala sesuatunya sendiri. Gadis itu tinggal di apartemen dekat kampus. Gadis yang memiliki tubuh tinggi semampai dan kulit putih juga memakai behel ini merasakan sayang yang luar biasa pada Sienna, sahabatnya.                  Hanya keluarga Siennalah yang ia punya di Jakarta dan Aleta lumayan sering menginap di rumah Sienna hanya untuk sekedar bertemu dengan orang tua Sienna yang menganggapnya sudah seperti anak mereka sendiri. Aleta juga tak ingin lupa rasanya memiliki keluarga. Karna memang jarang pulang ke Palembang dan juga ia memiliki hubungan yang tak baik dengan ayahnya yang sudah menikah lagi dengan ibu sambungnya. Walaupun, ibu sambungnya tidak jahat. Tapi Aleta masih tidak bisa terima jika ayahnya itu memilih untuk menggantikan ibu kandungnya yang bernama Sasa yang sudah meninggal sejak dirinya berusia 16 tahun.    “Lo baru dateng?” tanya Sienna yang langsung berhenti di tempatnya begitu mendengar Aleta memanggil namanya.                 Sienna sudah hafal betul dengan suara sahabatnya itu. “Iya, kesiangan bangun gw!” kata Aleta jujur sambil menyamakan langkahnya dengan sahabatnya itu. “Ke kantin dulu yuk, sarapan.” Ajak Sienna sambil tersenyum.                 Sienna sudah hafal betul dengan sahabatnya yang satu ini. Aleta jarang sekali bisa sarapan karna memang ia lebih senang sarapan di kampus dan langsung tinggal makan saja. Ia bahkan tidak usah repot memasak dulu untuk sekedar sarapan yang bisa ia nikmati di kantin kampus. Ia tidak memiliki hobby memasak, tapi Aleta hobby berdandan. Leta lebih senang berdandan dan tak mau memasak karna ia takut jika tubuhnya nantinya akan bau asap dan harus pergi mandi lagi setelahnya. “Ayo! Gw mau minum 5u5u sama roti bakar,” katanya sambil tersenyum.   / / / / / /                   Dante datang  ke kantin kampus dan langsung menaiki tangga menuju kantin di lantai 2. Ia juga mengantri di belakang mahasiswa dan mahasiswinya yang lebih dulu datang ke kantin untuk memesan sarapan mereka. Tiba giliran Dante, sang kasir sekaligus pemilik beberapa kios di kantin lantai 2 itu langsung menyambutnya dengan sangat antusias. Wanita itu bernama bu Uum, ia memang ngefans banget sama pak dosen yang satu ini. Bu Uum langsung merapikan rambutnya yang sengaja ia cepol dan begitu melihat Dante berdiri di hadapannya ia langsung membuka cepolannya dan menggerainya. Ia bahkan mem!l!n ujung rambutnya dan memasang senyum terbaiknya. Sebenarnya, Dante agak malas menghadapi bu Uum. Cuma karna ayam bakar dan gado-gadonya enak banget. Jadilah Dante menahan sebentar rasa tak sukanya pada wanita itu dan memasang senyum sumringahnya.   “Eh, ada Mas Dante.” Sapa bu Uum pada Dante yang kini berdiri di hadapannya.                 Bu Uum memang selalu memanggilnya dengan kata sapaan ‘Mas’. Katanya sih biar akrab dan kali aja jodoh. “Pagi, Bu Uum!” katanya berbicara ramah dan memasang senyumnya.   “Aduh, senang banget pagi-pagi udah ngeliat yang seger-seger kaya gini. Uum kan jadi makin semangat jualannya.” Memperlihatkan deretan giginya yang bersih dan rapi.                 Kalau dilihat memang bu Uum ini sebenarnya lumayan manis, tapi sayangnya Uum bukan tipe Dante hahaha … Dante hanya bisa cengar-cengir mendengar bu Uum yang merayunya pagi-pagi ini. Untung saja moodnya sedang bagus karna baru saja bertemu dengan malaikat kecilnya, Daanya. Kalau tidak, lebih baik ia cari makanan di kantin lantai 1 saja. Atau hanya sekedar minum kopi di lantai 3.                 Kasir di lantai 3 sekaligus pemilik kios makanan dan minuman di lantai itu juga, wanita bernama bu Tinah itu lebih ekstrem lagi. Kalau bu Uum hanya bisa senyam senyum setiap melihat kedatangan Dante dan hanya menggoda seadanya. Kalau bu Tinah pernah mencium Dante, karna saking gemasnya dengan lelaki itu. Alhasil, Bu Uum cemburu banget dan sempat melabrak bu Tinah. Semenjak saat itu, hubungan antara bu Uum dan bu Tinah agak renggang dan hal itu membuat Dante agak sedikit tidak nyaman. Dante juga jadi jarang sekali memesan makanan atau minuman di tempat bu Tinah kecuali kalau bukan ada Sienna. Ia ogah ke sana.                 Jika ia ingin meminum kopi di lantai 3, biasanya ia meminta tolong pada anak didiknya untuk memesankannya di sana dan membawakannya untuknya. Jadi ia tidak perlu repot-repot bertemu dengan bu Tinah. “Aduh, daritadi aku ngomong melulu ya Mas Dante. Ngomong-ngomong mau pesan apa nih?” tanya bu Uum setelah hampir 5 menit Dante berdiri di hadapannya dan di gombalin terus. “Saya mau pesen ayam bakar sama jus jeruknya satu ya. Sambelnya yang banyak ya.” Pesan Dante pada bu Uum. “Oke sambelnya nanti saya bikinin fresh untuk Mas Dante yang spesial. Pokoknya Mas Dante jangan khawatir. Nanti saya kasih bonus camilan.” Kata bu Uum memberikan penawaran terbaik dengan suaranya yang di buat manja dan sedikit centil.                 Dante mengangguk sambil tersenyum. Ia kemudian mengeluarkan dompet coklatnya dan memberikan uang lima puluh ribuan pada bu Uum dan wanita itu langsung menerimanya. Wanita itu bahkan seperti sengaja ingin menyentuh tangan Dante ketika menerima uang yang diberikan oleh Dante padanya. Antrian di Belakang Dante sudah ada beberapa orang. Dan bu Uum tak takut jika pelanggannya itu akan lari. Katanya, biarkanlah yang lain pergi, bu Uum hanya ingin bersama dengan Mas Dante seorang. Ceilahh …                 Setelah memesan makanan dan minuman Dante langsung mencari tempat duduk yang kosong. Ia celingukan dan tau betul jika Sienna akan kesana juga untuk sarapan. Ada beberapa bangku kosong yang ditawarkan padanya tapi tidak ia tolak. Dan benar saja, setelah ia celingukan Dante menemukan sosok yang dicarinya di pojok ruangan lantai 2. Ia melihat Sienna sedang bersama dengan Aleta sahabatnya. “Eheemm …” Dante berdehem begitu tepat di depan meja Sienna.                 Sienna dan Aleta yang tadinya sedang tertawa terbahak-bahak menceritakan reality show asal Korea yang baru saja mereka tonton langsung terdiam. Mereka berdua menoleh ke sumber suara dan ternyata adalah Dante. Dosen Favorite mereka. “Pagi Pa!” ucap Sienna langsung berdiri begitu melihat dosennya ada di hadapan mereka. “Pagi!” Dante membalas dengan senyuman manisnya.                 Untuk beberapa detik, Sienna sempat terpukau dengan senyuman yang diberikan oleh Dante. Ia memang sengaja memberikan senyuman itu pada gadis itu karna ingin melihat ekspresinya.   ‘Ya ampun, cakep banget!’ kata Sienna dalam hati dan tanpa sadar malah membuat dirinya sedikit menganga. ‘Mana bibirnya merah banget lagi,  ya ampun. Pasti enak banget tuh kalo dicium sama pa Dante.’ Batinnya berkata lagi.   “Sienna boleh saya duduk di sini?” tanya Dante yang melihat gadisnya itu sedang menatap dirinya lekat-lekat.                 Aleta yang tak mendapatkan jawaban dari Sienna hanya bisa mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah sahabatnya. Aleta mengetahui, jika Sienna juga memiliki perhatian khusus pada dosennya itu. Namun selalu ia tepis karna ia tau, Arik selalu mencuri perhatian Sienna sejak awal. Padahal, Aleta juga tau jika Dante menyukai sahabatnya itu.   “Sienna! Sienna! Naaa!” panggil Aleta.                 Sienna yang merasa dirinya sedang dipanggil akhirnya lamunannya pecah karna sempat memikirkan yang tidak-tidak dengan dosen tampannya itu. “Ya, Pa!” kata Sienna yang akhirnya tersadar. “Boleh saya duduk disini bersama denganmu, Sienna?” tanya Dante sekali lagi untuk memastikan. “Ehmm … iya boleh Pa. Silahkan!” kata Sienna kemudian mempersilahkan dirinya duduk.                 Dante langsung menganggukkan kepalanya pelan dan memilih duduk di samping Sienna. Wangi parfum maskulin yang ia kenakan mengoar begitu saja dan benar-benar membuat Sienna tidak fokus. Dosen tampannya itu benar-benar membuat ia sedikit lupa pada Arik yang berjanji akan mengajaknya jalan siang ini. “Sienna, bagaimana dengan tugas yang saya berikan kemarin? Apa sudah selesai?” tanya Dante ketika ia baru saja memulai suapan pertamanya. “Sudah Pa. Saya print atau saya kirim email saja ya Pa?” tanya Sienna fokus menatap dosen tampannya itu. “Tolong di print ya, besok kamu bisa tolong antarkan ke ruangan saya sebelum jam 11 siang. Saya minta tolong untuk salinan handoutnya kamu berikan 5 kopian ke saya dan 1 asli ya.” “Baik Pa. Besok saya akan antarkan.” Ucap Sienna tersenyum.                 Tak ada lagi pembicaraan setelah itu, hanya Aleta dan Sienna yang masih saling mengobrol dan akhirnya sangat berisik. Dante sedikit terganggu dengan pembicaraan mereka berdua yang jujur, ia bahkan tak mengerti siapa itu Super Jun!0r dan siapa itu B!9 B4ng. Jika memang itu kesukaan Sienna, ia akan cari tau siapa itu dan coba akan menonton beberapa music videonya di youtube. Agar jika ada kesempatan untuk ngobrol dengan Sienna ia tidak akan kekurangan bahan dan akan sangat nyambung.                 Dante sudah selesai dengan ayam bakarnya, ia kemudian menyelinap masuk di tengah-tengah antara Sienna dan Leta yang sedang melihat cowo-cowo tampan asal Korea di tablet putih salah satu milik mereka. Dante sengaja ingin melihat Sienna pecah konsentrasinya dan melihat apa gadis itu memiliki perhatian khusus untuknya. Dante memilih untuk mengambil tissue yang berada di sebelah Sienna. Posisi mereka saat ini adalah, Dante seperti mengkungkung Sienna diantara tangan kekar dan bertatonya. Sienna melihat ke arah Dante yang kini tatapan mereka berdua bertumbuk dan jarak yang sangat dekat.                 Aleta yang melihat kejadian itu hanya bisa merasa iri karna Sienna benar-benar beruntung bisa dekat dengan Dante. Dante mendapatkan fokus Sienna dan akhirnya ia meraih beberapa helai tissue yang ia perlukan. Setelahnya ia menyeka bibirnya. Saat lelaki itu menyeka bibirnya, Sienna dan Aleta masih tak berani berbicara apapun. Mereka berdua bahkan masih asik melihat pemandangan dosen tampannya itu. Sambil menelan salivanya dengan susah payah. Sienna bahkan tak berhenti bersyukur karna mendapatkan pemandangan indah di depannya pagi ini. “Saya duluan ya.” Kata Dante kemudian berdiri dan tersenyum. “I-iya Pa.” Aleta menjawab dengan gugup.                 Dante kemudian melangkahkan kakinya. Namun, sebelum terlalu jauh. Ia berteriak pada Sienna. “Sienna! Jangan lupa tugasnya ya.” Katanya mengingatkan pada gadis pujaannya. “Iya Pa.” Jawab Sienna dengan cepat.   / / / / / /         
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD